Bu Rini baru selesai berdandan, hal yang selama ini hampir tidak pernah dia lakukan. Bujukan Ibunya untuk menemui pria dari rekomendasi temannya ternyata dituruti oleh janda cantik ini. Meskipun dengan berat hati Bu Rini akhirnya menyetujui untuk keluar makan malam bersama pria bernama Adam ini.
TOK..
TOK...
TOK...
Pintu rumah Bu Rini terdengar diketuk dari luar, Bu Rini bergegas keluar dari kamarnya menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.
"Hai."
Terlihat seorang pria dengan tinggi 180 cm, berkacamata, putih, dengan wajah tirus sudah berdiri di depan pintu rumah. Bu Rini sesaat dibuat tertegun oleh kehadiran pria tersebut.
"Aku Adam, orang yang direkomendasikan oleh Bu Sumi untuk mengajakmu makan malam." Kata pria itu dengan tersenyum ramah.
"Oh..ii..iya..silahkan masuk dulu." Kata Bu Rini mempersilahkan Adam untuk masuk ke dalam rumah.
"Silahkan duduk dulu, Aku mau ngambil tas dulu."
"Take Your time."
Kata Adam setelah meletakkan tubuhnya di atas sofa, senyumnya masih saja mengembang saat menatap wajah cantik Bu Rini. Bu Rini beranjak menuju kamarnya, di dalam kamar dia kembali menatap cermin, dilihatnya tiap jengkal permukaan wajahnya, memastikan tidak ada yang salah di sana.
Bu Rini menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan kencang. Malam ini Bu Rini kembali merasakan sebuah kencan buta dengan pria yang sudah menunggunya di ruang tamu. Ada perasaan deg-degan setelah melihat sosok Adam, tapi coba dia sembunyikan. Malam ini lembar baru sepertinya akan tergores dalam perjalanan hidup Bu Rini.
306Please respect copyright.PENANAT27rbmGVKq
***
306Please respect copyright.PENANAGH5TLF8ive
3 TAHUN KEMUDIAN
306Please respect copyright.PENANAJc4Ot48dxy
"Aachh! Aacchh! Fuck!! Terusin Pah!! Terusin!!! Aachh!!!"
Bu Rini terus berteriak kencang saat penis suaminya merangsek ke dalam liang vaginanya. Dengan posisi doggystyle seperti ini Bu Rini begitu menikmati persenggamaannya dengan sang suami.
"Mah, ganti kamu yang di atas." Perintah sang suami pada Bu Rini. Tanpa menunggu lama, Bu Rini merubah posisinya, kini dia berganti yang mengangkangi Adam, suaminya.
"Aaaaaacchhhh Mahh! Sempit banget lubangmu! Ouuucchhhhh!"
Adam berdesis kencang saat secara perlahan Bu Rani menekan pinggulnya ke bawah, memasukkan penis sang suami ke dalam vaginanya yang sudah becek. Perlahan Bu Rini mulai menggoyangkan tubuhnya maju mundur, naik turun, dan sesekali diselingi dengan gerakan memutar seperti biduan yang sedang bergoyang di atas panggung.
Gerakan tubuh Bu Rini yang lincah dan liar membuat Adam semakin keenakan, apalagi terkadang Bu Rini melakukan kegel, hal ini membuat penis Adam seperti dihisap dari dalam oleh vagina Bu Rini. Adam tak mau tinggal diam menghadapi serangan istrinya itu, dua tangannya meremas-remas payudara Bu Rini yang membusung kenyal, tak jarang jari Adam nakal menarik-narik puting keras Bu Rini.
"Aaaauuuwww Mas!! sakiiiitt Maaass, jangan ditarik-tarik gitu!!" Protes Bu Rini dengan manja.
"Heehehehe, gemes Mah sama puting Kamu."
"Nakal."
Bu Rini mendaratkan ciumannya pada bibir Adam, keduanya kembali larut dalam ciuman panas di tengah genjotan tubuh Bu Rini. Bu Rini semakin mempercepat genjotannya, dua tangannya bertopang pada dada bidang Adam, gerakan pinggul yang semakin cepat membuat suara benturan antara pantat Bu Rini dengan paha Adam menimbulkan suara khas tamparan.
