Boy masih membolak balikkan halaman buku pelajaran fisika, beberapa materi coba dia mengerti. Boy ingat betul apa yang dikatakan oleh Bu Rini beberapa waktu lalu.
"Kau harus bisa lulus Boy. Aku bakal bangga banget kalau kamu bisa lulus ujian nasional, apalagi jika nilai kamu memuaskan."
Kalimat dari kekasihnya itu membuat Boy termotivasi untuk terus belajar, disadarinya atau tidak kehadiran Bu Rini membuat Boy ingin berubah menjadi remaja yang lebih baik. Semua kebiasaan buruknya seperti mabuk, tawuran, berantem dan lain sebagainya pelan-pelan dia tinggalkan, Boy tidak ingin mengecewakan Bu Rini, Boy ingin membuat kekasihnya itu bangga.
"Tumben jam segini masih belajar Boy?"
"Eh Ibu, ngagetin aja."
Kehadiran Bu Ranti yang tiba-tiba sudah ada di depan pintu kamar membuat Boy sedikit kaget. Bu Ranti menghampiri Boy yang masih duduk di depan meja belajar.
"Kamu sudah makan Boy?" Tanya Bu Ranti sambil membelai rambut anak tunggalnya itu.
"Nanti saja Bu, masih kenyang."
"Ibu senang malam ini kamu tidur di rumah, Ibu kangen sama kamu Boy."
"Ah Ibu, kayak Boy udah lama nggak pulang aja, hehehe." Jawab Boy sambil tertawa.
"Maafin Ibu ya Boy, kalau selama ini sudah ngecewain kamu."
"Nggak ada yang perlu dimaafin Bu, Ibu nggak pernah salah kok sama Boy."
Mendengar jawaban itu, Bu Ranti langsung terharu, anak tunggalnya itu ternyata tidak sekeras apa yang dia bayangkan selama ini. Bu Ranti memeluk tubuh Boy dari belakang dengan hangat.
"Ya sudah, kamu lanjutin aja lagi belajarnya, tapi jangan lupa untuk makan, Ibu udah masakin rendang buat kamu." Kata Bu Ranti sesaat setelah melepas pelukannya.
"Iya Bu."
Bu Ranti beranjak meninggalkan kamar Boy, ada kelegaan yang tercipta setelah percakapan itu, beban berat yang selama ini ditanggungnya sedikit agak berkurang. Bu Ranti dalam beberapa hari ini juga cenderung untuk tak banyak bicara, kejadian tempo hari saat Anwar menyerahkan tubuhnya untuk disetubuhi oleh Erik menjadi beban tersendiri bagi wanita ini.
Hatinya sangat terluka, perasaan marah, kecewa, dan benci seolah bercampur menjadi satu dalam dada Bu Ranti. Ingin sekali dia meluapkan semua itu pada Anwar, tapi rasa takutnya kembali menutupi tekad itu. Beban seberat ini dia pendam sendiri, dia mencegah agar Boy tak mengetahuinya.
Sementara itu di tempat lain, Bu Rini masih belum bisa memejamkan matanya, meskipun jarum jam dinding sudah menunjukkan angka 2 pagi. Kedatangan Pak Jono tadi siang telah menyita pikiran Bu Rini. Hubungannya dengan Boy memang akan sangat sulit jika terus dilanjutkan. Dulu Bu Rini menganggap bahwa hubungannya dengan Boy hanyalah sebuah permainan semata, tak ada perasaan yang perlu dilibatkan di dalamnya, just sex.
Namun lambat laun perasaan Bu Rini terhadap Boy berubah, hubungan itu tak hanya melibatkan nafsu semata, tapi juga perasaan yang lain, perasaan yang sudah dibuang jauh sebelumnya oleh Guru Matematika itu. Cinta.
Boy ternyata memiliki kepribadian yang menarik, tak hanya tampan, tapi juga memiliki kedewasaan yang lebih, dibanding dengan remaja lain seusianya. Kedewasaan itulah yang membuat Bu Rini kembali merasakan debar cinta, debar yang selama ini nyaris dia lupakan rasanya. Boy telah berhasil membuat Bu Rini kembali jatuh cinta lagi. Namun begitu, sekarang Bu Rini menjadi takut dengan hubungan itu. Dia takut jika hubungan itu diketahui oleh orang lain, lebih-lebih jika diketahui oleh kedua orang tuanya. Akan sangat memalukan jika hal itu terjadi.
