8 (LAST)
Keesokan harinya XOXO High School dipenuhi berita Ji Bin yang bertengkar dengan teman-temannya yang berlangsung sengit. Sedikit saksi mata tetapi mampu menyebar dengan sangat cepat ke seluruh penjuru sekolah. Ji Bin datang ke sekolahnya hari ini. Hari ini merupakan hari terakhir mereka bersekolah sebelum memasuki liburan musim panas.
“Lihatlah gadis itu. Dia gadis kasar yang tidak tahu malu.”
“Seharusnya ia tidak berkata begitu pada Soo Rim. Pantas Ra In menamparnya.”
“Aku sebenarnya muak melihatnya. Ia hanya gadis beasiswa tetapi tingkahnya seperti pemilik sekolah ini saja.”
“Aku harap dia enyah saja dari sekolah ini.”
Ji Bin bukannya tidak mendengar, ia mendengarnya dengan baik. Namun untuk saat ini biarkan ia mendadak tuli dan bisu, ia butuh ketenangan dalam dirinya. Ia butuh waktu sendiri. Jalanan yang ia lalui penuh dengan tatapan intimidasi seluruh penjuru sekolah, baik itu laki-laki atau perempuan. Semuanya memandang gadis itu dengan tatapan membunuh yang sangat kentara. Biarkan saja, toh ini menjadi yang terakhir.
Satu bulan berlalu sejak insiden itu, masa liburan pun telah berakhir. Siswa-siswa mulai berdatangan ke sekolah dengan warna kulit yang lebih gelap. Saling bercanda dan bercerita tentang hal-hal apa saja yang mereka lakukan selama liburan musim panas.
Tapi tidak begitu dengan Soo Rim dan Ra In, sudah 1 bulan ini mereka tidak melihat wajah Ji Bin bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya. Apartemennya selalu tertutup dan ia jarang melihat Ji Bin keluar. Mereka menyesali perbuatan mereka. Mereka bahkan tidak mendengar penjelasan dari Ji Bin sebelum secara sepihak mendorongnya.
Lonceng berbunyi. Kelas pertama dimulai dengan pelajaran bahasa Inggris. Sama seperti Soo Rim, Sehun juga kelihatan muram. Ia bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun sejak pertemuan terakhir mereka di taman.
“Good morning, class.”
“Good morning, ma’am.”
Jung saem tersenyum tipis, “Bagaimana liburan kalian? Menyenangkan?” kata Jung saem sambil tersenyum tipis. “Baiklah sebelum kita memulai pelajarannya lebih baik dicek dulu kehadirannya.”
“Cho Nara..”
“Yes.”
“Choi Su Won.”
“Nde.”
“Jung Ji Bin.” Seketika kelas hening. Siswa melihat ke kiri dan kanan bahwa baru menyadari bahwa salah satu murid tidak hadir di kelas.
Jung saem tersenyum tipis. “Ah sepertinya aku lupa memberitahu kalian, ya...”402Please respect copyright.PENANAiW5B0wAUHS
Mendengar perkataan wali kelas mereka, Soo Rim dan Sehun langsung berdebar kencang. “Jung Ji Bin sudah pindah sekolah.”
Seketika kelas menjadi ribut, ada yang bahagia, ada yang terkejut. Beberapa spekulasi mereka sebutkan termasuk perihal kejadian di taman itu.
“Perhatian! Ji Bin sudah mengurus kepindahan sebulan sebelum liburan musim panas jadi alasannya tentu bukan kabar burung yang kalian ucapkan itu. Sayang sekali, dia tidak sempat mengucapkan kalimat perpisahan sebelum pergi.”
Fakta itu menghantam telak dada Soo Rim dan Sehun, tanpa semua orang sadari Soo Rim dan Sehun sama-sama meneteskan air mata dengan emosi campur aduk.