"Iyaaahhh Maahh terusin! Iyaahh! Aach!!! Maahh!!!” Adam berteriak kencang, tangannya merangkul punggung Bu Rini yang sudah berkeringat, tanpa di duga Adam sudah memuntahkankan spermanya.
"Loh Maass, kok udah dikeluarin sih ?" Bu Rini terlihat kecewa saat merasakan lubang vaginanya sudah basah akibat semprotan sperma suaminya itu.
"Haaaahh! Haaaahh! Haaahhh! Soriii Mah, udah nggak tahan." Adam masih terengah-engah setelah merasakan ejakulasi.
"Aku belum keluar Mas."
"Habis ini coba lagi ya Mah. Aku istirahat dulu sebentar."
Bu Rini masih terlihat kecewa dengan sikap Adam, sudah hampir 2 tahun menikah dengan Adam, tak sekalipun Bu Rini mengalami orgasme saat bercinta dengan suaminya itu. Adam selalu mengeluarkan "pelurunya" terlebih dahulu meskipun Bu Rini belum sempat merasakan orgasme. Dan setiap kali Bu Rini protes, Adam selalu memberikan alasan yang sama, janji untuk melanjutkan ronde kedua selalu diakhiri dengan dengkuran keras dari sang suami, Adam selalu tertidur setelah bercinta.
Bu Rini mengangkat tubuhnya dari badan Adam, dia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk membersihkan ceceran sperma di dalam vaginanya. Di kamar mandi, Bu Rini menyalakan shower, air hangat yang menerpa tubuh sintal wanita itu sedikit melegakan kekecewaannya, tiba-tiba pikiranya teringat pada sosok Boy.
"Kamu dimana Boy?"
"Tidakkah kau rindu padaku?"
Setelah menikah dengan Adam, Bu Rini nyaris tidak mempunyai kesibukan apa-apa di luar rumah. Rutinitas mengajar di sekolah sudah lama dia tinggalkan, bukan karena hilangnya passion nya menjadi guru telah hilang, tapi lebih pada sikap taatnya pada permintaan sang suami yang melarangnya untuk kembali mengajar.
Bu Rini memang tipe wanita kolot, didikan sang ibu yang selalu berpesan bahwa tugas utama seorang istri adalah mengabdi kepada suami selalu dipegang teguh oleh Bu Rini, meskipun pengabdian itu harus mengorbankan passion yang telah dia bangun sejak masih muda.
Kehidupan rumah tangganya bersama Adam sudah berlangsung 2 tahun, selama itu nyaris tidak pernah ada permasalahan serius yang mereka hadapi. Kemampuan finansial yang dicukupi oleh Adam sebagai seorang pengusaha membuat ekonomi keluarga kecil itu tertata rapi.
Sifat keduanya yang sama-sama sulit untuk terpancing emosi akibat masalah kecil membuat Adam dan Bu Rini tak pernah terlibat pertengkaran sengit. Usia keduanya yang tak terpaut jauh membuat Adam dan Bu Rini sama-sama saling memahami dan mengerti.
Mungkin hanya pada masalah sex yang membuat Bu Rini sedikit tidak terpuaskan. Dari sisi fisik, Adam bisa dikatakan sebagai pria tampan dan matang. Tinggi tubuh yang hampir menyentuh angka 180cm dipadu dengan bentuk tubuh proposional, sebagai seorang pria secara kasat mata harusnya bisa memuaskan hasrat sex Bu Rini yang selalu menggebu-gebu.
Namun pada prakteknya, selama 2 tahun membina rumah tangga, tak sekalipun Adam bisa membuat Bu Rini mencapai orgasme saat bercinta. Meskipun begitu Bu Rini masih bisa bersabar walaupun terkadang muncul rasa kesal saat Adam menyudahi permainan ranjangnya dengan cepat.