Tapi di satu sisi, Bu Rini juga takut kehilangan sosok Boy, yang selama ini telah berhasil membuat hidupnya semakin berwarna. Kini Bu Rini berada pada persimpangan, Dia harus bisa memilih jalan apa yang akan diambil, terus menjalani hubungannya bersama Boy, dengan segala resiko yang akan terjadi, atau mengakhiri hubungan itu dan rela untuk kembali mengubur perasaan cinta.
PING!!!
Smartphone yang terletak di atas meja berbunyi, Bu Rini bangkit dari tempat tidur untuk melihatnya. Ternyata pesan dari Boy, pria yang sedari tadi dipikirkan oleh Bu Rini.
Boy : Sayang udah bobok?
Rini: Belum, masih tiduran aja, kamu kok belum tidur?
Boy: Iya nih, baru selesai belajar, kan katamu aku harus bisa lulus UN dengan nilai bagus, makanya aku sekarang mati-matian buat belajar, hehehehehe
Rini: Wah, hebat!!! Aku bangga sama kamu.
Boy: Harus dong...semua ini aku lakukan demi kamu.
Rini: Iiihhh...udah jam segini masih aja gombal kamu ini, udah tidur sana, besok jam pertama kan pelajaranku.
Boy: Hmmmm... belum bisa tidur nih...masih kangen kamu...
Rini: Ya besok pagi kan udah ketemu lagi.
Boy: Iya deh...tapi kamu dapet salam loh.
Rini: Salam? dari siapa?
Boy: Dari ini... (Boy mengirimkan foto penisnya yang sudah berdiri tegak)
Rini: Ihhh... kok udah bangun sih? Katanya tadi belajar, kok malah ngaceng gitu???
Boy: Nggak tau nih, habis belajar, inget kamu terus jadi kayak gini..heheheheh
Rini: Udah lemesin iihh, besok kalo dah ketemu baru dikerasin lagi.
Boy: Lagi pengen yang...
Rini: Lah?? Trus gimana dong? Kan aku nggak ada di situ.
Boy: Kirimin foto kamu yang sekarang...
Rini: Nggak ah, lagi kucel banget, malu.
Boy: Sayang pelit iihhh...
Rini: Besok aja ya sayang...besok aku bakal puasin kamu, beneran janji.
Boy: Huuuuu...pengennya sekarang..
Rini: Kamu nih ya, selalu bandel kalo dibilangin.
Boy: Kan bandelnya cuma sama kamu yang...
Rini: Pinter banget deh kalo disuruh ngegombal kayak gitu.
Boy: Jadi, beneran ini nggak mau ngirimin foto? (Boy kembali mengirim foto penisnya, kali ini full face, lengkap dengan tubuhnya yang sedang telanjang bulat di atas tempat tidur)
Rini: Hmmmmm.... iya udah bentar. (sesaat kemudian Bu Rini mengirimkan fotonya, sambil menunjukkan 2 buah payudaranya.)
Boy: Nakal...
Rini: Udah itu aja ya..dingin tau kalo buka-bukaan tapi nggak ada kamu disini.
Boy: Makasih ya sayang...iya udah kamu bobok aja dulu, aku mau ngluarin sperma dulu.
Rini: Hmmm...dasar bandel.
Boy: Love You.
Rini: Love You too..
632Please respect copyright.PENANAHdl1QVYaeY
***
632Please respect copyright.PENANAFHrUv6VDGU
"Eh May, besok Sabtu Gue sama anak-anak mau ke puncak, Lu ikut nggak?" Tanya Nadia antusias setelah jam pelajaran selesai.
"Emang sama siapa aja?" Tanya Mayang.
"Ya sama Arya, Bima, Lusy juga rencananya mau ikut."
"Ah itu mah akal-akalan Lu aja buat bisa berduaan sama Bima."
"Yeee! kalo Gua niat buat berduaan doang ngapain juga ngajakin Lu."
"Males ah, paling ntar Gue di sana cuma jadi obat nyamuk doang, ngliatin Lu sama Bima pacaran."
"Kenapa Lu nggak ajak Boy aja May?? Siapa tau dia Sabtu besok ada waktu." Mayang diam sejenak, seperti ada yang dia pikirkan.
"Gimana May? Jarang-jarang loh kita ada waktu buat jalan bareng kayak gini." Tanya Nadia kembali.
"Duh gimana ya? Malu Gue kalo yang ngajakin duluan."
"Alaaaahh! Pake malu segala, ini udah 2016 kali May, cewek udah biasa ngajakin duluan."
"Ngajakin apa nih??? "
"Iiiisshhh! Lu tu pikirannya ngeres mulu!!"
"Yeeeee! Siapa juga yang ngeres!!"
"Udah, yuk kita cari Boy buat ngomongin rencana ini."
