742Please respect copyright.PENANAlmbPXrJMyj
"Ya udah… Kasian…" putus istriku.
742Please respect copyright.PENANAvF9bAKvQ2z
Beriringan aku menggiring Vivi, Nirmala, baby sitter bernama Sri dan Benget membawa berbagai bawaan mereka menuju lantai dua bersama istriku. Di depan tangga aku menyerah dan memilih ngedeprok di sofa merebahkan tubuh yang pada sakit semua. Si Benget menemaniku.
742Please respect copyright.PENANAzGhcCXkb6h
"Beneran gak pa-pa kami di sini, bang? Ngerepotin, kan?" tanya Benget menanyakan ini kembali.
742Please respect copyright.PENANAanhEf7DI0V
"Kalo orang rumahku bilang gak pa-pa ya artinya gak pa-pa, Bens… Kan kau duluan yang bawa Nirmala sama Sri kemari… Orang rumahku itu orangnya gak tegaan gitu… Pasti dia ngerasa kasian sama Nirmala dan repotnya ngurusin bayi sekecil itu… Kalo kau aja yaa… los (biarin)…" kataku menjelaskan. "Kau tengok aja… aku yang lakiknya luka-luka gini… dia ngurusin Vivi sama Nirmala duluan, kan?" kataku sambil mainan HP, mengirim beberapa pesan pemberitahuan. Permisi gak masuk kerja pada kak Sandra mengabarkan keadaanku yang babak belur begini.
742Please respect copyright.PENANAtgh3POwdfc
"Luka-luka abang kan udah diobatin Vivi duluan…" kata si Benget. Memang sebelum meninggalkan rumah mereka yang berantakan, Vivi menyempatkan membersihkan, membubuhi obat dan membalut luka-luka di sekujur tubuhku. Rata semua bagian tubuhku terkena luka. Lebam, koyak, lecet, gores. Tidak ada yang harus dijahit ato patah hingga cukup memakai peralatan rumahan saja. Vivi melakukannya dengan senang hati karena secara kronologis dialah penyebab semua luka-luka ini.
742Please respect copyright.PENANAFuUasPR9Xc
Vivi
742Please respect copyright.PENANAT9X9axQvO5
742Please respect copyright.PENANADIxsRkRggv
742Please respect copyright.PENANAttftvTRtR5
"Vivi maunya… jadi pacar bang Aseng aja…" kejadian saat kami masih di dalam daerah kekuasaanku itu.
742Please respect copyright.PENANAp7DvtdU5Pw
"Mana bisa, Vi… Awak kan udah punya istri… Bukan cuma pacar yang bisa awak putusin… Gak bisa-la, Vi…"
742Please respect copyright.PENANAJlh0LXHJ8y
"Trus empat perempuan itu apa?" desaknya sengit.
742Please respect copyright.PENANANvB4Fma79s
"Cuma selingkuhan aja, Vi… Gak sampe dipacari… orang ada suaminya, kok… Udah segitu aja namanya… Nanti kena azab awak ngebicarainnya…" jawabku habis argumen.
742Please respect copyright.PENANA6QuNh3wePD
"Ya udah Vivi juga jadi selingkuhan abang… Kok repot…" putusnya.
742Please respect copyright.PENANAFYK8jOUnu7
"Cari pacar normal napa, Vi… Sama si Bens misalnya?" kataku mencari alasan secepatnya.
742Please respect copyright.PENANAs38ygSpHAL
"Trus kami jadi lesbi gitu…" Kimak! Si Benget dianggapnya perempuan juga walo casingnya pria macho begitu. "Malas-ah… Trus… Gimana kalo Vivi maunya cuma bang Aseng aja?… Sukanya cuma bang Aseng aja…"
742Please respect copyright.PENANAZnAjUHUC37
"Jadi Vivi ngirim Banaspati itu karena cemburu sama awak…" simpulku.
742Please respect copyright.PENANA1kwcvUXLkc
"He he hehe… Iyalah… Abis abang nakal banget gitu… Segala binik orang juga diembat… Sori ya, bang… Abis abang gitu, sih…"
742Please respect copyright.PENANArhvcVPcWNs
"Kenapa harus suka sama awak sih, Vi? Cari yang lain aja napa? Nanti Vivi bisa kenapa-kenapa-loh…" kutakut-takuti dia.
742Please respect copyright.PENANAuPapJEjKcF
"Gak apa-apa…"
742Please respect copyright.PENANA8AyhPCu2Gq
"Gak bisa-loh, Vi… Suer gak bisa…" aku bingung harus memberi alasan apa.
742Please respect copyright.PENANAT2kXkchQMR
"Ya udah… Nanti kukasih tau aja sama kakak… tentang perempuan-perempuan itu… Apa-yah nanti katanya?" Lah? Mampos aja aku kalo dia mengadu pada istriku tentang keempat perempuan itu. "Kami kan lumayan akrab… Mungkin lama-lama nanti seperti istri tua dan istri muda… Ha ha hahaha…" Mampos aja!
742Please respect copyright.PENANAhlRVcvvTVb
Ada tiga kamar kosong di lantai atas sana dan dua kamar disiapkan untuk mereka semua. Istriku taunya kalo Vivi dan Benget itu suami istri seperti pengetahuan semua warga blok YY ini walo segitunya penampilan si bencong itu. Mereka hanya menyayangkan pilihan Vivi mempunyai suami dengan pembawaan seperti itu. Paling yang lebih heran adalah si baby sitter Sri, yang sehari-hari tinggal bersama mereka karena Vivi dan Benget tak tidur sekamar. Vivi lebih memilih tidur dengan bayinya Nirmala dan Sri sementara Benget tidur sendirian. Jadi dua kamar itu didiami Vivi, bayinya dan Sri di kamar satu dan Benget di kamar kedua sendirian sambil menunggu rumah mereka diperbaiki dari kerusakannya.
742Please respect copyright.PENANAileKdEov5z
Kalo cuma menampung mereka semua di rumahku itu bukan masalah besar karena istriku sudah mengenal Vivi dan keluarga anehnya terlebih dahulu. Semenjak permasalahan dengan Kuyang tempo hari, Vivi kerap menyambangi kediaman kami sekedar menyapa, membawa makanan dan ngobrol-ngobrol bahkan saat aku tak ada di rumah. Apalagi saat kuceritakan kalo bayi Nirmala sempat diincar setan Kuyang ia tambah simpatik pada keluarga Vivi dan semakin akrab. Itu juga mungkin yang menjadi faktor kenapa istriku tak keberatan menampung mereka untuk sementara.
742Please respect copyright.PENANAi7ONrrFbLz
Yang menjadi masalah bagiku sendiri adalah keinginan hati Vivi untuk menjadi pacar selingkuhanku dengan ancaman pengetahuannya tentang skandalku dengan empat orang binor itu, yang salah satunya ia kenal orangnya; Amei. Dengan semua perempuan-perempuan itu statusnya adalah binor dengan suami jelas sah yang pastinya bisa dilimpahi tanggung jawab kalo mereka hamil akibat ulahku. Ada sih si Benget yang berperan sebagai suami boongan. Tapi mereka tak punya status hukum yang jelas, bahkan bisa dibilang kumpul kebo mengingat jenis kelamin Benget di KTP pastinya masih pria. Mereka tak pernah menikah yang membuat status asli Vivi saat ini masih gadis. Mungkin juga masih perawan. Karena menurut ceritanya setelah kebakaran yang ada sedikit menyerempet masalah gebetan yang menyebabkannya nekat pergi dari rumah untuk ke perkemahan itu, ia tak pernah dekat sama sekali dengan kaum Adam terutama masalah asmara.
742Please respect copyright.PENANAyRUwhdNkkz
Menjadi pacar seorang pria dewasa menikah sepertiku tak akan jauh-jauh dari yang namanya urusan ranjang. Ini yang kutakutkan. Aku jelas mau aja, laki-laki… buaya. Nah kalo dia yang mau, gimana? Kan akunya jadi enak… Ha ha hahaha.
742Please respect copyright.PENANAz1eB7FNhfz
"Maaf ya, Vi… Awak waktu cuma iseeeeeng aja… Iseng-loh, Vi… Cuma awak pegang sekali aja-nya… Sekali aja… Nyut! Langsung lari awak… Udah cuma sekali itu aja tok… Maaf-maaf mohon maaf yang sebanyak-banyaknya…." kataku sampe menyembah-nyembah tentang kasus aku meremas payudaranya saat ia mengantuk menunggu bu Karina datang meminta hadiah itu.
742Please respect copyright.PENANAXsa3eOPQWu
"Gak bisa… Bang Aseng harus bertanggung jawab… Itu sudah jadi prinsipku… Si Bens aja gak pernah berani pegang-pegang,.. Tubuhku ini cuma boleh dipegang oleh lelaki yang kusuka… Dan saat ini itu abang Aseng… He he hehe…" benar kata si Benget kalo cara pikir Vivi ini sangat sederhana tetapi keras memegang prinsipnya. Dan konsep anehnya ini adalah pria pertama yang menyentuh dirinya adalah orang yang berhak atas dirinya. Kalo itu kakek-kakek tua yang gak sengaja tersandung dan memegang teteknya saat terjerembab di depan dirinya? Gimana? Apa harus kakek tua yang menjadi pasangannya?