Di luar masalah sex, praktis Adam adalah sosok suami idaman. Sikap dewasa, sifat penyabar dipadu dengan pekerjaan yang mapan membuat Adam menjadi suami yang tepat untuk setiap wanita. Meskipun pada awalnya Bu Rini masih sulit menerima kehadiran Adam dalam kehidupannya karena masih terkenang sosok Boy, tapi lambat laun Adam berhasil meluluhkan hati wanita cantik itu. Bu Rini mulai bisa merasakan cinta terhadap Adam.
***
306Please respect copyright.PENANARGPuWYI2NH
Seorang pemuda berusia 20 tahunan tampak sibuk memindahkan tumpukan sayur-mayur dari pinggir jalan ke atas jok sepeda motor butut. Dengan cekatan pemuda itu menumpuk satu persatu hasil sayuran hasil kebun yang baru selesai dipanen ke atas motor, meskipun peluhnya sudah bercucuran, pemuda itu terlihat tak merasakan lelah.
"Hamzah, nanti kalau Kau sudah sampai pasar tolong berikan ini pada Ibumu." Kata Datuk Sangkurun sambil menyerahkan amplop berisi uang kepada pemuda yang dia panggil Hamzah tersebut.
"Baik Pak."
Hamzah menerima amplop tersebut tanpa bertanya apa isinya dan lagsung memasukkannya ke dalam saku celana.
"Bilang pada Ibumu, uang hasil panen musim ini sebagian langsung ditabung ke bank, kalau perlu, nanti langsung Kau antarkan Ibumu ke Bank untuk setor tunai."
"Baik Pak, nanti akan saya sampaikan pesan Bapak."
"Ya sudah kalo gitu, hati-hati di jalan."
Datuk Sangkurun meninggalkan Hamzah untuk kembali ke perkebunan yang hanya terpisah oleh sebrang jalan, meskipun sudah berusia 55 tahun, Datuk sangkurun terlihat masih kuat untuk bekerja di kebun, fisiknya terlihat lebih bugar dibanding dengan orang yang seusia dengan dirinya.
Setelah menyelesaikan tumpukan sayur terakhir dan mengikatnya pada jok motor, Hamzah menyalakan motor untuk menuju ke pasar. Sudah hampir 3 tahun Hamzah, atau yang dulu bernama Boy tinggal bersama Datuk Sangkurun, kehidupannya berubah 180 derajat, pribadinya pun demikian. Didikan keras dari Datuk Sangkurun, Bapak angkatnya, telah merubah Boy menjadi pria yang lebih dewasa.
Tidak ada lagi cerita keributan yang dipicu oleh meledaknya emosi seorang pemuda, kegiatan Boy hanya dihabiskan untuk sekolah dan membantu Datuk Sangkurun di kebun dan terkadang membantu istri Datuk Sangkurun, Bu Misnah untuk berjualan di pasar. Kehidupan sosialnya pun berubah.
Boy jarang sekali keluar rumah saat ada waktu senggang, dia terkesan menutup diri dari kehidupan luar, dia lebih sering menghabiskan waktu senggang di dalam kamar. Hal ini membuat Hamzah atau Boy terkesan misterius di pandangan teman-teman seusianya, nyaris tidak ada yang ditonjolkan oleh Hamzah, kecuali sifat tertutup dan pendiamnya.
"Kau sudah makan Nak?" Tanya Bu Misnah setelah Hamzah selesai menurunkan semua sayuran dari atas motornya.
"Sudah tadi pagi Bu."
"Makanlah dulu habis ini, itu di depan ada rumah makan Padang yang baru dibuka, kata orang-orang enak sekali masakannya."
"Ah, nanti saja Aku makan di rumah Bu, lagipula menurutku nggak ada yang lebih enak daripada masakan Ibu." Jawab Hamzah sambil tertawa ringan.
"Kau ini persis seperti Bapakmu, pandai sekali kalau bersilat lidah."
"Hehehehe, oh iya Bu, ini titipan dari Bapak." Hamzah menyerahkan amplop yang sedari tadi disimpannya di saku celana.
"Kata Bapak, sebagian uang hasil panen musim ini segera ditabung ke Bank, kalau bisa hari ini biar nanti Aku antarkan." Lanjut Hamzah sambil menyeka keringat dari dahinya.
