Aku pulang ke rumah masih dengan pikiran yang berkecamuk. Pikiranku terus berkutat tentang bagaimana caranya aku bisa menikmati tubuh dari bi Nana tersebut. Sebuah clue sudah terbuka tentang suaminya yang diserang beberapa penyakit yang mana aku Yakini servisnya terhadap sang istri pasti tidaklah maksimal. Selanjutnya tinggal bagaimana cara eksekusinya saja yang harus aku pikirkan.
Aku pun membuka komputerku untuk mencari-cari referensi tentang bagaimana orang-orang dapat menikmati tubuh dari orang yang mungkin tidak menunjukkan ke-binal-an mereka, namun dari beberapa referensi yang aku dapatkan, kebanyakan dari hal tersebut tidaklah berjalan natural. Terdapat referensi lain yang secara eksplisit mengatakan jika memang dia membutuhkan maka bisa saja kamu paksa untuk melayani nafsumu, maka dari yang semula penolakan akan berubah menjadi penerimaan.
Aku melihat diriku sendiri mungkin tidak memiliki keberanian yang cukup jika harus memulai tanpa ada tanda-tanda dari lawan yang memang haus akan belaian. Tapi mungkin bisa dicoba dengan referensi kedua tersebut. Aku berfikir rencana apa yang aku jalankan untuk mengeksekusi bi Nana tersebut.
….
Aku melakukan beberapa pengamatan yang dapat mendukung rencanaku tersebut, termasuk mengamati tentang lokasi yang akan aku jadikan sebagai tempat untuk melakukan eksekusi, yaitu warung bi Nana sendiri. Selanjutnya aku memikirkan tentang bagaimana aku bisa menyelinap pada warungnya untuk bisa memuluskan rencanaku tersebut. Termasuk caraku melarikan diri jika suatu hal yang tidak aku inginkan terjadi.
Semalaman aku terjaga untuk bisa melancarkan aksiku tersebut, hingga tiba waktu subuh, dimana bi Nana biasanya setelah subuh menuju warungnya untuk mempersiapkan masakan yang akan ia sajikan di warungnya. Biasanya sebelum para pekerja disini berangkat, mereka akan membeli makanan di warung bi Nana, terlebih desa ini kebanyakan diisi oleh para pekerja pabrik.
Aku sudah bersiaga di sekitar warung bi Nana saat itu ketika aku melihat bi Nana dengan perlahan membuka kunci warungnya. Entah semesta mendukung atau memang biasanya begitu, ia membiarkan pintu itu terbuka sedikit, yang dari situ bisa aku ketahui bahwa pintu itu tidak terkunci.
Setelah memakai topengku, aku mulai bergerak mendekat menuju warung bi Nana. Dengan berjalan mengendap dan sangat hati-hati aku mulai memasuki warungnya. Dan benar saja, ia sedang di dapur memasak hidangan untuk warungnya. Saat itu ia mengenakan daster terusan gombrong yang tetap saja tidak bisa menyembunyikan lekukan tubuhnya, terutama pantatnya.
Saat aku memasuki warung, aku melihat plastic minyak goreng yang masih utuh, yang mungkin ia bawa dari rumahnya. Aku pun memiliki ide untuk melumasi kontolku dengan minyak goreng agar rencanaku berjalan lancar dan cepat. Aku menunggu momen saat ia sedang menungging dan mengaduk-aduk masakan yang ia buat untuk langsung segera aku angkat dasternya dan aku sodok dari belakang. Hal tersebut lantaran kompor yang ia gunakan terletak di bawah, sehingga ia sering nungging untuk mencicipi ataupun mengaduk masakannya.
Momen itu pun tiba, dengan perlahan aku melorotkan celanaku yang sudah tanpa celana dalam dan dengan posisi kontolku yang udah menegang, kemudian berjalan ke arah dapur dan mulai menjalankan aksiku. Ketika sudah dekat segera aku bekap mulutnya dengan tangan kiriku dan aku naikkan dasternya, ia tampak memberontak. Namun karena ia kalah postur dan tenaga, ia tak bisa berbuat banyak. Setelah itu aku robek cd nya dan mulai menggesek-gesekan kontolku yang telah aku lumuri minyak goreng ke area kewanitaannya. Ia terus berusaha memberontak, namun semuanya masih bisa aku atasi.