742Please respect copyright.PENANA0IZQlbTHYa
"Trus kakakmu (istriku) gimana?" aku mengkonfrontirnya dengan istriku.
742Please respect copyright.PENANANkuVO7hlYh
"Kakak ya kakak… Vivi ya Vivi… Kenapa rupanya? Kakak ya tetap istri bang Aseng… Vivi saat ini pacar selingkuhan bang Aseng aja…" entah konsep apa yang dipakainya saat ini aku gak tau.
742Please respect copyright.PENANAZfGfruJP9l
"Oo… Kalo gitu cuma status aja, ya? Tapi gak ngapa-ngapain?… Gak minta diajak jalan-jalan… Gak minta nonton… Gak minta ini itu…" entah ini maksudnya. Pacaran ala anak ABG yang cuma pacaran online dan jarang ketemu. Gak sampe sebulan putus karena alasan yang jelas.
742Please respect copyright.PENANAJSwl8Z16AE
"Kalo jalan-jalan Vivi bisa sama si Bens… Bisa nonton, makan, shopping, ke salon, nongkrong… Dia kan pasangan lesbi Vivi sejak dulu… Bisalah disayang-sayang sama abang sekali-kali, bang?… Kan pacar… Ya?" desaknya. Aku mengacak-acak rambutku yang mendadak sangat gatal lebih kepada karena kepalaku terasa kremut-kremut pusing atas apa yang menimpaku saat ini. Makin banyak aja masalah yang menimpaku.
742Please respect copyright.PENANACLnwP9TLSM
"Ya-ya? Jadian kita, kan?" dibuatnya kek pacaran anak SMP.
742Please respect copyright.PENANAydUgNa8Ll3
—————————————————————————-
"Ini bukan kecelakaan lalu lintas, ma…" kataku saat istriku membersihkan ulang luka-luka ini di dalam kamar. Ia diam saja dan terus membersihkan luka-lukaku dengan alkohol pembersih. Lalu diolesinya obat luka. Segala macam plester yang dipasang Vivi dilepasnya karena luka itu hanya lecet-lecet yang mudah mengering. Hanya luka yang agak dalam yang ditutupinya dengan kain kasa lalu dibebat plester. Yang utama adalah di dahi dekat mulai tumbuhnya rambut, sekitar dada, di belakang punggung, semua buku jari tangan dan kakiku.
742Please respect copyright.PENANAij6W0wzKL7
"Tau, pa… Ini masalah Menggala-Menggala-mu itu, kan?" tebak istriku dengan tepat karena ini bukan kejadian pertama kalinya ia harus merawat luka-lukaku. "Misnan udah mama suruh bawa Supra papa ke bengkel untuk diperbaiki… Satu dua hari mungkin udah selesai…" sambungnya agak dingin. Entah apakah dia sudah mencium gelagat aneh tentang Vivi ato cemana. Karena insting istriku biasanya sangat kuat.
742Please respect copyright.PENANA5bEBIgiL53
"Ternyata… Vivi itu secara gak sadar punya tiga Banaspati yang ngikutin dia, ma…" kataku berusaha menjelaskan situasinya sedikit. Tapi ia menggeleng pertanda ia gak mau tau tentang masalah itu. Tak kulanjutkan cerita tentang Banaspati itu. Ia sama sekali gak mau tau menau masalah supranatural yang kucimpungi. Netranya hanya mau melihat tentang alam nyata dan lebih baik buta tentang alam ghaib. Ini prinsipnya juga.
742Please respect copyright.PENANAB2kVGAVtBq
"Mama tau Vivi itu suka sama papa, kok… Mama udah liat dari pertama kali dia datang kemari…" ia tak menatapku sama sekali mengatakan kalimat barusan. Ia hanya fokus pada luka-lukaku. "Bodoh aja kalo orang-orang pada percaya kalo bencong seperti itu bisa jadi lakiknya… Gak perlu sekolah tinggi juga awak dah paham…" ia mengoles obat luka pada lecet-lecet di tanganku. Ini bekas tergores kaca lemari hias rumah Vivi.
742Please respect copyright.PENANApJq9ErxEPI
"Yang mama gak tau… apa papa juga suka sama dia?" ia berhenti sebentar, menatap mataku juga sebentar lalu meneruskan kegiatannya.
742Please respect copyright.PENANABHTUZSL9R8
"Janjiku masih seperti yang dulu… hanya mama seorang…"
742Please respect copyright.PENANA1io0isDGq7
—————————————————————————-
"Lemes amat, bang Aseng?" sapa Vivi saat aku duduk meregangkan badan di teras depan rumah siang ini. Daerah kolam renang masih menjadi daerah terlarang karena batu apung bulat panas itu masih mengkontaminasi tempat itu. Anakku Rio uring-uringan karena gak bisa nyebur ke kolam kesukaannya. Apalagi air kolamnya juga kering. Kapur sirih belum selesai proses pembuatannya yang lumayan lama. Tiga buah batu apung bulat itu kukumpulkan di atas paving block karena kolam rendah itu takut rusak akibat radiasi panasnya.
742Please respect copyright.PENANAXvWFqNot5r
"Masih sakit semua badanku, Vi…" orang rumahku membuatkan air rebusan jahe, sereh dan sedikit madu yang tinggal setengah gelas. Ia menarik sebuah kursi lainnya untuk duduk dekat denganku.
742Please respect copyright.PENANAKosI8L0Sfr
"Dibersihkan ulang sama kakak ya, bang?" katanya menjawil luka beroleskan obat luka berwarna coklat keemasan itu. Aku berusaha menepis tangannya yang gak steril. Gak lucu aja harus infeksi karena tangan isengnya yang abis megang apa. "Plesternya pada dicopotin semua… Karya indah untuk kekasih hatiku…" kutepis lagi tangannya.
742Please respect copyright.PENANAtCAovurqcy
"Dia udah tau-loh Vi… kalo Vivi suka sama awak…" kataku langsung terus terang. Matanya membelalak tak percaya.
742Please respect copyright.PENANAxRa37GAKQL
"Bagus, dong? Abang minta seserahan berapa? Abang Aseng kan orang Padang… yang ngelamar yang perempuan, kan?" katanya malah nyeplos yang enggak-enggak.
742Please respect copyright.PENANAvapHOelWO6
"Gilak kao, Vi…"
742Please respect copyright.PENANAbdM8kHDWef
"Bukannya kakak udah ngasih restu? Berarti udah lampu ijo, kan?" katanya berbinar-binar. Cam betol aja dibuatnya. "Aww!!" kusentil jidatnya pake tangan kiri.
742Please respect copyright.PENANApSgxehFShO
"Sakit, bang… Dah gak cinta lagi nih kayaknya…" ia mengelus-elus jidatnya sendiri. "Apa itu? Satu?" tanyanya saat aku mengacungkan satu jariku padanya. Satu jari telunjuk kanan.
742Please respect copyright.PENANAJkDj2DHl9q
"Udah paham kan kenapa awak selalu membuat perjanjian-perjanjian itu?" tanyaku. Bagi Vivi yang sudah menyaksikan aku melakukan tiga kali perjanjian tiga pasal pada ketiga binor dan pasutri minus Mayu-chan, setidaknya Vivi yang merupakan mahasiswi pintar ini akan paham fungsinya. Ia mengangguk paham kurang lebihnya.
742Please respect copyright.PENANAkGetuMwqYA
"Awak cuma punya satu perjanjian dengan kakakmu itu… Cuma satu pasal aja… Hanya dia yang ada di hatiku…" kataku terus mengacungkan jari telunjuk tanganku.
742Please respect copyright.PENANAJG1mpDXogR
"Aww… co cwiiitt…" seru Vivi seperti meleleh mendengar isi perjanjian sakral yang dulu kuikrarkan pada istriku.
742Please respect copyright.PENANAGQrMWP7q2c
"Itu artinya kalo awak cuma punya satu istri, Vi… Gak ada kedua ketiga empat trussss…" tanganku berputar-putar ke hitungan seterusnya. Matanya mengikuti gerakan tanganku.
742Please respect copyright.PENANAHSOr8m8pqP
"Jadi Vivi cuma jadi pacar selingkuhan terus, dong?"
742Please respect copyright.PENANANOKRNU6FE1
"Makanya Vivi cari cowok yang bener, dong? Apa mau si Bens awak tatar biar agak macho dikit? Biar gak melambai kali…" kataku terus mencomblangkannya dengan si Benget. Tapi ia hanya merengut.
742Please respect copyright.PENANAwQ0USqkt4L
"Udah makan?" tanyaku tak berminat membahas hal itu lagi.
742Please respect copyright.PENANAGfZioZP071
"Udah… Tadi makan bareng Rio rebutan telor mata sapi… pake kecap…" jawabnya malas-malasan. Mereka berdua punya kesukaan yang sama akan telor mata sapi jadi bisa lumayan nyambung kalo ngobrol.
742Please respect copyright.PENANAVtzftO1LHB
"Nirmala gak pa-pa?" tanyaku.
