“Software yang kamu maksudkan aku nggak ada masalah. Tapi… kamu membeli gedung di jalan Kinshi-Jinzaburo, ‘kan? Bukannya itu dekat dengan sekolah SMA, Ichikawa-san?”
Kinshi-Jinzaburo sebenarnya bersebelahan dengan jalan Ikeda-minamimachi. Meski dikatakan “bersebelahan” mereka terpaut jarak sekitar 2 km seenggaknya. Tapi bila dari apartemenku, sekitar 2,5 km, pertambahan yang nggak signifikan.
“Ara ara~ sebenarnya aku mendapat ide bar ini darimu, Takeichi-san~! Fufufu,”
(KAPAN, HUHHH?! Aku nggak pernah menyarankan hal itu, apalagi buka bar di dekat sekolah?)
“Jangan melibatkan orang seenaknya, dong!”
Ventine-san yang celingak – celinguk, menoleh ke arahku dan Ichikawa-san. Ia tampak bingung dengan apa yang kami bicarakan.
“Ara~ itu benar, kok! Aku pikir itu nggak negatif. Justru sebaliknya…,”
Ichikawa-san mengatakan bahwa saat pertama kali bertemu denganku, ia ingat sekali dengan mojito mocktail yang kubelikan. Serta alasan konyolku yang sebaiknya nggak usah dibicarakan.
“Kemudian… pria itu mengatakan dengan bangga ‘Nah mayoritas memang, tapi aku mungkin satu – satunya pria yang nggak akan nyentuh alkohol!’ fufufu~ saat itu aku menertawainya. Aku memanggilnya ‘pria cupu’”
“He-hey! Hentikan itu!”
(Aku nggak percaya wanita glamour ini tukang pengungkit aib orang! La-lagipula ya… bagaimana bisa salah seorang pria jelas – jelas menghindari mabuk dibilang ‘cupu’? Siapapun itu tolong katakan, aku hidup di bumi sebelah mana?!)
“Umm… Chiba… cupu.”
“Hey, Ventine-san! Aku nggak ingin kata itu keluar dari mulutmu?”
“Okeeee….” Ventine-san dengan muka datarnya mengangkat dua jempol.
Ichikawa-san mengatakan bahwa ide Mocktail waktu itu sebagai alternatif solusi konsumen yang nggak bisa atau belum boleh mengonsumsi alkohol.
“Dengan begitu, aku nggak terikat aturan umur. Dan juga produk yang kujual nantinya bisa dinikmati oleh siapapun! Semuanya sesuai rencama! Fufufufu!”
“Tapi kamu tahu kalau kata “bar” itu maknanya pemahaman umum secara garis besar adalah tempat menjual minuman berseni dan beralkohol?”
“Jangan khawatir. Aku tinggal menambahkah kata “Cocktail & Mocktail”. Juga… mungkin aku akan buat aturan mengenai batas umur orang yang diizinkan membeli alkohol?”
(Aku paham…. Ichikawa-san telah memikirkan hal ini matang – matang. Tinggal sisanya mengurus di badan yang berwenang.)
Ventine-san tiba – tiba berdiri dan berjalan menjauhi kami. Aku heran, mungkin saja ia bosan?
Tetapi….
Aku nggak menyangka dia membuka kulkasku?
(Kamu mau ambil apa, Ventine-san?)
Tiga kaleng ginger ale. Dia membawa itu untuk diberikan kepadaku dan Ichikawa-san.
“Ara~ kamu baik banget, Ventine!”
“Ventine… ingin menjadi kucing yang baik! umu!” wajahnya tampak penuh tekad. Ichikawa-san memang agak keterlaluan.
Sebenarnya aku nggak ingin terlibat lebih jauh. Tapi karena kini aku telah menyepakati tawaran Ichikawa-san, apa boleh buat. Aku nggak bisa setengah hati. Proposal Ichikawa-san memang terlihat lancar, aku akui idenya brilian.
(Hm… kebanyakan bar meraup untung lebih karena “alkohol” yang digemari semua orang, tapi juga dengan semacam “hostess”. Tapi… karena Ichikawa-san berniat meraih semua umur, aku asumnsikan “hostess” ini nggak mungkin. Aku mengira – ngira apa lagi yang Ichikawa-san rencana, ‘kan?)
