Hari ini aku terbangun cukup siang setelah pertempuranku dengan mbak Devi semalam. Aku tak melihat aktivitas dari tante Wulan ketika aku keluar dari kamarku dan mengambil minuman di dapur. Iseng aku menengok kamarnya ternyata tertutup rapat. Aku berpikiran bahwa tante Wulan memang sedang tidak mau diganggu karena ada urusan pekerjaan atau dia sedang capek.
Kembali aku ke dapur dengan perut yang keroncongan dan melihat di sana ternyata tak ada makanan yang bisa aku santap. Hal tersebut menandakan bahwasannya tante Wulan sedang tidak memasak. Solusinya adalah aku memasak mie instant atau pergi ke warung bi Nana, sekaligus lepas kangen setelah sekian lama aku tak berjumpa dengannya.
Aku pun bergegas untuk mandi sebelum pergi ke warung bi Nana. Bukannya apa-apa, semalam setelah pertempuran ganasku Bersama dengan mbak Devi aku tak langsung mandi karena rasa ngantuk lebih menguasai diriku. Jadi untuk menghindari bau-bau lendir yang tidak mengenakkan, aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum pergi ke warung bi Nana.
Setelah memastikan bahwa tubuhku telah bersih dan wangi, segera aku menuju ke warung bi Nana. Akhir-akhir ini aku jarang sekali bertemu dengan bi Nana, karena selain urusan perut dan bawah perut aku tak memiliki kesempatan dengan bi Nana, terlebih lagi kini ada kehadiran dari tante Wulan yang tinggal seatap denganku sehingga aku tak leluasa seperti dulu lagi untuk menyambangi bi Nana. Selain itu juga, untuk bertemu dengan bi Nana selain di warung cukup sulit, karena ia memiliki keluarga dan aku tak enak hati melampiasakan nafsuku di rumahnya lagi. Tetapi, pengalaman menyetubuhi bi Nana di rumahnya merupakan pengalaman yang sangat luar biasa bagiku, terlebih lagi aku terperangkap dalam rencana yang telah ia buat dan itu menambah sensasi tersendiri bagiku.
Tak berselang lama, aku telah sampai di Warung bi Nana yang kebetulan lagi sepi pembeli. Aku melihat dari kejauhan bi Nana sedang membersihkan meja yang kemungkinan tadi sehabis digunakan oleh pelanggannya untuk menyantap makanannya. Aku sangat menikmati pemandangan dimana pantat semok bi Nana bergoyang-goyang mengikuti irama dari setiap Gerakan yang ia lakukan untuk membersihkan meja menggunakan lap makan tersebut.
1833Please respect copyright.PENANAsSnD73ykYU
“auuugghhh…” pekik bi Nana setelah bokong semoknya aku remas dengan ganas sesampainya aku di warungnya.
“kamu ya… jangan nakal ah, nanti kalo diliat orang kan bahaya.” Ucapnya.
“hehehe…. Abis gemes sih bi.” Ucapku cengengesan.
“dasar… anak muda kok nafsunya sama yang udah kendor.”
“kata siapa kendor, tu masih kenceng depan belakang.” Jawabku lagi.
“udah-udah jangan diterusin, masih siang ini.”
“berarti kalo udah malem boleh?” tanyaku sembari tersenyum mesum kepada bi Nana.
“hush….” Ucapnya sambil berlalu masuk ke dapur.
Tak berselang lama, bi Nana Kembali dari dapur dan segera menyiapkan makanan seperti yang biasanya aku pesan, lengkap dengan es teh manis. Bersama dengan itu juga, datanglah satu persatu buruh pabrik yang juga ingin mengisi perut mereka. Hal tersebut tentu saja membuat obrolanku Bersama dengan bi Nana tak begitu cair lantaran kondisi warung yang sedang ramai pembeli.
Warung bi Nana memang tak pernah sepi jika siang hari. Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya, bahwasannya di pinggir kampungku ini terdapat pabrik yang cukup besar dan para buruh-buruh di sana cukup sering makan di warung bi Nana. Baik itu perempuan maupun laki-laki. Tak hanya itu, ibu-ibu rumah tangga disini juga acap kali membeli lauk matang di tempat bi Nana ini untuk mengejar kepraktisan.