742Please respect copyright.PENANAzahMIYOw52
"Gak pa-pa… Tadi masih tidur di kamar… Masih dijagain si Sri…" jawabnya lagi malas-malasan.
742Please respect copyright.PENANAp0uSLB0yHn
"Udah mulai nyari tukang untuk memperbaiki rumahmu?" tanyaku. Komunikasi kami kek pasangan yang lagi marahan aja jadinya. Dingin dan kaku. Padahal sebelum masalah ini mengemuka, kami bisa ngobrol seperti teman biasa aja. Perasaan Vivi membuat relasi kami menjadi aneh begini. Aku bisa bercanda-canda seperti biasa dan ia menanggapinya dengan candaan juga. Di kampus juga ia biasa aja saat menjadi dosen sementara.
742Please respect copyright.PENANAyNJi20IzYD
"Itu urusannya si Bens… Vivi gak ngerti begituan… mantan tukang…" kata Vivi masih kaku seperti itu.
742Please respect copyright.PENANA82Hrk29jzs
"Si Bens mantan tukang bangunan?" tanyaku baru tau. Dari bodinya sih cocok.
742Please respect copyright.PENANAOx935PfIrP
"Bukan… maksudnya abang… Mantan tukang selingkuh…" lanjutnya. Mantan tukang selingkuh? "Abang gak boleh lagi selingkuh-selingkuh dari kakak… Awas aja kalo ketauan sama Vivi lagi…" ia mengancamku dengan menunjuk hidungku. Dia udah gak punya Banaspati yang bisa disuruhnya mengikutiku, memata-matai kegiatanku. Pake apa dia nanti?
742Please respect copyright.PENANAYlDPo6dUhf
"Tapi selingkuh sama Vivi boleh?" kataku mempertentangkannya. Dia sendiri yang memproklamirkan diri sebagai pacar selingkuhanku. Kalo dilarang selingkuh dari istriku berarti dia juga termasuk, kan?
742Please respect copyright.PENANA65mPOTN2Dt
"Gak… Kita dah putus…" ia langsung berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkanku. Awalnya langkahnya tegar dan cepat lalu melambat kemudian sama sekali berhenti. Ia berbalik. "Kok gak dikejar, sih? I-ih…" kesalnya menghentak-hentakkan kakinya malah balik lagi. Duduk di kursi tadi dengan muka semakin merengut masam.
742Please respect copyright.PENANA8IfyYx6Qvc
"Duh… Jadi jelek…" ejekku.
742Please respect copyright.PENANAWZ1jg8k9W8
"Plak!" ringan tangan ia memukul lenganku. "ADUH, MAAAK!!" jeritku. Aku mengaduh-aduh karena berasa sangat sakit pukulannya yang tepat mengenai luka diperban di lenganku yang ketutupan lengan baju. Aku meniup-niup luka itu sangking terasa pedihnya. Vivi panik melihatku kesakitan begitu dan berlutut mendekat melihat bekas lukaku itu.
742Please respect copyright.PENANAtu7srmkZgn
"Maaf-maaf, bang… Gak sengaja, bang…" mukanya memelas minta maaf. Perban kain kasa putih itu perlahan menitik merah melebar pertanda darahnya keluar lagi. Kubuka perban itu dan benar aja sepertinya luka yang mulai menutup itu akibat jalinan tautan sel fibrinogen, rusak tautannya dan berdarah lagi. Kutiup-tiup untuk mengurangi rasa perih yang tiba-tiba terasa lagi. Tanpa banyak pikir Vivi malah menggunakan kain pakaiannya untuk menutupi luka itu. Ditekannya agar darah berhenti mengalir. Anak pramuka… Sesekali ia melihat progres pendarahannya. Dan entah dari mana idenya, malah dikecupnya pelan lukaku itu.
742Please respect copyright.PENANAs5WafSkrld
Lalu meniup-niup bersamaku terlihat bibirnya maju membentuk lubang kecil. Yang ditangkap netraku malah hal lain. Sebagian besar belahan payudaranya yang terkuak lebar karena ia menarik bagian atas kaos V-neck dan menggunakannya untuk menyeka lukaku. Aduh, maaak! Bulat nian… Itu kenapa beha kok kekecilan kurang bahan gitu, ya? Hampir seluruh permukaan daging montoknya kelihatan berkilat di daerah gelap di dalam pakaiannya. Dalam keadaan sedikit menggantung, hanya bagian pucuk indah yang terkena sensor behanya. Gundukan besarnya terlihat…
742Please respect copyright.PENANAeFwfe182Fg
"Matanya gak usah jelatan juga…"
742Please respect copyright.PENANAbCo0vtNXCp
"Huff…fuhh… fuuhhh…" aku meniup-niup bekas lukaku bersama Vivi menjauhkan pandangan mataku dari TKP indah itu.
742Please respect copyright.PENANAMIMAF4YOfp
"Oo… Paham Vivi sekarang…" ia menarik tangan dan kain bajunya yang menekan bekas lukaku. "Paham-paham… Gitu rupanya…" Apa yang dimaksud cewek satu ini? "Abang cuma mau selingkuh sama istri-istri orang karena bisa diginiin, kan?" katanya menggesek lengan dekat lukaku yang berdarah itu. Pandangan mataku melirik pada lokasi jarinya yang menggesek itu. Kalo kesenggol luka pasti akan sakit. "Kalo sampe hamil pun gak apa-apa… Hmm gitu ceritanya…"
742Please respect copyright.PENANAo8bZ5garRQ
"Ntah ngomong hapaaa-la kau, Vi…" elakku mencoba ngeles berkelit.
742Please respect copyright.PENANAerbqnKNgLN
"Memang Vivi masih gadis, bang… Tapi Vivi udah dewasa-loh… Abang kalo mau gitu Vivi ladeni, kok… Ayuk?" tantangnya.
742Please respect copyright.PENANAlfBLkxjbZE
"Gak-ah… Sakit…" kataku ngeles lagi.
742Please respect copyright.PENANA1hk3DnDz04
"Buka perawan beneran sakit, bang?" dengan bego ia menjulurkan kepalanya maju dan bertanya dengan nada lugu.
742Please respect copyright.PENANAZyqMkvHaQU
"Bukan buka perawannya yang sakit… Badan awak ini sakit semua, tau?!" hardikku yang membuatnya cengengesan lucu. Perempuan yang katanya gadis dewasa masih perawan cantik seperti ini bisa jadi sedemikian lucu begini sampe taraf menggemaskan.
742Please respect copyright.PENANALbJJR8JEM6
"Ya, ha ha hahaha… Gara-gara Vivi ya, bang… Ha ha hahaha…" ia terus duduk di lantai dan tertawa. Tak diperdulikannya bajunya yang bernoda darahku. Tapi aku melihat hal lain, guncangan dadanya. Ha ha hahaha.
742Please respect copyright.PENANAtBcHM2COIs
—————————————————————————-
Menyembuhkan luka fisik lebih lama dari pada menyembuhkan luka dalam untukku. Walo secara praktek menyembuhkan luka dalam di daerah kekuasaanku juga akan memakan waktu lama kalo kujalani tahap demi tahapnya. Setidaknya saat aku sudah selesai, ketidak sesuaian waktu memotong waktu sangat banyak. Berhari-hari di daerah itu, hanya hitungan detik saja di dunia nyata.
742Please respect copyright.PENANAnRG7Kl5Lun
Dengan begitu kuakali dengan beristirahat dan meditasi. Meditasinya tidak bisa daerah supranatural juga. Jadi aku harus melakukannya di dunia nyata karena cedera dan lukaku di tubuh fisik. Seperti rumah-rumah lain di kompleks ini, ada lantai dak beton yang kerap dibuat untuk menjemur pakaian. Untungnya ART yang bertugas cuci-gosok lebih senang menjemur pakaian di lantai bawah. Di bawah sana ada sedikit lahan yang dijadikannya tempat menjemur pakaian. Jadi di sinilah aku sedang melakukan meditasi. Panas-panasan bertelanjang dada.
742Please respect copyright.PENANA94CzqaV3hY
Kuatur nafasku setenang dan seteratur mungkin. Tarik nafas lewat hidung, buang nafas dari mulut. Menutup semua panca indraku dan hanya fokus pada nafas dan detak jantung yang seirama. Menyebarkan energi lini penyembuh. Menyerap energi murni dari alam, panas matahari, segar udara. Semua energi yang terkumpul dimaksudkan untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, luka-luka terbuka, lebam dan goresan terkoyak. Perban dan plester kubuka semuanya untuk merasakan langsung sentuhan alam.
742Please respect copyright.PENANAqTmGO9O5BM
Bercelana pendek aku duduk bersila menantang matahari dengan tubuh penuh luka. Tubuhku terasa hangat oleh balutan energi murni yang kuserap dari alam. Lumayanlah suasana perumahan yang lengang begini. Akan lebih baik lagi kalo di hutan atau pegunungan. Udaranya lebih bersih dan jernih. Aliran energi alam deras membanjiri tubuhku dengan nyaman. Permukaan tubuhku terasa hangat oleh pembentukan sel-sel baru mengganti kerusakan yang telah terjadi. Cekit-cekit gitu rasanya di beberapa titik luka. Karena ini bukan yang pertama kalinya bagiku, jadi kubiarkan saja semua sensasi menggelitik itu.