Aku membuka ginger ale yang baru saja dibawakan Ventine-san. Aku meneguk sambil memperhatikan rasa dan kesegarannya. Itulah yang kulakukan saat aku memikirkan sesuatu. Lebih tepatnya… aku yakin Ichikawa-san punya jawaban yang pasti.
“Kamu sudah ada gambaran minuman apa saja yang akan dibuat, Ichikawa-san?”
Ichikawa-san tampak optimis. Nah, kepercayaan diri yang bagus.
“Fufufu! Apa saja bisa dicampur yang penting nggak alkohol, ‘kan?”
#Bffffrrrrr!
Spontan aku memuncratkan ginger ale.
“Ara~ joroknya~”
“Chiba… dilarang minum sambil berbicara….”
(Ventine-san, maaf.)
“Kamu ini nggak bodoh ‘kan, Ichikawa-san?”
Ichikawa-san terperanjat.
“EHHHHH~? Memangnya nggak bisa, ya?”
“Kalau semudah itu orang – orang juga buka, kali?”
Seketika Ichikawa-san mengeluarkan segudang alasan yang ia miliki dari mulutnya. Nah, alasan itu hanyalah bukti bahwa dia ini ceroboh dan nggak punya persiapan ke depan. Aku memujinya terlalu cepat. Itu sudah jelas aku nggak merespon kata – katanya terlalu serius.
Tapi di sisi lain….
(Aku jarang sekali berpikir ‘itu bukan ide yang buruk’. Sebagai mantan software engineer aku seringkali menerima kritikan yang membuatku berhenti berpikir bahwa produk akhir yang kukerjakan menghasilkan sesuatu yang bagus. Nah, bagus memang baik. Tapi bagus saja nggak cukup, karena selalu ada yang lebih bagus.)
Sementara Ichikawa-san mengomel atas kesalahannya sendiri karena telah membeli gedung yang berujung idenya mengalami lubang kesalahpahaman, sedangkan aku seadanya merespon seadanya sambil berpikir. Ventine-san, entah mengapa hilir mudik ke dapur. Ke kulkas lagi? Ah, itu bukan hal yang penting.
“Ichikawa-san, bagaimana kalau kamu ubah konsep? Aku merasa masih ada hal yang berpotensi membuatmu masalah kedepannya?”
“Uwuwu~ apakah memang nggak ada jalan keluar lagi, Takeichi-san? Aku nggak kepikiran bisnis lain selain bar! Padahal aku sudah membeli perabotan yang cocok!” Ichikawa-san memohon padaku sambil membungkuk dan memegangi bajuku. Ini jujur sangat menganggu. Persis seperti Ichikawa-san yang putus asa saat pertama kali kami bertemu.
Lagipula, aku nggak percaya banget dengannya. Ingat saat ia merengek kemarin? Dia bermain watak!
(Tch! Kenapa dia malah mewek?! Lagipula.. apa itu ‘Uwuwu~’? ungkapan sedih yang aneh….)
Aku mendengar Ventine-san sedang menaruh sesuatu di dapur. Nah, setidaknya aku mendengar suara gelas?
“Aku nggak bilang kamu harus ganti tema bisnis. Aku hanya ingin bilang sebaiknya kamu bikin “Dry Bar”. Lagipula aku menyadari idemu barusan agak kurang meyakinkan. Menulis di plang “Cocktail & Mocktail” itu sama saja kamu membuka bar. Justru kata“Mocktail” itu nanti akan malah berkesan mengajak ke semua umur untuk bisa memesan Cocktail atau Mocktail!” jelasku padanya.
“Dry Bar? Arara~ aku baru dengar itu….”
(Entah kenapa aku selalu terusik dengan nada erotisnya ‘Arara~’ itu. Lagipula, bagaimana bisa mantan hostess bisa nggak tahu Dry bar dan minim pengetahuan Mocktail?)
Aku menjelaskan padanya bahwa Dry Bar adalah bar yang hanya menjual minuman non alkohol. Minuman yang dijual adalah Mocktail dan hanya itu. Konsepnya masih sama, minuman berseni dan terlihat elegan, hanya saja tanpa alkohol.
“Ja-jadi… aku hanya akan menjual Mocktail?”
“Nggak bisa dikompromi karena kamu berencana membuka bar di tempat yang salah!”