Perlahan namun pasti, mulai dari kepala kontolku hingga batangnya mulai masuk ke dalam memeknya. Ia tampak mendesah pelan dengan diiringi oleh tangisannya. Aku genjot secara perlahan memek dari bi Nani yang membuatnya masih terus terisak namun tidak bisa menyembunyikan kenikmatan yang ia rasakan.
3166Please respect copyright.PENANAXFBofQZ4B5
“udah lah bi, tak usah menangis, aku tau kalo bibi juga kangen sama kontol kan?” ucapku sambil terus mengatur tempo genjotanku.
“gimana kontolku? Nikmat kan?” ucapku sembari terus menggenjotnya.
“hikh…mmmhhh….” Cuma itu yang keluar dari mulut bi Nana.
3166Please respect copyright.PENANAbLjZaCcS7j
Sementara bi Nana yang masih aku bekap terus terisak, namun yang keluar dari mulutnya adalah desahan kenikmatan yang berusaha ia tahan. Setelah penolakan darinya mulai mengendur, aku pun melepas bekapanku dengan masih menggenjotnya.
3166Please respect copyright.PENANA5hJG4xi2fV
“mmmhhhh…. sssiapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucap bi Nana yang masih terisak.
3166Please respect copyright.PENANAJWHEnl1nYQ
Aku tak menjawabnya dan terus menghentakkan penisku ke dalam mekinya. Namun tiba-tiba saat hendak menghentakkan penisku agar lebih dalam masuk, dengan momentum yang tepat, bi Nana berbalik badan dan membuat kontolku terlepas dari mekinya lalu mendorongku.
3166Please respect copyright.PENANABsgZFMtseb
“auhh…” pekiknya.
3166Please respect copyright.PENANAECeo7DIjox
Karena aksinya tersebut, kakinya mengenai panci yang ia gunakan untuk memasak dan kuah dari masakannya mengguyur kakinya . Lalu ia pun mengambil pisau yang ada di lemari gantung warung itu dan mengacungkannya ke aku yang karena dorongannya aku tersungkur ke lantai.
3166Please respect copyright.PENANAewnDYJ7nXZ
“siapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucapnya Kembali dengan nada tinggi dan air mata masih menetes dari matanya.
“tenang bi… tenangg…..” ucapku panik. Aku berusaha berpikir untuk tidak kabur, karena aku meyakini bahwa bi Nana tidak mungkin melakukan hal bodoh.
“aku Cuma mau memberikan bibi kenikmatan yang selama ini nggak bibi dapatkan dari suami bibi.” Lanjutku menerangkan.
“buka topengmu!” ucapnya sembari mendekatkan pisau ke arahku.
“iii….iya bi, ini aku buka. Tapi bibi tenang ya…” Jawabku tergopoh-gopoh.
“buka!” ucapnya dengan lantang sambil mengarahkan pisau ke arah leherku.
3166Please respect copyright.PENANA2oJItWaf21
Aku pun membuka topengku. Dan bi Nana Nampak terkejut jika sesosok dibalik topeng tersebut adalah aku. Pisau yang ia pegang pun ia jatuhkan dan berniat beranjak pergi dari warung meninggalkanku. Namun dengan sigap segera aku naikkan celanaku dan aku memeluknya dari belakang.
3166Please respect copyright.PENANAIsGEDhii7p
“kenapa kamu tega sama bibi, To.” Ucapnya dengan nada kecewa diiringi dengan isak tangisnya.
“aku nggak punya maksud jahat bi, Cuma mau memberi kepuasan buat bibi. Aku tau setelah bibi cerita kalau suami bibi kena penyakit jantung dan diabetes, dimana kemungkinan membuat suami bibi impoten, makanya aku ngelakuin ini karena aku tau kalo bibi juga butuh.” Jawabku dengan tenang dan yakin.