742Please respect copyright.PENANAbFbCAGk5I7
"Fuuhh…" setelah kurasa cukup kulepaskan pengaturan nafas dan mulai bernafas normal kembali. Ini harus dilakukan secara bertahap tidak bisa langsung instan. Lagi pula aku gak masuk kerja dua hari untuk istirahat memulihkan diri. Gak lucu juga nanti masuk kerja lagi dan gak ada bekas luka sama sekali.
742Please respect copyright.PENANAWTKAP92qU1
Kulakukan peregangan otot dan sendi yang tadi terasa pegal dan sakit-sakit. Sudah sangat berkurang rasa sakitnya saat kucoba menggerakkan semua bagian tubuhku. Luka-luka gores sudah mengering dan kalo dirawat dengan telaten tidak akan meninggalkan bekas. Diraba sekalipun sudah tidak terasa sakit. Yang masih terasa sakit adalah beberapa luka lebam dan luka besar di sekujur tubuh. Kububuhi obat luka lagi tapi tanpa perban. Aku lalu turun dari lantai dak atas bermaksud ke kamar untuk membersihkan tubuhku yang berkeringat.
742Please respect copyright.PENANAd9EnVKnaJs
Di depan rumah aku ketemu Misnan yang sedang memangkas dahan-dahan pohon kamboja. "Pak… Kreta bapak kemungkinan besok siapnya…" katanya tentang Supra X-ku saat kuhampiri dirinya. Lalu ia merinci apa-apa aja yang yang perlu diganti lalu harganya plus ongkos juga.
742Please respect copyright.PENANADeWnmdJBBs
"Ya udah… Duitnya besok aja, ya… Pinjam dulu kretamu… Awak mau keluar bentar…" pintaku. Ia sepertinya agak kaget karena aku mau pinjam motor miliknya.
742Please respect copyright.PENANAsGx9BVQwhQ
"Kreta saya jelek, pak… Masak bapak mau pake kreta butut gitu?" katanya lagi masih segan.
742Please respect copyright.PENANABx8wG6oeRy
"Ya gak pa-pa… Idop kan kretamu? Tadi awak mau make punya orang rumah… Tapi keknya lagi dipake juga… Yang ada tinggal kretamu aja… Pinjam kuncinya… Nanti awak isi lagi-la minyaknya…" desakku.
742Please respect copyright.PENANAdB0xEAiXP7
"He he hehe… Gak ada kuncinya, pak… Tinggal buka saluran minyaknya aja… engkol (kick starter)… langsung idop dia, pak…" jelas Misnan tentang keadaan motornya. Aku langsung paham maksudnya.
742Please respect copyright.PENANAx89UCVTWR2
"Oo… Iya… Kreta galas (segala macam urusan di kebun), ya… Awak pinjam dulu, ya?" aku langsung masuk ke basement. Ia menyimpan harta karunnya itu di bagian belakang basement dekat kamar-kamar para ART yang sedang kosong ditinggal kerja. Jarang-jarang aku sampe kemari. Hanya saat pertama diperkenalkan agen perumahan dulu aku blusukan sampe kemari. Ada sebuah pintu besi yang menuju ke lahan tempat menjemur pakaian yang kuceritakan tadi. Ada sebuah dipan panjang di dekat tumpukan kardus sisa. Agaknya di sini mereka ngumpul-ngumpul bercengkrama di saat senggang mereka. Para ART dan satu baby sitter, terkadang Misnan juga.
742Please respect copyright.PENANAgJt75l7p8F
Kuengkol motor galas itu dan benar saja langsung menyala setelah tuas bahan bakarnya diputar ke posisi on. Suaranya nyaring karena knalpotnya udah dibelah. Motor ini hanya tinggal rangka, mesin, rantai, shock breaker dan roda-roda saja serta pendukung utamanya. Yang penting masih bisa dikendarai. Misnan menunggu di depan pagar untuk membukakannya untukku. Aku melambai permisi lagi padanya.
742Please respect copyright.PENANA25S5pwOyXV
Berkendara tanpa helm siang menjelang sore gini asik juga kadang. Merasakan semilir angin yang mengelus rambut, menerpa wajah, menelusup masuk ke dalam pakaian membuat sejuk. Teringat dulu waktu masih muda tartig (tarik tiga) dengan kedua sobatku sepulang sekolah dengan motor milik bapaknya Iyon yang terkadang bisa dipakainya berangkat sekolah. Satpam kompleks bengong melihatku mengendarai motor Misnan karena biasanya aku lewat pos itu kalo gak pake Supra ya Pajero.
742Please respect copyright.PENANAFfaf79V3aj
Keliling-keliling sampe keluar kompleks, lah aku malah sudah memasuki daerah Mabar lewat Pasar IV. Dari sini sudah cukup dekat ke daerah rumahku di sana. Timbang gak ada kerjaan, sekalian aja aku menjenguk perkembangan renovasi rumahku. Sudah sejauh mana perkembangannya. Masih ada gundukan pasir dan material bangunan lain yang menumpuk di halaman rumahku. Beberapa pekerja masih sibuk dengan tugasnya masing-masing. Keknya si kontraktornya gak ada di tempat sehingga aku hanya tanya-tanya sekenanya dengan tukang yang ada.
742Please respect copyright.PENANAqrcLjBaXT4
Jadinya rumah ini malah hampir bisa dikatakan dibangun lagi dari awal karena saat analisa awal ada masalah konstruksi mendasar yang salah saat membangun rumahku dulu. Pondasinya tidak kuat kalo harus dipaksakan menahan beban bangunan yang baru ini. Sewaktu masih berbentuk rumah lama, masih memadai tetapi tidak untuk yang sekarang ini. Tiang-tiang beton baru sudah berdiri. Dinding bata juga sudah keliling hanya belum diplaster. Aku yang hanya bercelana pendek selutut dan kaos oblong udah mirip aja sama para pekerja di sini sehingga para tetanggaku yang seliweran gak mengenaliku.
742Please respect copyright.PENANAEUihVNEcUU
"Drrrt… drrrt… drrrt…" ada notifikasi masuk di HP-ku yang kubuat silent.
742Please respect copyright.PENANAZC0gCELmtM
Yuli: bg Aseng gt ya gk pernah kemari lg
742Please respect copyright.PENANAuogwVMMSRS
Ternyata pesan dari Yuli. Rumah kontrakannya yang tepat di samping proyek renovasi rumahku membuatnya bisa secara gak sengaja memergokiku yang sedang berada di sini.
742Please respect copyright.PENANAfZ97VL5nzx
Aseng: lagi sibuk bu Yuli ini lg libur kerja jd bisa liat2 bentar
742Please respect copyright.PENANA2BHxHCPfm5
Yuli: sombong skrg
742Please respect copyright.PENANAAOqUzCK4kJ
Aseng: ish gk la bu
742Please respect copyright.PENANAz0AF0lJ0KJ
Yuli: kemarilah
742Please respect copyright.PENANAyVQf30eM2G
Aseng: aman?
742Please respect copyright.PENANA7PbPFBw45f
Yuli: aman lewat biasa
742Please respect copyright.PENANAKxCYGczBwi
Waduh… Ada undangan dari stok lama nih yang jarang digarap ulang. Apalagi 38DD-nya pasti ngangenin. Dalam masa hamil muda begini apa tambah gede ya? Aku melipir menjauh dari para tukang pura-pura keliling ngeliat kondisi dinding luar. Pegang-pegang kualitas pengerjaan renovasi rumahku dan saat kondisi aman, aku menyusup masuk ke pintu belakang rumah kontrakan bu Yuli yang sudah tidak dikunci. Beliau sudah ada di bagian dapur menunggu menyambutku.
742Please respect copyright.PENANAhA7vWRIbM2
Yuli
742Please respect copyright.PENANAZgW3Ystwwx
742Please respect copyright.PENANAzCTcGrMAa5
742Please respect copyright.PENANA07yYHCZlBR
"Bang Aseng… Kangen…" ia langsung memelukku erat. Wadooww!! Bukan karena tekanan masif melon super-nya tapi karena pelukan tangannya mengenai spot yang tepat di punggungku yang masih terasa sakit. Ia sadar ketidak nyamananku. "Eh… Kenapa, bang?" ia langsung melepas pelukannya.
742Please respect copyright.PENANAzTxpu2aqYj
"Punggung awak… ada yang luka…" jawabku jujur aja sambil meringis. Salahku sendiri sih. Maen setuju aja masuk ke rumah binor dalam keadaan begini menuruti maunya Aseng junior yang udah kangen hangat sarangnya.
742Please respect copyright.PENANAeCsbPe7rMW
"Eh… Iya… Ini juga luka… Bang Aseng kenapa? Kecelakaan?" mimiknya langsung khawatir melihat bekas luka di kepalaku yang dapat dilihatnya jelas. Takut-takut ia akan menyentuhnya karena memang gak kuperban. "Sakit, bang?"
742Please respect copyright.PENANABsLq0V0Ugv
"Iya… Tadi malam… Makanya gak masuk kerja dulu…" jawabku mencegahnya menyentuh luka itu. "Yuli apa kabar?" berusaha mengalihkannya dari luka-luka ini. "Dedek bayinya sehat?" tanyaku agak menunduk untuk melihat perutnya tapi malah terhalang oleh melon supernya. Keknya tambah gede aja.