Setelah puas memakan habis makananku dan menyedot habis esteh manis dari bi Nana, aku pun bergegas membayar pesananku dan lalu beranjak pergi dari warung bi Nana untuk Kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, aku melihat kamar tante Wulan masih tertutup rapat seperti sebelum sedia kala.
1833Please respect copyright.PENANAzASRR9mIUk
*tok….tok…..tok…..*
“tan, udah makan?” tanyaku dari balik pintu.
“……”
1833Please respect copyright.PENANAAs4520nPcE
Tak ada jawaban dari dalam, aku pun mencoba beberapa kali untuk mengetok pintu kamar Tante Wulan dan menyakan apakah ia sudah makan. Namun tetap saja tak ada jawaban dari dalam kamarnya. Bukannya apa-apa, aku tak melihat masakan di dapur dan itu menandakan bahwa tante Wulan memang sedang tidak memasak, sehingga aku menanyainya, takutnya terjadi hal-hal yang tidak diingikan.
Sejurus kemudian aku menuju kamarku untuk mengambil hpku dan menghubungi tante Wulan. Aku pun mengirimkan pesan yang menanyakan apakah dia sedang baik-baik saja atau tidak. Dan setelah beberapa saat hanya balasan singkat berupa kata “gapapa” yang dikirim tante Wulan terhadapku. Aku pun cukup lega setelah menerima balasan dari Tante Wulan tersebut. Namun, aku merasa bahwasannya ia tidak sedang dalam kondisi yang benar-benar baik-baik saja.
Setelah itu, aku menyalakan komputerku untuk sekali lagi mengecek portofolioku, apakah masih ada kemungkinan untuk bounce back atau memang sudah tak terselamatkan. Dengan perasaan ragu dan deg-degan aku membuka salah satu broker yang menjadi tempatku untuk bermain forex dan crypto tersebut. Dan ternyata memang benar, aku harus menjual rumah ini lalu pindah entah kemana setelah aku lulus demi mendapatkan pekerjaan dan nampaknya memang riwayatku dalam dunia trading telah berakhir.
Sebenarnya bisa saja aku tetap stay di sini atau setidaknya mempertahankan rumahku agar tidak dijual, namun mengingat kondisi kota ini yang minim pekerjaan di bidangku dan kemungkinan kecil orang yang mau mengontrak rumah ini alangkah baiknya jika memang harus dijual Kembali rumah ini. Selain agar tetap terawatk, juga hasil dari penjualan rumah ini akan aku gunakan sebagai pegangan ketika aku menapaki Langkah baru di kota lain nanti.
Namun, perasaan tak rela meninggalkan kisah lendirku di sini Bersama dengan mbak Devi dan bi Nana menjadi salah satu pemberatku untuk beranjak pergi dari kampung ini. Namun, jika terus-terusan begitu, aku juga akan selamanya terperangkap dalam tempurung dosa ini. Toh mereka juga memiliki keluarga masing-masing yang sebenarnya cukup harmonis. Hanya, saja datangnya aku dalam kehidupan mereka adalah sebagai pelengkap nafsu mereka, karena servis dari pasangan mereka kalah telak dariku.
Cukup lama aku melamun di depan monitor komputerku memikirkan tentang Langkah apa yang aku ambil setelah ini. Hingga tak berasa rasa kantuk menghinggapi diriku. Aku memang tipe manusia yang pada siang hari sangat mudah untuk merasa mengantuk dan pada malam hari selalu merasa on fire. Setelah mematikan komputerku, aku pun beranjak dari kursi dan merebahkan diri di Kasur untuk menuntaskan tidur siangku.
Cukup lama aku tidur siang ini dan tak berasa matahari telah tenggelam di ufuk barat dan berganti shift dengan bulan untuk menyinari bumi. Segera aku menuju ke dapur untuk mengambil air putih. Aku pun melihat kamar dari tante Wulan yang Nampak sudah tak tertutup rapat seperti tadi siang. Aku memiliki rencana untuk mendatangi kamar tante Wulan dan menanyakan ada apa dengan dirinya.
1833Please respect copyright.PENANARJhd00hD8k
*tok….tok….tok…”
“tan, boleh Dito masuk?” ucapku sembari mengetok pintu kamarnya.
“iya masuk aja.”