"Ehhhmm.." Mayang masih terlihat ragu untuk menuruti perintah Nadia.
"Udaahhh, nggak usah dipikirin lagi, Gue temenin ngomongnya kalo Lu masih malu."
Nadia tanpa basa basi menyeret tangan Mayang keluar kelas. Akhirnya Mayang pasrah menerima ajakan dari Nadia untuk mencari keberadaan Boy dan membicarakan rencana ke puncak besok Sabtu. Meskipun masih ragu, tapi jauh di dalam hati Mayang ada perasaan bahagia jika rencana ini disetujui oleh Boy. Sudah terlalu lama Mayang menunggu momen seperti ini terjadi lagi antara dirinya dan Boy.
Tak dapat dipungkiri jika Mayang masih belum bisa move on dari sosok Boy setelah 2 tahun lalu hubungan mereka harus berakhir. Semenjak saat itu Mayang tak lagi bisa membuka pintu hatinya untuk pria lain, Mayang juga melihat Boy seperti itu, dia tak pernah melihat ataupun mendengar jika Boy dekat dengan wanita lain setelah putus dengannya. Nadia dan Mayang berjalan menuju kantin berharap menemukan Boy ada di sana, namun keberadaan Boy tak juga ditemukan, sampai pada akhirnya salah satu teman mereka memberitahu jika Boy sekarang ada di ruang kesehatan. Dua remaja putri tersebut langsung melangkahkan kaki ke ruang kesehatan sekolah.
632Please respect copyright.PENANAAYR6Rvj6wP
***
632Please respect copyright.PENANAzoYnQ5lyiV
"Eeehhm! Nakal banget Kamu, eecchhmmm!"
Bu Rini mendesis lirih saat ciuman Boy mendarat tepat di atas gundukan payudaranya yang sebelah kanan.
"Tapi kamu suka kan?" Goda Boy setelah sesaat menghentikan ciumannya.
Bu Rini kembali tersenyum, kelucuan dan kenakalan Boy terhadap dirinya telah berhasil membuat janda 32 tahun ini terbakar birahi. Dengan cepat Bu Rini meraih kepala Boy,dengan liarnya Bu Rini menciumi bibir Boy, hal yang sama juga dilakukan oleh Boy, dua orang ini kembali terlibat ciuman panas.
"Eecchhmm! Eeecchhmm, Boy." Desis Bu Rini.
"Iya Sayang?"
"Aku mau ini." Kata Bu Rini sambil meremas selangkangan Boy, penis remaja ini ternyata sudah sangat keras.
"Mau diapain?" Goda Boy dengan senyum nakalnya.
"Pengen aku jilatin, pengen ngrasain sperma Kamu."
Boy langsung memundurkan sedikit badannya, dengan cepat dia membuka celananya, penisnya yang berukuran 18 cm dengan diameter 5 cm langsung menyembul keluar, keras sempurna. Melihat itu, Bu Rini langsung berjongkok di depan tubuh Boy, sesaat dia mengocok penis kekasihnya itu dengan lembut.
"Ooouucchhhh!“
Boy mendesah pelan saat jari-jari lembut Bu Rini memainkan batang penisnya. Bu Rini mulai menciumi kepala penis Boy, kocokannya juga semakin cepat. Lidah guru matematika itu sesekali menjilati lubang kencing Boy, membuat remaja itu bergidik geli, apalagi saat Bu Rini mengecup lama kepala penisnya.
"Oooocchh! Iiyaaaa sayang! Oocchh!" Desah Boy keenakan.
Bu Rini mulai sedikit demi sedikit melahap batang penis Boy, dia mulai melakukan oral sex, hisapan kuat dari mulut dipadu dengan kocokan cepat dari tangan Bu Rini membuat Boy semakin keenakan, kini tangan Boy mulai meremas-remas payudara Bu Rini yang masih terbungkus BH hitam. Ruangan kesehatan sekolah siang ini kembali menjadi saksi betapa liarnya nafsu guru dan murid ini.
“Suara siapa tuh?”
Kata Nadia saat dirinya dan Mayang mendekati pintu ruang kesehatan yang tertutup rapat dari dalam. Mayang mengrenyitkan dahi, dia juga tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan Nadia, tapi mereka berdua memiliki rasa penasaran yang sama. Diam-diam mereka berdua memasuki ruang kesehatan.
Suara desahan itu semakin nyaring terdengar, kedua remaja itu semakin penasaran, keduanya berjalan mengendap-endap layaknya seorang detektif yang sedang melakukan pengintaian. Ruang pemerikasaan, sumber dari suara itu, berada di bagian belakang, terpisah oleh sebuah sekat dan tirai putih. Mayang dan Nadia semakin mendekat dan kemudian,
BRAAAKK!!!