742Please respect copyright.PENANAkZfQHpnNqi
"Awak sehat-sehat gitulah, bang… Tau sendiri kan kalo umur segini baru bisa hamil… Apalagi dedeknya masih muda banget, nih…" katanya mengelus-elus perutnya yang terbungkus daster tanpa lengan panjang yang hanya sebatas lutut. "Dedeknya tapi sehat, bang… Awak pokoknya senang kali bisa mengandung dedek ini, bang… Makasih banyak-banyak, bang…" katanya dengan wajah berseri-serinya.
742Please respect copyright.PENANAG8ptibvk63
"Bagus-la kalo begitu… Awak juga senang jadinya… bisa membantu Yuli… sama bang Suradi… Bang Suradi-nya mana? Kerja luar?" tanyaku. Gak usah ditanya juga harusnya kalo biniknya berani mengundangku masuk ke rumah ini dari belakang. Pastinya sedang nyupir sampe keluar kota tentunya.
742Please respect copyright.PENANAfrJlj9kTVx
"Kami bakalan pindah, bang…" tiba-tiba ia agak mewek. "Orang tuanya bang Suradi nyuruh kami ke rumah keluarganya di kampung sana… Bang Suradi mau disuruh ngurus kebon mereka aja di kampung gak usah nyupir lagi… Mereka sepertinya senang sekali bakalan punya cucu dari bang Suradi…" ia menunduk mengatakan itu semua.
742Please respect copyright.PENANAkSAcBr2A3l
"Bagus, kan? Kok Yuli jadi sedih?" kataku mengelus-elus rambutnya. "Kan untuk itu tujuan utama Yuli pengen hamil… Memberikan anak untuk bang Suradi dan cucu untuk mertua… Jangan sedih, dong?" hiburku dan tanganku menangkap dagunya.
742Please respect copyright.PENANA1Ib7rVENYI
"Tapi nanti gak bisa ketemu bang Aseng lagi-lah… Bang Aseng juga gak bisa liat dedek bayinya nanti… Kampung kami jauh dari sini, bang…" sesalnya. Air mata menetes di pipinya. Air mata berlinang tanda ia benar-benar kepikiran ini.
742Please respect copyright.PENANAfQQxuIcRf3
"Hush… ushh… Gak boleh begitu, Yuli… Ini anak bang Suradi, kan? Awak gak pa-pa… Yuli gak boleh sedih-sedih begitu… Nanti dedek bayinya juga ikut sedih-loh… Nanti kirim aja fotonya… Kan awak tetap bisa liat… Gak pa-pa…" kataku lalu mengecup keningnya sebagai penyemangat.
742Please respect copyright.PENANA3r52lPMb2o
"Uuung… Ini, doong?" tunjuknya di bibirnya yang dimajukan. Ngapa jadi pada manja gini, ya?
742Please respect copyright.PENANAO7WNsOwVzM
Aku agak menunduk karena ia lebih pendek dariku dan kukecup bibirnya sedikit lama dengan lumatan ala kadarnya. "Cups… Dah… Dedek bayinya juga…" aku lalu berjongkok dan menyentuh perutnya yang belum begitu kentara gendutnya. Kuusap-usap perutnya dari luar dasternya. Yuli inisiatif mengangkat bagian bawah daster itu hingga perutnya terlihat jelas di depanku. Ia tersenyum lebar. "Cup… cup…cup…" kukecup perutnya yang lebih besar tiga kali. "Sehat-sehat ya, deek…" elusku kemudian menambah.
742Please respect copyright.PENANASGoW5YCzyY
"Huuhh… Pengen kelonan sama bang Aseng… Tapi sama dokternya, dikasih tau gak boleh masuk dulu… Katanya dedek masih terlalu muda… Huuh…" gerutu Yuli lalu memelukku rapat-rapat dan membenamkan pipinya di dadaku. "Gak bisa nyerpis papa Aseng deh jadinya…"
742Please respect copyright.PENANAeBLSkj8AcE
"Gak pa-pa, Yuli… Bisa begini aja awak dah senang, kok… Apalagi tau dedek bayinya sehat… tambah senang awak…" jawabku ngeles mengelus-elus rambutnya. Kalo disuruh kelonan siang-siang gini alamat sakit semua badanku abis itu. Tapi ia tak menyerah karena tangannya langsung mencaplok Aseng junior yang tidur-tidur ayam di kandangnya. "Yuull?"
742Please respect copyright.PENANAAFXevVCAK6
"Awak isepin aja, yaaa? Kangen ini…" bujuknya malah merogohkan tangannya memasuki celana selututku dan langsung menemukan juniorku.
742Please respect copyright.PENANA4t5Mt0Cs5Q
"Aa… Gak usah lama-lama, yaa? Udah sore…" kataku. Ini seharusnya udah jam 4 gitu.
742Please respect copyright.PENANAnxWCn5aIwF
"Tenang aja… Yuk…" diseretnya aku memasuki kamar yang kerap kami gunakan kala bergumul birahi. Ada banyak kardus-kardus yang berisi berbagai barang yang ditumpuk di sini. Sepertinya kepindahan yang diceritakan Yuli tadi sudah semakin dekat. Ia membentangkan kasur tipis itu di tengah kamar. "Jangan berisik… Pelan-pelan… Anakku sedang tidur di sebelah…" bisiknya sembari melepaskan daster yang dikenakannya hingga hanya terlihat pakaian dalam sempit miliknya. Tak lama ia melepas bra sempit itu dan melompat keluarlah melon super 38DD yang sudah sesak minta keluar. Celana dalamnya tak dilepas. Ia memberiku kode untuk berbaring di kasur tipis.
742Please respect copyright.PENANAE0KgizQ5gq
Dengan mudah Yuli melepas celana selututku beserta sempaknya sekaligus dan Aseng junior sudah mengacung belum begitu tegang. Mata Yuli berbinar gembira melihat juniorku yang sudah berhasil menghamilinya. Tangannya dengan cepat menggenggam dan otomatis mengopyok-opyoknya dengan gemas. "Aahh… Yuli kangen ini…" ia menciumi permukaan batang Aseng junior dengan seksama. Menghidu aroma kejantananku yang menguar keras. Ia sama sekali tidak jijik membaui aromanya yang sedikit tajam karena kegiatanku seharian ini. Aku sama sekali belum sempat membersihkannya. Tak lama lidahnya menari-nari menelusuri tekstur keras Aseng junior yang sudah licin basah oleh liurnya.
742Please respect copyright.PENANACcGUnrPbYl
"Gllokkhh… gllookk… glookkhh… Hmm… Ahhsss…" ia memasukkan Aseng junior kedalam mulutnya dan menyedot-nyedotnya dengan rakus. Tangannya terus mengocok bagian pangkal penisku simultan dengan mulutnya yang bekerja dengan rajin. Payudara 38DD terasa lembut menekan-nekan pahaku. Digesek-gesekkannya hingga terasa puting besarnya menggerus kulit pahaku. Terus mulut dan lidahnya bermain lincah. Rasanya sangat nyaman dan hangat sekali mendapat servis dari Yuli sore-sore begini. Aku hanya bisa mengelus-elus rambut dan bahu telanjangnya sambil mengerang-ngerang sepelan mungkin. Nikmat nian. Aku teringat proses awal pergumulan kami di penginapan itu. Ia membayarku 100 juta untuk menghamilinya yang dibagi dua kali pembayaran. 50% dibayar dimuka saat aku mulai menyetubuhinya dan sisanya setelah ada kabar baik kehamilannya.
742Please respect copyright.PENANA6NbKzfrB7u
"Aauuhh…" erangku kala ia menjilat dan mengulum kedua bola pelerku. Badanku merinding jadinya mendapat jilatan hangat di bola-bola berisi bibit suburku. Tangannya terus mengocok cepat, memancing isi penghuni peler itu untuk segera keluar. "Aahh… Uuh…" erangku sangat menikmati. Aku tak menahan apapun. Kalo cepat keluarpun tak mengapa. Yuli lalu fokus hanya di bagian kepala Aseng junior saja. Lidahnya menyentil-nyentil lubang kencingku lalu mengulumnya kuat.
742Please respect copyright.PENANAIX8OnZIjLu
Yuli memberikan sejumlah banyak ludah pada permukaan Aseng junior dan diratakannya. Lalu terasa kenyal daging montok 38DD kemudian mengambil alih. Yuli menjepitkan payudara masifnya untuk mengocok Aseng junior-ku. Aku mengerang keenakan merasakan lembut dan kenyal yang lumer melenakan. Rasa nikmat dari licin ludahnya dijepitan sepasang gunung 38DD membuatku hanya bisa pasrah mengangkang, membiarkan Yuli melakukan apapun sesukanya. Lalu ia kembali mengocok menggunakan tangan saja, mungkin khawatir berlama-lama menekan perutnya yang tertekan.