Saat makan siang, Kai memilih duduk semeja dengan Soo Rim dan lain-lain. Bukannya ia tidak tahu apa-apa, tetapi karena tahulah ia bisa berada disini. Ia hanya membawa sekaleng minuman dingin.
“Jangan memotong perkataanku atau bertanya apapun. Aku hanya akan mengatakannya satu kali.”
Tatapan intimidasi itu Kai layangkan kepada semuanya terutama Sehun dan Jae Eun.
“Aku bertemu Ji Bin di hari ia akan berangkat. Ia hanya membawa sebuah ransel dan sebotol minuman. Kalian tahu, dibalik wajah datarnya itu bagiku di matanya tersimpan kesedihan yang amat mendalam.”
Kai berhenti sejenak seraya menatap Sehun tajam.
“Ia berkata tidak mempersalahkannya, ia tidak peduli siapa yang salah. Ia berkata mungkin sebaiknya ia pergi begitu saja daripada mengucapkan salam perpisahan kepada kalian semua. Karena kalian sendiri tahu, ia adalah orang yang buruk. Ia berharap kalian baik-baik saja.” Setelah itu Kai beranjak dari duduknya tanpa melihat bagaimana ekspresi teman-teman Ji Bin itu.
Soo Rim, Kris, Chaenyeol, Ra In, Sehun terdiam. Soo Rim dan Ra In bergetar sedangkan Sehun meremas sendoknya dengan kuat. Mereka akhirnya sadar, kalimat terakhir Ji Bin adalah kalimat yang benar-benar terakhir bagi mereka.
“Seharusnya aku tidak membiarkan kalian mendekatiku jika tahu akan begini. Kalian tidak tahu perasaanku.”
**
Kai menendang kaleng yang kosong itu dengan geram. Di otaknya kalimat itu masih terngiang di kepalanya.
Sore itu Kai berjalan melewati trotoar dan berhenti di sebuah taman kota. Pagi itu di hari pertama liburan ia berniat membeli banyak cemilan dan minuman kaleng. Tetapi ia tidak menyangka akan bertemu gadis itu disini. Jung Ji Bin. Gadis itu membawa ransel serta memakai topi, tapi Kai masih bisa mengenalinya.
“Apa yang kau lakukan disini?” Kai mendekat dan duduk di bangku yang sama.
Ji Bin tidak berjengit, sepertinya ia tahu akan kehadiran Kai. Gadis itu tetap menatap ke arah taman bunga di depannya. “Duduk, kau tidak lihat?”
Kai mendengus. “Maksudku mau kemana kau dengan membawa ransel? Liburan?”
Respon yang didapati Kai tidak bagus karena gadis itu berdiri dari tempatnya. “Aku akan pergi meninggalkan negara ini bodoh. Jangan harap aku bercanda.”
“Kau pindah hanya karena masalah itu? Pengecut sekali.”
“Tidak. Aku memang sudah mengurus kepindahanku, tapi nyatanya kesan terakhir seperti itu. Ya anggaplah seperti itu, aku tidak peduli. Siapa yang salahpun aku tidak peduli. Aku memang gadis yang buruk, jadi wajar saja aku mendapatkan imbasnya.”
Ji Bin pun berjalan menjauh tanpa menoleh ke arah Kai. “Tunggu!” Kai berdiri melihat punggung kecil milik Ji Bin. “Bisakah kau tinggal disini............ bersamaku?”
Ji Bin menyeringai dan berbalik menghadap Kai, “Kita tidak akan bertemu lagi. Jangan bermimpi.” Kai meremas kantung plastik yang ia pegang dan Ji Bin kembali berbicara. “Mungkin.”
Setelah itu Jibin pergi dan menaiki taksi meninggalkan Kai untuk terakhir kalinya dan lelaki itu sadar seharusnya ia mengucapkannya jauh sebelum ini. Karena gadis itu telah memikat Kai sudah lama.
“Kau berengsek Jung Ji Bin...”
ns 15.158.61.44da2