"Nanti saja, Ibu juga masih harus membereskan dagangan kita." Kata Bu Misnah sambil menunjuk tumpukan sayuran yang baru saja diturunkan oleh Hamzah.
"Biar Aku bantu Bu."
"Nggak usah, kau makan saja dulu, ini." Bu Misnah menyerahkan sejumlah uang pada Hamzah.
"Sekalian Kau bungkuskan Aku dan Bapakmu, nanti setelah Kau selesai makan, baru kita pergi ke Bank."
"Baiklah kalau begitu Bu."
Hamzah berlalu menuju rumah makan Padang yang berada di seberang jalan, Bu Misnah melihat punggung Hamzah dari kejauhan dengan tersenyum. Kehadiran Hamzah seolah menjadi obat kerinduan bagi Datuk Sangkarun dan Bu Misnah yang tak kunjung dikaruniai seorang anak.
Sikap dan sifat Hamzah yang penurut dan nggak neko-neko semakin membuat Bu Misnah begitu bersyukur dengan kehadirannya di tengah-tengah keluarga kecilnya. Meskipun terkadang Bu Misnah takut jika Hamzah suatu saat akan pergi dan kembali ke ibu kandungnya, Ranti.
Hamzah sudah berada di depan rumah makan Padang yang dimaksud oleh Ibunya, tempatnya tak begitu luas, di dalam rumah makan itu hanya terdapat empat meja besar yang di tiap sisinya terdapat juga empat kursi plastik yang saling berhadapan.
Di bagian depan rumah makan ada etalase yang memajang berbagai lauk pauk, ciri khas dari sebuah rumah makan Padang pada umumnya. Terlihat ada 3 orang pembeli yang asyik menikmati makanan, sementara sang penjual masih tak terlihat.
"Uniii! Ada yang beli tuh!" Teriak salah satu pengunjung yang mengetahui kehadiran Hamzah.
Tak lama, keluarlah seorang gadis cantik dari dalam rumah. Gadis itu berusia sekitar 19-20 tahun, tubuhnya tak terlalu tinggi hanya berkisar 155 cm, penampilan sederhana dengan balutan jilbab yang menutup kepala tak membuat kecantikannya tertutup juga. Satu yang mencolok dari gadis ini adalah, saat tersenyum terlihat gingsul gigi pada deretan geraham sebelah kiri, pemandangan yang mempercantik senyumnya.
"Mau makan di sini atau di bawa pulang Bang?" Tanya gadis itu pada Hamzah yang secara tak sadar seperti mematung setelah melihat gadis tersebut.
"Di bawa pulang, bungkus tiga."
Jawab Hamzah sambil menyembunyikan ketegunannya pada gadis itu. Gadis itu tersenyum sebentar, kemudian dengan cekatan mulai menyiapkan semua pesanan dari Hamzah. Hamzah sendiri masih berdiri mematung di samping etalase, matanya masih terlalu lekat mengamati tiap gerak gadis penjual nasi padang itu.
Baru kali ini Hamzah "terbius" setelah melihat seorang gadis, setelah dengan Bu Rini, Hamzah sudah tak lagi bisa membuka pintu hatinya pada orang lain. Hatinya sepertinya sudah tertutup rapat terhadap istilah cinta. Tapi siang ini entah karena apa, Hamzah seperti merasakan debar pada jantungnya, debar yang sama saat dia masih bersama Bu Rini dulu.
"Ini Bang, semuanya 42 ribu." Gadis itu kembali menyadarkan Hamzah yang beberapa saat tertegun.
"Oh..iii..iiyaa.." Jawab Hamzah sedikit gugup.
Setelah menyerahkan uang pada gadis itu, Hamzah beranjak pergi, beberapa langkah Hamzah kembali menolehkan pandangannya pada gadis tersebut, tanpa disadari bahwa gadis itu juga melakukan hal yang sama, keduanya saling bertatapan, tak begitu lama tapi sudah cukup membuat dada Hamzah kembali berdesir.
306Please respect copyright.PENANAyhY4ezGeZw
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.45da2