742Please respect copyright.PENANACa05H99za1
"Tek tek tek tekk…" suara kocokan batang basahku dengan cepat. Yuli menyedot kepala Aseng junior, lidahnya menyapu cepat berulang, tangannya mengopyok cepat, aku mengerang gelisah, Yuli mengerang mendukungku dengan tatapan bahagia… "Akh…"
742Please respect copyright.PENANAkuDDBsjaby
"Spuurtt… spuuurtt… spurrrtt…" semburan spermaku memasuki rongga mulutnya. Tak ragu sama sekali ia mengenyot-ngenyot kepala Aseng junior, menguras semua yang tersisa. Tampak beberapa kali ia meneguk pertanda spermaku di telannya. Pelan-pelan tangannya mengocok pangkal penisku dengan perasan sedikit kuat untuk menguras semuanya keluar sempurna ke dalam mulutnya.
742Please respect copyright.PENANAVjxUFrMKiE
Yuli memamerkan sisa spermaku yang masih menempel di lidahnya. Lalu dengan sekali tegukan ia menelannya sampai tandas. Aku masih ngos-ngosan menggapai pada gunung 38DD-nya. Dengan patuh ia beringsut ke sampingku dan menyodorkan payudaranya padaku. "Mmmbbhh…" mukaku langsung tenggelam dan lumer di kelembutan, kekenyalan daging kualitas super seukuran 38DD ini. Bertambah usia kehamilannya, ukurannya akan semakin bertambah karena sekarang aja sepertinya bra-nya sudah sedemikian sempit dari yang kuingat pas menangkup.
742Please respect copyright.PENANA7kTuqDPNfn
Kekenyot-kenyot, kuremas-remas. Putingnya mengeras menggemaskan, pas diemut di mulut. Bayimu nanti akan puas menikmati ASI dari payudara mamanya ini. Yuli membiarkanku menikmati payudaranya sepuas-puasku karena ia masih menguleni Aseng junior di tangannya. Pastinya ia sangat ingin sekali memasukkan Aseng junior-ku ke apem mlenuknya yang sudah becek. Ia sengaja tak membuka celana dalamnya karena kalo sekalinya dibuka, pasti akan terjadi penetrasi. Enak sih pastinya. Tetapi bisa berbahaya karena kehamilan trimester awalnya ini masih rentan sesuai anjuran dokternya. Apalagi kalo aku yang ngentoti binor ini, minimal sekali dua kali dia bisa kubuat orgasme. Kontraksi orgasme ini yang kadang berbahaya.
742Please respect copyright.PENANAGE66og4o4s
"Makasih ya, Yuli… Enak…" kataku lalu bangkit dan duduk. Yuli duduk di pangkuanku. Aku masih meremas-remas 38DD yang ngangenin. Dalam koleksi binorku, memang ini tetek terbesar di antara semua. "Udahan kangennya?" menatap matanya.
742Please respect copyright.PENANAPWOQjRS6qc
"Apem Yuli kremut-kremut pengen dimasuki… tapi gak boleh… Mana bisa udah kangennya kalo kek gini… Yuli bakalan kangen trus sama abang…" ia lalu memelukku lagi. Ia lalu terisak sedih.
742Please respect copyright.PENANAEmPWSAJJP9
"Ehh… Gak boleh sedih gitu, Yuli… Ini demi dedek bayinya kan? Yuli harus kuat… Semangat!" kataku berusaha memberinya kekuatan sebagai orang yang sudah menghamilinya. Semoga kata-kataku ini bisa didengarkan dan dicamkannya. Ia mengangguk-angguk walo masih terlihat sedih. "Besarkan dia menjadi anak yang sehat dan bahagia… Awak akan selalu mendoakan kalian semoga selalu sehat dan sentosa…"
742Please respect copyright.PENANA7mrUCRLRMH
—————————————————————————-
Menyamarkan diri, aku bergabung lagi dengan para tukang yang sedang beres-beres membersihkan sisa pekerjaan mereka sore ini. Ada yang sudah ganti pakaian dan ada yang sedang duduk di pojokan menikmati gorengan dan rokok. Eh… Ada yang menarik-narik bajuku.
742Please respect copyright.PENANAudophER9ss
"Ya… Apa?" tanyaku pada seorang anak menarik ujung bajuku itu. Anak ini lebih tua dari Rio, teman bermainnya rame-rame. Kukira ia akan menanyakan tentang Rio yang gak pernah keliatan lagi.
742Please respect copyright.PENANAQNz90KHLYS
"Dipanggil ituh…" tunjuknya jauh ke belakang sana. Aku melongokkan kepala untuk melihat siapa yang dimaksud anak kecil ini yang memanggilku, pake ngutus anak kecil segala. Nun sampai jauh disana, jalanan gang ini sepi. Hanya ada satu sosok yang berdiri di depan bangunan rumahnya. "… bu Ipa…" langsung anak itu ngibrit lari menjauh setelah menjejali mulutnya dengan sebuah lolipop. Binor itu berdiri di depan kede/warung yang menyatu dengan rumahnya sambil nyapu-nyapu jalanan dengan sapu lidi. Bekas jajanan anak-anak yang beli di kede-nya banyak berserakan di sana.
742Please respect copyright.PENANAqCNfq9Sbss
Waduh…
742Please respect copyright.PENANAJZdKY63JKK
Iva
742Please respect copyright.PENANAaDbvK9fSaU
742Please respect copyright.PENANAT94LIvDxS6
742Please respect copyright.PENANAeYOcP1qfuq
"Sombong ya sekarang… Katanya cuma renovasi… Abis-abisan tuh keknya renovasinya…" kata Iva masih membersihkan bagian depan kede miliknya dari sampah yang berserakan.
742Please respect copyright.PENANAa9kOBEVEyD
"Gak-la, Pa… Pondasinya rupanya gak kokoh… Jadi daripada-daripada… harus dibenerin dari dasar… Sori yaa… Gak ngabar-ngabarin sekian lama…" kataku mencoba berbaik-baik aja. Eh… Iva-nya malah masuk ke dalam kede.
742Please respect copyright.PENANAPggExWa9Hj
"Sini…"
742Please respect copyright.PENANAML3pkWtuqf
Dibalik etalase kecilnya, ia memanggilku supaya masuk ke bagian dalam kede. Begitu aku masuk, ia mengintip ke luar, ke arah jalan gang yang lengang. Ia lalu menutup pintu besi kede-nya rapat-rapat. Wah… Aku masuk ke dalam sarang apa ini? Dibilang sarang perawan, binik orang. Sarang enak-la namanya.
742Please respect copyright.PENANAC9scjxaSdv
"Mbbhh…" begitu berbalik, ia langsung aja menyerangku dengan cumbuan mulut bertubi-tubi. Sampai dipepetnya tubuhku ke araha jajanan yang digantung berjuntai-juntai di dinding kede-nya. Ia tak memperdulikan beberapa rencengnya jatuh berderai-derai, lebih mementingkan rasa kangen yang kurasakan menggebu-gebu, terasa jelas dari dengusan nafas memburu.
742Please respect copyright.PENANABQdBJ4PRRD
"Aseng beib jahat… Ipa kalo kangen gimana?" katanya disamping pipiku berbisik setelah melepas bibirnya dari mulutku. Mulutku terasa basah oleh liur cumbuannya barusan. Ia memposisikan kedua tanganku untuk memeluk dirinya. Tangannya sendiri bertaut erat di punggungku. Sedikit lagi akan menyentuh bagian punggungku yang sakit.
742Please respect copyright.PENANAyZOsNrbStp
"Masa kangen sama lakik orang, bu Ipa? Gak boleh-laa…" jawabku lirih. Sela pintu besi penutup kede-nya walo rapat, masih membiaskan sinar dari luar yang sedikit menerangi ruangan ini. Disini, diantara berbagai barang-barang dagangan warungnya, ada banyak memori indah pergumulan kami berdua. Aku mengurai rambut yang jatuh di depan matanya.
742Please respect copyright.PENANAMPlJpbT91S
"Tapi Ipa kangen~~… Aseng beib menghilang lama kali… Renovasinya lama lagi tuh…" mukanya menyembul dari pertemuan tubuh kami. "Dedek bebinya juga kangen papanya nih~~…" ia melebarkan jarak antara kami berdua untuk menunjukkan perutnya yang memang lebih buncit dari biasanya karena tubuh langsingnya, kain bagian bawah tanktop-nya dinaikkan. "Tiap hari nanya~~… Papa Aseng mana, ma? Papa Aseng mana? Tuh~~… Iih…" ia menampilkan muka manjanya lagi dengan mulut merot sana merot sini penuh ekspresi menggemaskan.
742Please respect copyright.PENANAQ1peitFSX6
"Masa dedek bebinya bisa ngomong gitu? Mengada-ngada, nih…" ujarku lalu beringsut turun menunduk dan berjongkok di depan perutnya. "Orang dedek bebinya aja bobok gini, kok…" imbuhku setelah mengecupi lalu pura-pura mendengarkan perutnya. Kuelus-elus perutnya dengan lembut. Ia memandangiku dengan penuh perasaan yang tak ingin kuingat-ingat. "Mamanya aja paling yang kangeeen?"