Sesaat kami berdiskusi seru, aku mendengar bunyi seseorang sedang mengocok air. Tentunya, bunyi itu membuat kami penasaran. Kami mendekat ke Ventine-san.
“Ventine-san… sedang apa kamu?”
Aku segera melihat ada satu liter jus lemon lime, sebotol sirup mapel, dan kaleng ginger ale yang terbuka. Ventine-san juga sedang mengocok sesuatu dalam botol plastik yang biasa kubawa saat kerja.
“Ohh… Chiba….” Ia lalu berpaling pada Ichikawa-san. “Tante mesum….”
“Ara ara~ kamu punya keberanian juga?” Ichikawa-san melipat lengan bajunya. Dia… berapi – api ingin meninju seseorang. Jelas aku menghadangnya sebelum bertindak lebih lanjut!
“Aku… bosan. Chiba… Fusae…. Aku coba main – main….. Apa nggak boleh?” Ventine-san memandangku seperti anak kecil yang memohon. Aku tahu bila seseorang dengan mata anak kucing memohon pasti membuatku luluh.
“Ngga… masalah. Tapi kamu main apa?”
Aku dan Ichikawa-san memperhatikan apa yang ia kerjakan. Ia segera menuang sesuatu. Kupikir Ventine-san… telah mencampur tiga benda yang ditaruh di dekatnya?
“Ini….” Ventine-san menyodorkan gelas kaca 350 ml tabung sederhana yang berisi cairan berwarna kuning pucat.
“Aku… berpikir rasanya pasti enak… kalau dicampur - campurin kayak begitu?” Ventine-san yang menunduk ke bawah sambil memainkan jarinya, membenturkan ringan telunjuk kanan kirinya. Tampaknya ia sedikit malu.
Aku mengambil gelas itu dan memperhatikannya lebih dekat. Terdapat gelembung – gelembung kecil, dan bila ditelinga didekatkan terdengar suara soda.
“Boleh kucoba, Ventine-san?”
Cipratan kembang api pada kedua mata Ventine-san langsung membulat mutiara hitam. “Uhm! Uhm!” Ventine-san mengangguk.
Perlahan cairan itu bersalaman dengan lidahku, lantas nggak mudah membiarkanku masuk ke kerongkongan. Aku memutar cairan itu di seluruh ujung lidah, seperti yang biasa kulakukan saat meminum Mocktail.
(Woah~! Asam dan manisnya seimbang dan komplex!)
Aku menggilir gelas itu pada Ichikawa-san. Ichikawa-san mungkin sadar dengan roman wajahku yang terkejut.
“Ara~ Ini Mimosa,”
“Kamu tahu?”
“Ya tentu! Aku juga pernah bekerja di hostess!”
(Hah… kamu menggunakan “hostess” ketika berhasil menebak! Bukannya saat bingung soal Mocktail, ‘kan?)
Kami berdua mulai menatap Ventine-san dengan serius. Kupikir… Ventine-san bukan hanya wanita datar, lambat, lingung, dan agak aneh. Aku salah menilai kalau hanya wajah blasteran dan rudal balistiknya saja yang bagus.
“Jangan menatapku seperti itu…. Umm… apa aku berbuat kesalahan?”
“Hmmm… yosh! Kamu boleh bekerja denganku, Ventine~! Fufufufu!”
“Ehhh~ sungguh?!”
(Oi, oi, padahal kamu tadi memanggilnya kucing loh, Ichikawa-san?)
Dengan begitulah, hari – hariku kembali sibuk. Aku memberi ide Ichikawa-san untuk mencoba - coba resep, trial and error, sebelum merealisasikan Dry Bar nantinya
.
Kami bertiga mulai berbelanja beberapa perlengkapan yang dibutuhkan untuk “Trial n Error” resep Mocktail. Tentu, sebelum memutuskan bahan apa saja, kami mencari informasi di internet dan membeli buku tentang pembuatan variasi Mocktail.
.
.
Dengan begitu… hari – hariku disibukan lagi,
Nah, kali ini aku nggak keberatan. Lagipula…
Mungkin saja nanti aku meminta Ichikawa-san untuk menambahkan produk Tisane?
Tisane… dengan bunga krisan putih.
TO BE CONTINUE
ns 15.158.61.54da2