Tanpa sengaja Mayang menyenggol kaki meja yang berada di samping sekat ruangan, suara yang tercipta akibat benturan kaki Mayang dan meja seketika mengagetkan Boy dan Bu Rini.
"Mayang..?!!"
Kata Boy dengan sedikit berteriak. Bu Rini yang masih jongkok dan mengulum penis Boy seketika langsung berdiri dan merapikan pakaiannya, detik itu kepanikan tercipta di ruang kesehatan. Mayang dan Nadia saling berpandangan tak tau apa yang harus mereka lakukan, beberapa saat kemudian Mayang secepat kilat berlari meninggalkan ruangan itu, Nadia kemudian menyusulnya. Boy yang masih kaget akibat kehadiran dua teman kelasnya itu segera merapikan celana dan baju seragamnya.
"Cepat kau kejar mereka Boy, jangan sampai hal ini diketahui oleh semua orang!" Perintah Bu Rini dengan panik. Tanpa menjawab, Boy langsung berlari mengejar Mayang dan Nadia.
Setelah Boy pergi, Bu Rini duduk termenung di ruang kesehatan, pikirannya kalut. Hal yang selama ini dia coba sembunyikan akhirnya berhasil diketahui oleh orang lain. Andai saja tadi dia tidak menuruti kehendak nafsunya, mungkin semua ini tak pernah terjadi, penyesalan selalu saja datang terlambat. Bu Rini memikirkan beberapa kemungkinan buruk yang bakal terjadi setelah insiden ini, dan pikiran-pikiran itu semakin membuat Bu Rini merasa tidak nyaman.
"May, tunggu May!"
Teriak Boy sambil terus mengejar Mayang dan Nadia yang berlari menuju ruang kelas. Adegan kejar-kejaran itu sempat dilihat oleh beberapa siswa lain yang sedang menikmati waktu istirahat jam pelajaran. Mayang menuju bangkunya, dia memberesi semua barang-barangnya ke dalam tas, dadanya terasa sesak, matanya juga dirasakan sangat panas. Kemarahan dan kesedihan bercampur menjadi satu di dalam diri remaja putri itu setelah dengan mata kepalanya sendiri melihat kegilaan yang dilakukan oleh wali kelasnya dengan Boy.
"May, Lu mau kemana??" Tanya Nadia panik setelah melihat Mayang memasukkan semua buku dan peralatan tulis ke dalam tas.
"Gue mau pulang !" Jawab Mayang dengan ketus, emosinya semakin memuncak setelah melihat Boy datang dengan tergesa-gesa.
"May, tunggu May, Gue bisa jelasin semuanya." Boy mencoba mengatur nafas setelah berlarian mengejar Mayang dan Nadia.
"Nggak perlu lagi penjelasan Boy, semuanya sudah jelas!!" Suara mayang sedikit bergetar, dia mencoba menahan air matanya agar tidak tumpah di depan Boy.
"Itu nggak seperti yang kamu pikirin May." Boy mencoba mencari argumentasi yang paling masuk akal untuk bisa diterima oleh Mayang.
"Emang apa yang seharusnya Gue pikirin Boy saat melihat penis Lu diemutin sama janda gatel itu??!!! Hah??!!!" Teriakan Mayang seketika menyita perhatian beberapa murid lain yang sudah berada di dalam kelas.
"Nggak ada yang perlu dijelasin lagi!! Gue udah liat semuanya!!" Mayang langsung membawa tasnya dan pergi meninggalkan kelas.
"Ta..tapi..May."
Usaha terakhir Boy untuk menahan Mayang tampaknya sia-sia, gadis itu terus berjalan cepat meninggalkan ruang kelas. Mayang berjalan cepat menyusuri lorong sekolah menuju gerbang, airmatanya sudah tumpah membasahi mata dan pipinya. Boy dan Bu Rini benar-benar telah melukai perasaannya.
Mayang hanya tak habis pikir kenapa Boy lebih memilih Bu Rini yang jauh lebih tua dari dirinya, dan lebih pantas dipanggil Mama daripada disebut dengan panggilan sayang. Tapi apapun itu, insiden siang ini di ruang kesehatan sudah melukai hati Mayang, rasa benci pelan-pelan mulai tumbuh dalam diri Mayang terhadap Boy, terlebih pada Bu Rini.
632Please respect copyright.PENANAQCnL4vpee2
BERSAMBUNG
632Please respect copyright.PENANAQfOSctLVeD