742Please respect copyright.PENANAK6pr7U49dc
"I-ihh~~…" Iva menghentak-hentakkan kakinya pelan saat ku memegang kedua buah bokongnya dan sedikit meremasnya. Ia memakai tanktop dan boxer yang hanya setengah pahanya. Karet boxer-nya membalut ketat di bawah perutnya. "Aseng beib apa gak kangen?" desaknya. Gini kalo ngadepin bumil. Dilema antara harus menyenangkan hatinya ato menjaga hatinya. Beda? Membuatnya senang dan membuatnya bahagia tentu berbeda. Membuatnya senang bisa dengan mengelus-ngelus perutnya, membiarkannya mencumbui mulutku untuk kali ini saja. Membuatnya bahagia berarti membiarkannya memilikiku—hal yang mustahil.
742Please respect copyright.PENANA32DZEhTod3
"Kangen-loh… Iya, kangen… Hup…" kubopong dirinya kek foto-foto pre-wed itu. Tangan menahan punggung dan lipatan lututnya. Walo kerasa sakit seluruh tubuhku, kupaksakan diriku menggendongnya. Memberinya rasa senang itu. "Ada siapa di dalam rumah?" tanyaku sebelum lebih jauh bertindak.
742Please respect copyright.PENANAPPjKQWo58k
"Gak ada siapa-siapa… Toni mancing… Ara pergi sama budenya… Ipa aja sendirian trus di rumah tiap hari…" jawabnya dengan mulut manyun.
742Please respect copyright.PENANAjPPJafEo52
"Awak nenenin sebentar, ya?" benar itu tulisannya. Bukan typo. Sumringah wajah Iva mendengar kata vulgarku barusan. Dari chat kami sebelumnya, aku juga tau kalo Iva juga disarankan untuk menjaga baik-baik kandungan mudanya. Mengurangi kunjungan hubungan suami istri, bahasa halus dokternya. Kadang menyenangkan hati seorang perempuan itu hanya perlu dinenenin, dikenyot-kenyot sampe puas. Ia hanya perlu itu saat ini. Kugendong tubuhnya ke kamarnya lalu kubaringkan pelan-pelan ke peraduannya. Walo udah sering kugumuli, perlakuanku ini tak kurang membuatnya tersipu-sipu malu begitu.
742Please respect copyright.PENANAsTSidRx9JT
Tanktop-nya kugulung ke atas pelan-pelan untuk menampilkan bagian dadanya yang berbungkus bra ketat. Kubiarkan dadanya yang membusung naik turun untuk sementara ini karena aku mengelus-elus perutnya. Kuajak ngobrol janin yang masih sangat muda di dalam perutnya dengan elusan-elusan berputar. Kukecup-kecup juga. Semua perbuatanku itu tak luput sedetikpun dari pengamatan Iva. Ia tersenyum-senyum melihatku yang sedang berkomunikasi dengan mahluk imut di dalam rahimnya. Aku tau ia sangat bahagia. Bahagia akhirnya ada kehidupan yang berkembang pesat di dalam perutnya. Yang sudah lama dinanti-nantikannya sampe harus pake pancingan mengambil anak dari saudaranya sendiri. "Dedek baik-baik ya sama mama Ipa… Mamanya dijagain… Jangan nakal sama mama… Awas kalo nakal… nanti nenennya diambil kek gini… Kek gini, nih… Nyuumm…"
742Please respect copyright.PENANAFBJrCvY3kK
"Ahh… Hi hi hihi…" geli Iva kala branya kusingkap dan langsung kukulum bagian pentilnya yang kini mulai gelap membesar dari biasanya. Mempersiapkan kelenjar-kelenjar mammary-nya untuk memproduksi ASI pada masanya nanti. Memperlebar aerola sempitnya hingga mempertebal putingnya agar memudahkan bayi menyedot air kehidupan darinya nanti. Kali ini aku dulu yang menikmatinya. Iva mengelus-elus kepalaku bak menyusui bayi raksasa yang tak kunjung disapih. Jempolnya pelan-pelan mengelilingi luka yang ada di atas keningku, di batas rambut terakhir tumbuh. Ia tak menanyakan asal luka itu tetapi berusaha meredakan rasa perihnya dengan mengelusnya berputar.
742Please respect copyright.PENANA9seJCJaHnc
Puas dengan satu sisi, aku berpindah ke sisi satunya. Iva berbaring nyaman menikmati perlakuanku pada kedua bukit manjanya yang kian membesar. Tangannya terus mengelus-elus rambutku selagi aku mengenyot dan meremas. Sesekali ia mengerang lembut dengan mulut menganga. Lalu mendesah-desah dengan pinggul bergoyang. "Udah basah, bang… Tapi masih belum boleh dipake~~…" gerutunya lucu dengan mulut manyun. Kedua bukit manjanya kuremas-remas.
742Please respect copyright.PENANAkQToXHOwKe
"Sabar ya, Ipa cantik… Ini demi anak ini, loh… Yang sabar… Dinikmati aja masa-masanya… Masih sering mual-mual, enggak?" tanyaku mengecup bibirnya tipis saja.
742Please respect copyright.PENANAu8nudzuk03
"Seringnya sih pagi-pagi, beib… Senengnya makan yang asem-asem gitu… Sama kangen Aseng beib terus… Lewat rumah beib… tukang dekil mulu yang keliatan di sana… Untung ada anak-anak tadi yang bilang nyeplos kalo papa Rio ada di sana waktu dia beli jajan… Ipa seneng kali dengernya…" ujarnya. Kududukkan tubuhnya lalu aku memposisikan diri di belakangnya dan membiarkannya bersandar padaku. Kuciumi aroma rambutnya sementara tanganku mengelus-elus perutnya.
742Please respect copyright.PENANAb4PQQtMRBc
Cuddling seperti ini sebenarnya sangat intim dan personal sekali. Tapi setidaknya ini yang bisa kulakukan untuk membesarkan hatinya, menyenangkan hatinya tanpa bisa membahagiakannya lebih jauh.
742Please respect copyright.PENANAFB8sgZKn3m
—————————————————————————-
Berat hati sebenarnya Iva melepasku pergi dari kamarnya, dari rumahnya, dari jangkauannya. Tapi ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu besi kede-nya untuk membeli sesuatu sehingga aku keluar dari pintu belakang setelah sebelumnya mengambil sendal jepitku yang kutinggal di kede. Ini memang rute pelarianku kalo menyambangi rumah Iva malam-malam. Tapi ini masih sore dan lumayan terang sehingga aku ekstra hati-hati jangan kelihatan tetangga kanan kiri.
742Please respect copyright.PENANAEOT9J70Aqv
Lewat slalom berliku-liku menghindari jemuran pakaian yang sudah kering belum pada diangkat akhirnya aku sampai pada tempat ini. Sayup-sayup aku mendengar suara hoek-hoek orang muntah gitu. Gak enak juga kalo sampe ngeliat itu tapi asalnya dari belakang rumah Pipit. Aku celingak-celinguk melihat sikon baik-baik. Bagian belakang rumah-rumah ini semua pada tutup pintu. Aman-la.
742Please respect copyright.PENANA73euPtqWJf
"Kenapa, Pit? sapaku kasual.
742Please respect copyright.PENANAZ23MlCYvIt
"Bang Aseng?" ia tercekat kaget menutup mulutnya. Matanya agak berair akibat muntah barusan. Masih dengan mata basah, ia memindai keadaan sekelilingnya, menarikku cepat dan menutup pintu.
742Please respect copyright.PENANAy53r3ad9iy
Pipit
742Please respect copyright.PENANA4E7oHM43WU
742Please respect copyright.PENANAJ416LjYUiu
742Please respect copyright.PENANAPqRHc4Fl0s
"Hushh… hushh…" pelan kuelus rambut tebalnya untuk menenangkannya. Ia membenamkan wajahnya di dadaku. Ia meremas erat bagian punggung baju yang kupakai ini. Meluapkan semua perasaan yang mungkin ada di dalam dadanya. Walo dalam keadaan begini, aku sebenarnya takut-takut gimana gitu. Gimana kalo lakiknya, si Imran ada di rumah? Kalo diajak gelut aku berani sesumbar gak akan kalah darinya, tapi implikasinya pasti melebar kemana-mana.
742Please respect copyright.PENANAMUaM69WGvf
"Abang kemana aja, sih?" suara terbenam dadaku keluar dari mulutnya.
742Please respect copyright.PENANARmB1h6i2Ii
"Kami ngungsi dulu, Pit untuk sementara… Rumahnya lagi direnovasi abis-abisan gitu…" jawabku. Ini pasti dia sudah tau. Bukan itu sebenarnya yang ditanyakannya.
742Please respect copyright.PENANAss4yz1juPo
"Pipit nungguin bang Aseng datang… Bang Aseng gak datang-datang… Bang Aseng udah bosen ya ama Pipit?" ia masih membenamkan mukanya di dadaku. Rasa perih di dadaku muncul lagi ditekan begini. Aku hanya bisa nyengir menahannya. Hangat pelukannya sangat erat hingga membuatku lupa akan bahaya yang mungkin datang dari keberadaan suaminya. Mungkin belum pulang. Dari posisi kami sekarang ini, aku bisa melihat ke arah garasi yang pintu penghubungnya terbuka, tidak ada mobil di sana.
