Suatu pagi sesudah mereka sarapan, berkatalah Andini sang Bidadari Hati Beku kepada Sembara muda muridnya.
"Muridku, ada suatu hal, ini boleh kau pikirkan sendiri dengan masak jika sungguh-sungguh kau ingin menguasai seluruh ilmuku, maka seumur hidup ini kau harus tunduk pada kata-kataku, jika kau tidak patuh padaku, akupun tidak akan menurunkan semua ilmu kepandaian padamu. Kelak kalau kau mampu mematuhiku dan aku berikan semua ilmuku padamu maka dengan ilmu silatmu itu kamu boleh mencari orang bernama Mahesa yang membunuh pamanmu.”
"Tentu aku akan patuh padamu guru," sahut Sembara muda.
"Meski guru tidak mengajarkan seluruh kepandaian padaku juga pasti aku akan tetap patuh segala perkataanmu."
"Kenapa begitu ?" tanya Andini si Bidadari hati Beku.
"Karena guru telah mau menyelamatkan aku hingga aku masih hidup sampai sekarang ini jadi apapun juga aku akan tunduk pada guru.”
Bidadari Hati Beku menghela napas mendengar jawaban muridnya.
“Sudah setahun kita berlatih dan belum sekalipun aku mengajak kamu keluar dari bukit ini. Besok kita jalan ke kotaraja.”
Selama sekian bulan ini Sembara muda terkurung hanya berada di bukit tawon ini memang dia sudah mulai bosan, kini mendengar akan pergi ke kotaraja, keruan ia menjadi senang dan muka berseri-seri. Meski ingatannya belum pulih dan tidak paham seperti apa kotaraja itu. Tapi keingintahuan tentang dunia luar selain tempat yang dia tempati sekarang membuat hatinya senang.
"Apanya yang perlu digirangkan bukankah kamu hilang ingatan dan pasti tidak tahu apa itu kotaraja?" tanya Bidadari Hati Beku dingin,
"justru karena tidak tahu aku ingin sekali melihat dunia luar selain bukit ini guru."
Bidadari Hati Beku yang biasanya ketus dan dingin tersenyum mendengar jawaban muridnya. Dia sebenarnya mau pergi ke kotaraja karena mendengar kabar soal makin kejamnya Kerajaan terhadap rakyatnya.
Setiap Bidadari Hati Beku pergi ke kademangan terdekat dari bukti Tawon ini dia selalu mendengar cerita pilu rakyat yang menderita akibat pajak yang makin tinggi. Terus cerita soal kerajaan yang bisa seenaknya mengambil wanita cantik untuk dibawa ke istana raja. Semua cerita itu membuat Bidadari Hati Beku muak. Terutama soal wanita-wanita cantik yang dibawa ke istana.
Saat ini umur Sembara muda sudah menginjak sembilan belas tahun, walaupun demikian urusan laki-laki dan perempuan serta soal cinta segala sama sekali ia tidak paham, mungkin karena hilang ingatan.
Hanya saja secara naluri dia merasa gurunya cantik luar biasa, setiap kali melihat dia dengan sendirinya timbul semacam rasa suka dalam batinnya.
Keesokan harinya dengan berkuda guru dan murid itu menuruni jalan berliku di bukit tawon untuk pergi ke kotaraja. Perjalanan mereka melewati pemandangan yang indah permai, sungguh tidak terbilang rasa girang Sembara muda.
"Guru, bagus sekali pemandangan sekitar ini !" ujar Sembara muda.
Tetapi Bidadari Hati Beku tak menjawab, ia hanya bersenyum simpul.
Bukit Tawon tempatnya sangat sepi dan terpencil. Selama hilang ingatan Sembara muda belum pernah berkenalan dengan dunia luar, mungkin itulah penyebab mengapa hatinya menjadi riang.
Sementara Bidadari hati Beku menjadikan perjalanan mereka seolah sebagai kenangan perjalanan saat menjalin cinta dengan Sembara putra Lugina. Meski menikmati dengan hati senang tapi Bidadari Hati Beku merasa tidak pantas kalau sampai mengajak Sembara muda untuk memadu kasih apalagi berhubungan intim.
Perjalanan ke Kotaraja membutuhkan waktu tiga hari menunggang kuda tanpa henti. Kalau mesti istirahat bermalam dia membutuhkan waktu lima hari. Kini Andini si Bidadri Hati Beku dan Sembara Muda baru sampai ke kadipaten terdekat dari bukit Tawon tempat tinggal mereka. Baru kali ini setelah hilang ingatan Sembara muda melihat orang banyak. Dia senang sekali karena keramaian kadipaten ini.
Karena hari menjelang malam Andini mengajak Sembara Muda ke sebuah penginapan kecil di kadipaten ini. Penginapan itu tidak banyak tamunya, dengan sanjung puji pelayan penginapan menawarkan bagi mereka dua kamar besar. Tapi setelah memandang Sembara muda sekejap, Bidadari Hati Beku menggeleng.564Please respect copyright.PENANAvnIlzjqemX
“Kami hanya perlu satu kamar saja.” ucapnya.