3166Please respect copyright.PENANAE5d8tEUub3
“tapi nggak gini caranya, To.” Jawabnya masih dengan isakan tangisnya.
“udah, bibi duduk dan tenang dulu ya..” ucapku sambil membimbingnya duduk di kursi warungnya.
3166Please respect copyright.PENANAQGbt6CT8Fr
Syukurnya bi Nana nurut dan mengikuti arahanku. Kali ini ia sudah lebih tenang dan ia meringis kesakitan karena tadi kakinya menyenggol panci. Aku pun merasa bersalah atas aksiku tadi.
3166Please respect copyright.PENANAx9HKW4dsCT
“Bi, maafin Dito ya. Gara-gara dito kaki bibi jadi begini.” Ucapku dengan nada merasa bersalah.
“gapapa kok to. Besok juga sembuh.” Ucapnya melunak.
3166Please respect copyright.PENANAETziGYN2Ec
Aku menangkapnya sebagai lampu hijau, lantaran bi Nana sudah tidak lagi marah denganku.
“Yaudah bi. Bi Nana pulang aja ya, biar dito belikan obat di apotek buat bibi.” Ucapku
3166Please respect copyright.PENANAhfYwzzne3P
Bi Nana hanya mengangguk dan lalu membereskan segala kekacauan yang ada dengan kaki terpicang yang tentunya dengan sigap aku membantunya. Setelah semuanya beres, bi Nana mengunci warungnya dan beranjak pulang yang jarak rumahnya tak jauh dari sini. Sementara aku langsung Kembali ke rumah untuk mengambil motor dan langsung menuju apotek.
Tak berselang lama aku pun sudah berada di rumah dari Bi Nana. Ketika aku sampai, ternyata bebarengan dengan anak dari bi Nana yang hendak berangkat ke sekolah. Dari seragamnya ternyata mereka masing-masing anak SMA dan SD. Mereka pun menyapaku dan lalu bergegas pergi menuju sekolah mereka. Karena kurangnya pergaulanku dengan warga sekitar, aku hanya mengetahui rumah bi Nana saja, tanpa mengetaui anak dan suaminya.
3166Please respect copyright.PENANAw8E6Q67LR8
“berarti emang jarang dijamah sih itu goa. Udah punya dua anak masih lumayan seret juga.” Ucapku dalam hati.
Sesampainya di depan pintu, aku pun mengucapkan salam dan lalu dipersilahkan masuk oleh bi Nana karena memang pintunya tidak di kunci. Aku pun lalu masuk dan melihat bi Nana sedang mengompres kakinya dengan es batu yang lalu aku hentikan hal tersebut.
“jangan dilanjutin bi ngompres dengan es-nya. Nanti malah semakin parah.” Ucapku sambil mengambil es batu dari tangannya dan menaruhnya di wadah.
Lalu aku pun mengeluarkan obat yang telah aku beli tadi dan segera mengoleskannya ke kakinya. Setelah Nampak meringis kesakitan karena olesanku tersebut, akhirnya ia Nampak lebih mendingan.
3166Please respect copyright.PENANAhcG75yIxtS
“maafin Dito ya, Bi. Semua ini salah dito. Coba aja Dito…” belum sempat aku melanjutkan omonganku, bibi menghentikan omonganku dengan memelukku erat. Aku yang terkaget pun hanya bisa diam dan membalas pelukannya. Mungkin itu caranya agar aku tidak melanjutkan omonganku yang mungkin akan terdengar oleh suaminya di dalam.
3166Please respect copyright.PENANAWUusfpNcf4
Terasa empuk sekali dadaku karena bersentuhan dengan dada Bi Nana. Ketika bi Nana memelukku, mataku malah focus pada bongkahan pantat dari bi Nana yang nyeplak dengan dasternya.
3166Please respect copyright.PENANAczGyKJylod
“Bibi maafin kamu, To. Tapi lain kali jangan ngagetin bibi ya.” Ucapnya sambil mendorong tubuhku lepas dari pelukannya dan menatap mataku dengan tatapan sayu.
ns 18.68.41.175da2