742Please respect copyright.PENANANZVqdNe99i
"Bosen gimana? Gak bosen-loh, Pit… Awak hanya sibuk… Lagipula Pipit kan lagi hamil begini…" alasanku gak membuat perasaannya lebih sakit menambah penderitaan seorang bumil yang sangat sensitif perasaannya. Pengalaman dengan orang rumahku sendiri begitu. Pengalaman yang sedang berbicara saat ini.
742Please respect copyright.PENANA4YOlaDYvve
"Pipit tambah endut ya sekarang?" tanyanya. Setauku ia hanya manja ketika di ranjang. Tapi saat ini ia menampilkan sisi itu dengan berpakaian lengkap. "Jadinya Pipit jadi elek, yo?"
742Please respect copyright.PENANAYLheoEg5Ja
"Wis-wis… Opo yang elek?… Wong ayu gini… kok elek…" kupegangi kedua pipinya. Kedua jempolku mengusap air mata dari bawah horizon matanya. Lalu kuciumi kedua matanya yang otomatis terpejam menikmatinya. "Muah-muah…" lalu keningnya. "Yo, wis… Ojo nangis-nangis lagi… Nanti si kecil juga sedih kalo mamanya sedih-sedih terus… Ya?" dan kututup dengan patukan kecil di bibir.
742Please respect copyright.PENANA5x8TCqOtnd
Senyum terkembang pada wajahnya. Matanya masih basah tetapi lebih baik keadaannya sekarang.
742Please respect copyright.PENANAg4DwIvDADc
"Pipit seneng ketemu bang Aseng lagi…" ia membenamkan wajahnya lagi di dadaku dengan mood yang lebih baik sekarang. Senyumnya lebar. Kuhirup aroma rambutnya yang wangi. "Gak puas cuma chatting… Enakan begini… Hmm…" ia mendusel-duselkan wajahnya di dadaku yang terasa perih. Tapi kubiarkan ia menyamankan dirinya.
742Please respect copyright.PENANAAOLsNUKXJ1
"Bentar lagi jadi mama Pipit… Harusnya lebih seneng lagi, kan?" kataku mengingatkannya. Kepalaku lebih rajin mengelus-elus ubun-ubunnya. "Dijaga yang baik si kecil ini… Rajin minum vitaminnya… Gak boleh capek-capek… Ikutin semua kata dokternya… Yah?" kecupku lagi di pucuk kepalanya.
742Please respect copyright.PENANASyAsq2SIQY
"Iya, bang… Bang Aseng badannya luka-luka begini semua… Baret-baret gini…" sadarnya melihat garis-garis lebih terang dari warna kulitku. Luka tergores itu sudah sepenuhnya mengering berkat meditasiku tadi siang. Sisa kulit itu di beberapa bagian sudah mengelupas menonjolkan lapisan kulit baru. Ditariknya tanganku lalu diciuminya bekas luka itu. Lembut bibirnya menyentuh halus. "Bang Aseng jadi macho abis begini…"
742Please respect copyright.PENANAl5ccCJ3Eqq
"Ada-ada aja Pipit ini… Cobel-cobel gitu kok dibilang macho… Macam choro-iya?" gelakku. Kami sama-sama tertawa.
742Please respect copyright.PENANACDB2UmuX5m
Agak lama aku di dalam rumah Pipit. Saat ia mengetahui luka lebam di punggungku, ia menawarkan untuk mengoleskan ramuan yang ia ketahui untuk mengurangi rasa sakit itu. Setelah menunggu sebentar ia membaluri beberapa titik lebam itu dengan param yang terasa hangat itu. Rasanya cukup nyaman lebih karena Pipit telaten melakukannya. Setelah selesai membaluri lukaku, ia kembali lendotan memeluk lenganku yang tak terluka.
742Please respect copyright.PENANALiLsD4yEo2
"Bang Aseng mau nyapa si kecil, gak?" tawarnya.
742Please respect copyright.PENANARprZrX05A6
"Boleh…" aku langsung berjongkok untuk menghadapi perutnya.
742Please respect copyright.PENANAYJaMsSIK81
"Loh… kok?" mukanya bingung melihatku berjongkok. Ia agaknya akan menelanjangi dirinya sendiri. Pipit sudah akan melepaskan celana pendeknya. Tangannya sudah di tepi karet. "Nyapanya kemari, kan?" pegangnya pada selangkangannya sendiri. "Udah lama…" Keknya ada miskomunikasi nih. Maksud menyapa si kecil baginya adalah junior-ku menemui si kecil langsung di dalam perutnya. Tempat yang sudah kusemprotkan bahan bakar utama pembentukan si keci ini. Bagiku, menyapa adalah betul-betul menyapa secara verbal, berkomunikasi langsung. Getaran suaraku setidaknya akan sampai padanya.
742Please respect copyright.PENANA2on1mh70FB
"Eits… Pipit? Kan gak boleh kata dokternya… Awak juga gak tega-la… maen masuk-masuk aja… Apa Imran juga udah masuk?" tanyaku masih berjongkok di depannya. Pipit urung meloloskan celana pendeknya.
742Please respect copyright.PENANAjQsjzDRqJG
"Belum, bang… Abis Pipit pengeeen~~…" manjanya muncul lagi.
742Please respect copyright.PENANAC2rGyTCPqn
"Sabar ya, mama Pipit… Mama Pipit harus sabar… Demi si kecil imut ini… Pasti nanti dia secantik mamanya… Biar dia sehat… tumbuh besar… pinter dan kuat!" kataku menyingkap sendiri kaos longgar yang dikenakannya, mengusap-ngusap perutnya yang lebih berisi sekarang lalu mengecup beberapa kali.
742Please respect copyright.PENANA8ykeSH7ZnA
"Biar kuat kayak papa Aseng… Hi hi hihi…"
742Please respect copyright.PENANAUVzCSvvFeO
—————————————————————————-
Aku harus cepat-cepat pulang nih karena kereta galas punya si Misnan ini harus kukembalikan padanya untuk alat transportnya pulang. Sampe di rumah udah sore menjelang Maghrib dan Misnan langsung pulang. Aku masuk rumah dan aku menemukan istriku dan Vivi sedang di ruang makan sedang menyantap sesuatu.
742Please respect copyright.PENANArV9aPV21N4
"Disuruh istirahat itu ya istirahat, paa… Lagi luka-luka gitu kok masih keluyuran aja… Gimana, sih?" repet istriku sambil menyendokkan makanan itu ke mulutnya.
742Please respect copyright.PENANACoPi8hFPKI
"Itu tadi papa ke Mabar… ngeliat progres renovasi rumah, ma…" jawabku. Vivi tersenyum-senyum penuh arti. Mungkin karena aku sedang direpeti istriku ini. Mana mungkin kan dia tau apa yang sudah kubuat seharian ini? Udah gak ada lagi Banaspati yang bisa disuruh-suruhnya untuk memata-matai aku. Tapi ia tetap mempertahankan senyum itu. Lalu saat istriku hanya fokus menghadap padaku, ia membuat gestur dua jari; telunjuk dan tengah seolah ditujukan ke matanya lalu kemudian ke arahku sebagai tanda 'aku liat apa yang kau perbuat'. Apa maksudnya? Apa itu hanya gertakannya saja? Ato dia benar-benar bisa meliat apa yang sudah kuperbuat tadi?
742Please respect copyright.PENANAxlcwmZEgQt
"Makan apa?" tanyaku tak menggubris celotehan merepetnya.
742Please respect copyright.PENANAsLYj4TUXy2
"Mau? Bubur kacang ijo… Vivi yang masak…" tawarnya. Aku mengangguk. Lumayan buat mengganjal perut.
742Please respect copyright.PENANAUpxqNRze3W
Dengan ligat, Vivi bangkit, mengambil sebuah mangkok baru, mengambilkan bubur itu lalu menghidangkannya padaku lengkap dengan sendok dan segelas air putih hangat.
742Please respect copyright.PENANAgcuJcrmDwe
"Enak…" kataku saat mulai suapan pertama.
742Please respect copyright.PENANApEt8iC3x1a
"… Jadi apa yang membuat Vivi suka sama lakikku ini?" Alamak! Pertanyaan macam apa itu? Jadi selama tadi di sini, mereka sudah membicarakan masalah ini? Aku jadi jiper mendengar pertanyaan semacam ini dari istriku yang ditujukan ke Vivi. "Awak tau dia luar dalam… Awak gak tau kerjanya apa aja di luar sana… Tapi dia gak akan mau merayu perempuan macam Vivi… Apa kira-kira?" aku terdiam. Tanganku berhenti mengaduk bubur kacang ijo ini. Tapi anehnya Vivi sepertinya santai-santai aja, tenang dan sepertinya punya jawaban yang sudah disiapkan.
742Please respect copyright.PENANANZGVlMaaUg
Aku gak takut ngelihat hantu paling seram sekalipun. Aku gak gentar menghadapi lawan sekuat siapapun. Aku gak keder melewati rintangan sesulit apapun. Tapi dingin sebeku es mengalir di tulang belakangku saat kudengar soalan sedemikian pedasnya. Saat ini aku merinding hampir gemetar.
ns 15.158.61.48da2