Berdetak jantung Sembara muda. Meski dia hilang ingatan tapi nalurinya berkata bahwa tidur sekamar dengan gurunya yang cantik adalah sebuah hal yang menyenangkan. Sedangkan pelayan penginapan kelihatan rada kecewa dan heran. Dari sudut manapun dia memandang, kedua orang ini tidak mirip pasangan suami-isteri, mengapa mereka hanya minta satu kamar saja?
Sebelum ke kamar mereka makan dulu di tempat makan yang disediakan oleh penginapan. Sesudah itu mereka kini telah berada dalam kamar penginapan dan pintu ditutup, jantung Sembara muda berdebur semakin keras, duduk tidak tenang, berdiripun salah, sungguh ia tidak tahu dirinya harus bersikap seperti apa. Sementara dia sendiri melihat tempat tidur yang begitu bersih dan bagus yang baru kali ini dia lihat. Tentu sangat nyaman untuk tidur di situ.
Dengan hati-hati Bidadari Hati Beku memalang pintu lalu menutup jendela pula. Kemudian dia menatap Sembara muda.
“Tidurlah kau!”
“Aku tidur di mana guru?”
“tempat duduk panjang dari bambu ini bisa jadi tempat tidur yang cukup enak buat kamu,” ujar Bidadari Hati Beku dengan tertawa.
564Please respect copyright.PENANApKkQi4d3wp
“Baiklah guru,” kata Sembara muda.
Andini memandangi tubuh muridnya yang agak kurus namun cukup gagah dengan wajah mirip kekasihnya di masa lalu berjalan ke arah tempat duduk di samping jendela kamar. Timbul rasa kasih sayang dihati Andini. Dengan keadaan dirinya saat ini untuk apalagi dia bersikap sok suci. Untuk apa juga membuat susah Sembara muda muridnya dan tidak memberinya kesempatan menikmati tidur ditempat tidur yang bagus ini., apakah kalau malam ini dia tidur seranjang dengan muridnya, lalu dia seorang Bidadari Hati Beku bukan lagi seorang pendekar sejati.
“Hmmmm....Ranjang ini cukup besar bagaimana kalau kita tidur bersama di sini.”
Sembara sangat kaget mendengar kata-kata gurunya, ia ingin memandang Andini sang Bidadari Hati Beku sekejap, tapi dia urungkan karena merasa segan dan malu.
“Biarlah guru aku di sini saja toh di tempat kita aku memang terbiasa tidur di bale bale bambu.”
“Tapi tempat duduk itu kecil. Kurang nyaman buat kamu. Ayo kesini aku sudah ngantuk mau tidur.” Ujar Bidadari Hati Beku.
Bidadari Hati Beku memang sudah terlampau lelah, maka dengan cepat ia lantas tertidur pulas. Waktu Sembara naik tempat tidur, ketegangannya sungguh sukar dilukiskan, jantungnya berdebur keras, dia tidak berani memandang sekejap pun kepada Bidadari Hati Beku, bahkan menyentuh selimutnya saja tidak berani.
Dia membungkus tubuhnya kencang-kencang dengan selimut dan meringkuk di pojok tempat tidur, kepalanya dibenamkan pada bantalnya, tubuh tidak berani bergerak sedikitpun, bernapas juga tidak berani keras-keras, dalam keadaan hening demikian, yang terdengar hanya detak jantungnya yang memukul keras. Namun karena tempat tidur ini empuk dan nyaman akhirnya Semabar muda tertidur juga.
Sebenarnya Andini Bidadari Hati Beku cuma pura-pura tidur saja. Sampai sekian lamanya, didengarnya suara pernapasan Sembara muda sudah mulai tenang, mulai teratur dan rata, jelas muridnya itu sudah benar-benar tertidur, barulah dia membuka mata.
Setelah dia lihat betul juga, Sembara memang sudah pulas, bahkan sangat nyenyak tidurnya.
Andini berpikir, sesungguhnya Sembara muda memang masih belum dewasa, dan belum banyak beban dipikirannya jadi lebih mudah tertidur daripada orang tua. Apalagi kini dia sedang hilang ingatan.
Bila membayangkan gerak-gerik Sembara muda yang ragu-ragu waktu mau naik ke atas tempat tidur tadi, tanpa terasa Bidadari Hati Beku tersenyum geli.
Sesungguhnya Sembara muda memang murid yang menyenangkan. Tidur satu ranjang bersama muridnya yang demikian mirip kekasihnya di masa lalu terasa menyenangkan, kalau dibilang Andini Bidadari Hati Beku sudah sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun, maka hakekatnya dia bukan manusia. Kenyataannnya dia tetap manusia yang memiliki rasa. Meski dia mendapat julukan Bidadari Hati Beku.
Apalagi iapun tahu muridnya itu meski hilang ingatan tetap memiliki naluri seorang lelaki asalkan dia sendiri mau , tidak nanti muridnya itu menolaknya.
Malam kian sunyi, cahaya bintang yang redup menembus lubang-lubang jendela dengan lembutnya.
Di tengah malam yang hening dan sunyi itu, akhirnya Bidadari Hati Beku tidak tahan, ia menjulurkan tangannya dan membelai rambut Sembara yang gondrong terurai di atas bantal, tiba-tiba iapun merasa sangat panas.
Teringat olehnya ketika beberapa tahun silam dia berada bersama Sembara putra Lugina kekasihnya. Bercinta dengan ganas penuh nafsu.
Bersambung.
ns 15.158.61.8da2