1833Please respect copyright.PENANAQO4Yg7hZJc
Nampak tante wulan sedang duduk di Kasur dengan kaki selonjoran dan punggung bersender pada senderan tempat tidur. Bersama dengan itu matanya focus memainkan hpnya. Perlahan, aku menghampirinya dan duduk di tepi Kasur dekat dengannya. Aku diam beberapa saat memandanginya yang masih focus memainkan hpnya dan tak menghiraukan aku yang kini berada di dekatnya.
1833Please respect copyright.PENANAzgQwvtIXbz
“tante marah ya sama Dito?” tanyaku memecah keheningan.
1833Please respect copyright.PENANAFDFWTsDRH3
Tante Wulan tak langsung menjawab. Beberapa saat kemudian ia meletakkan hpnya dan memandangiku balik. Namun sorot matanya seperti sayu dan menunggu meledak untuk menangis. Benar saja, tak berselang lama tangisnya pun pecah. Ia menutup mukanya menggunakan kedua tangannya dan masih dengan isak tangisnya.
1833Please respect copyright.PENANAf0mPgHC6Lq
“tante…. Tante kenapa?” tanyaku bingung.
“maafin tante, To. Gak seharusnya kita semalam begituan.” Ucapnya masih Bersama dengan tangisnya.
“loh, kenapa tante minta maaf?” tanyaku Kembali.
“Kita ini sedarah to… aku ini tantemu, nggak seharusnya kita ngelakuin itu.”
1833Please respect copyright.PENANA3a1itGZH8L
Aku yang kebingungan untuk merespon apa, memutuskan untuk memeluk tante Wulan dengan maksud ingin menenangkannya. Tante Wulan pun tak menolak pelukanku dan kini ia menangis dalam dekapanku.
1833Please respect copyright.PENANASS9t2g0096
“ssstttt…. Ssssttt…. Aku kan Cuma mau membantu tante.” Ucapku sembari mengusap lembut rambut halusnya.
“tapi nggak gini caranya, To.”
“lantas mau gimana lagi, Tan?”
1833Please respect copyright.PENANAaBCMETYFXu
Tante Wulan tak menjawab dan masih larut dalam tangisnya. Sementara aku masih berusaha menenangkannya dan mengusap-usap rambutnya. Aku sendiri tak habis pikir dengan tante Wulan yang semalam sebegitu liarnya kini menjadi merasa bersalah dan berdosa atas apa yang kita lakukan. Mungkin juga karena semalam terpengaruh nafsu dan penyesalan tersebut baru terjadi setelahnya, entahlah. Setelah cukup tengang dan tangisnya berhenti, aku pun melepaskan pelukanku dan menatap tante Wulan dengan seksama dan sangat dalam dari jarak yang hanya beberapa centi ini.
1833Please respect copyright.PENANAz1jEAQ4bDQ
“udah ya tan, ngga usah merasa bersalah gitu, kita kan Cuma berusaha yang terbaik buat tante.” Ucapku.
1833Please respect copyright.PENANAkAwmZgdI0Z
Tante Wulan pun tak menjawab dan malah memejamkan matanya. Aku yang terbawa suasana pun mengarahkan bibirku kepada bibirnya. Dan terjadilah French kiss antara aku dan tante Wulan, ternyata juga tak ada penolakan dari tante Wulan ketika bibirku mendarat di bibirnya dan selanjutnya lidah kami saling beradu satu sama lain.
1833Please respect copyright.PENANA6OtJK4RYqp
“egggghhh…” pekikku tertahan ditengah percumbuan kami, karena bibirku digigit dengan kasar oleh tante Wulan.
“kamu ya…. Semalam, bukannya tidur nemenin tante malah keluyuran ke rumah mbak Devi.”
“kok tante tau?” ucapku pura-pura tak tau tentang akal bulus yang telah mereka jalankan.
1833Please respect copyright.PENANAToSalV0zXq
Tante Wulan pun tak menjawab dan malah Kembali menyosor bibirku dan mendorongku agar aku ambruk di Kasur. Nampaknya penyesalan yang terjadi pada diri tante Wulan hanya berjalan beberapa saat, buktinya kini ia telah Kembali liar dan buas seperti kemarin malam. Bersama dengan ia yang kini menindihku, dengan perlahan ia melepaskan pakaian yang ia kenakan Bersama dengan celananya dan tinggal menyisakan pakaian dalam yang masih dibiarkan menempel pada tubuhnya.
ns 15.158.61.8da2