di sore hari kala hari sedang cerah ia kerap duduk di depan rumahnya, marni ialah seorang wanita yang telah tiba di usia senjanya kerap kali tenggelam dalam ingatan lamanya sambil tersenyum-senyum mengenang masa lalu ia sering kali berpenampilan mengenakan baju kemeja berwarna abu atau coklat muda lengan panjang dipadukan dengan rok hitam 3/4.
aku mengetahui banyak cerita tentang masa lalunya dengan mendiang suaminya hal ini karena aku ditugaskan untuk mengantar bahan makanan secara harian kerumahnya yang telah dibayar bulanan oleh anak-anaknya yang merantau di jakarta dan luar negeri sehingga berkesempatan mendengar langsung cerita-cerita romantisnya dengan mendiang suaminya di era 70an akhir sampai awal 80an.
ia tertawa bahkan menangis kala menceritakan bagaimana pak irsan berjuang untuk dapat mengambil hati ayahnya yang seorang tentara, kala itu adalah malam minggu pertama yang pak irsan habiskan di rumah ibu marni, ia rela mendapat interogasi secara penuh dari ayahnya bu marni yang membuat mukanya pucat pasi dan berkeringat dingin dan bahkan suatu ketika setelahnya pernah mendapat bentakan keras karena pulang membawa bu marni dengan luka lecet karena terjatuh dari motor sehabis membawanya keliling lembang.
masa muda generasinya dipenuhi dengan pengaruh kuat musik dari koes ploes dan juga pembedaharaan kata-kata gombal pak irsan pun untuk bu marni ia dapatkan dan rangkai dari siaran radio dahlia, bu marni selalu bangga menceritakan bagaimana seumur hidup bertemu dengan mendiang pak irsan beliau tidak pernah berkata kasar kepadanya dan bu marni tau ketika marah pak irsan hanya diam kemudian pergi memancing dan saat kembali amarahnya telah tiada.
saat ini banyak foto terpampang di rumah bu marni yang masih tersusun dengan apik, terlihat beberapa foto menunjukan bahwa pak irsan memang tipikal orang yang senang membawa bu marni jalan-jalan ada foto mereka tengah menaiki vespa dan juga honda c70 dengan setelan celana cutbray dan kerah besar yang tren kala itu.
ini adalah tahun kelima pak irsan pergi meninggalkan bu marni dikarenakan serangan jantung yang terjadi dalam tidurnya, aku masih mengingat dengan jelas pagi itu kala bu marni teriak dan menangis dengan sejadi-jadinya sehingga tetangga dengan cepat berkumpul menghampiri, sejak saat itu hari-harinya dihabiskan dengan "merayakan kematian" suaminya dengan cara duduk menerawang di depan rumahnya untuk kembali tenggelam dalam ingatan masa lalunya.
tugas mengantarkan bahan makanan telah berpindah kepada adikku semenjak aku mendapat kerja part time sebagai guru les bahasa inggris di salah satu kelas les di daerah braga dan telah berjalan selama 3 bulan.
dan betapa terkejutnya pagi itu ketika nadin mengantar makanan ia menemukan bu marni sudah tiada dalam keadaan memeluk foto pak irsan di sofa ruang tamu rumahnya..
aku segera mendatangi rumah bu marni dan melihat ia meninggal dalam keadaan tersenyum masih terlihat sedikit sisa air mata di pelupuk kedua mata dan pipinya.. kemudian aku mulai berfikir mungkin selama ini pandanganku telah salah terhadapnya selama lima tahun ia bukan hidup untuk merayakan kematian suaminya tapi justru ia hidup untuk terus merayakan hidupnya dan hidup suaminya, sedangkan keberadaan kehidupan akan indah bila berhasil diisi dengan kenangan berharga dan tiap manusia merupakan seniman terhadap kehidupannya masing-masing, dan kemudian kematian hanyalah pelengkap dari kehidupan manusia yang memiliki akhir, kita semua tau umur semua manusia pendek bila kita bandingkan dengan zaman. namun, dikarenakan hal itu hidup manusia menjadi indah karena dengan jangka hidup yang pendek kita berhasil untuk memasukan kenangan indah dan menua untuk kemudian menjadi lebih bijak.
kali ini giliranku yang menangisi kepergian bu marni, selamat jalan sepasang jiwa yang indah.
146Please respect copyright.PENANAtwov4NouGo
146Please respect copyright.PENANA9in4R3jMVG