NANDITA POV
Namaku Nandita Wijaya, Aku adalah anak sulung di keluarga Baroto. Usiaku kini hampir menginjak 26 tahun dan belum menikah. Sebagai seorang pekerja, karirku bisa dikatakan cepat melesat. Bagaimana tidak semua proyek perusahaan yang dihibahkan kepadaku bisa terlaksana dengan sangat baik tanpa ada masalah sedikitpun. Karena hal itulah di usiaku yang terbilang cukup muda dibandingkan dengan kompatriotku di kantor, namun posisi jabatanku jauh lebih tinggi dibanding mereka. Karir yang baik nyatanya tak selaras dengan hubungan asmaraku. Aku sudah tak mempercayai lagi mahluk yang bernama LELAKI!
Semua itu terjadi karena ulah Ayahku sendiri. Baroto Wijaya.
Sebelum Ayahku meninggal dunia beberapa tahun silam, Aku mengenalnya sebagai seorang pria yang sangat baik dan bertanggung jawab. Tak hanya itu, etos kerja kerasnya benar-benar menjadi acuanku dalam berkarier. Bahkan, dulu Aku punya cita-cita jika nanti akan menikah maka pria itu harus seperti Ayahku.
Namun semua itu porak poranda ketika Ayahku meninggal karena serangan jantung beberapa tahun silam. Aku tidak mengutuki kematiannya, tapi Aku membenci fakta jika Ayahku ditemukan tanpa nyawa di dalam kamar dalam keadaan bugil bersama Yanti, salah satu asisten rumah tanggaku. Rupanya waktu itu Ayahku sempat meminum obat kuat sebelum melakukan aksi bejatnya, celakanya obat itulah yang membuat akhirnya dia meregang nyawa.
Awalnya tentu Aku begitu murka, khususnya pada Yanti. Bagaimana mungkin dia berani main gila bersama Ayahku di dalam rumah! Sesuatu yang sama sekali tak pernah Aku bayangkan, terbersit pun tidak. Aku bahkan berencana melaporkan kejadian ini pada Polisi namun Ibuku buru-buru mencegahku. Menurut Ibuku aib seperti ini tidak perlu diumbar, selain akan mencemarkan nama baik keluarga, hal tersebut tentu akan berpengaruh pada perkembangan bisnis mendiang Ayahku yang mulai naik daun.
Ibukupun tetap mempekerjakan Yanti, dengan tujuan agar janda gatel itu tetap tutup mulut atas aib keluarga kami. Maka dengan sangat terpaksa Aku harus menuruti permintaan Ibu untuk tidak bertindak terlalu jauh dalam menyikapi peristiwa yang melibatkan mendiang Ayahku dengan Yanti. Meskipun begitu kemarahan akan hal ini berakibat pada mindsetku tentang arti seorang lelaki dalam hidupku.
Ayah, adalah cinta pertamaku, dia adalah sosok panutan yang memberiku inspirasi semenjak kecil. Namun dia dengan begitu mudahnya menghancurkan semuanya. Menghancurkan kepercayaan serta kebanggaanku. Aku benci Ayah! Aku benci semua pria di dunia ini!
Beruntung Aku memiliki pekerjaan yang menuntut waktu lebih. Aku bisa mencurahkan semua energiku pada pekerjaanku tersebut dan mengalihkan sebagaian amarahku pada peristiwa yang menyebabkan kematian Ayah. Namun begitu, perasaan antipati pada sosok pria membuatku menjadi jauh lebih tertutup dari sebelumnya. Tak terhitung sudah berapa banyak lelaki yang datang mendekatiku dan berakhir dengan kekecewaan untuk mereka karena penolakan atau aksi ketusku.
Ibuku berkali-kali mendesakku untuk segera mengakhiri masa lajang, bahkan tak jarang beberapa kali dia menyodorkan nama-nama pria lajang, anak dari relasi bisnis atau teman arisan, namun semua mental begitu saja karena penolakanku. Alasan tuntutan karier dan pekerjaan sementara bisa Aku gunakan untuk menangkis desakan Ibu agar Aku segera menikah.
Bagiku, pernikahan adalah sebuah penjara hidup yang akan membuatku berakhir dalam kubangan kekecewaan. Sama seperti apa yang telah dilakukan oleh Ayah beberapa tahun silam terhadap keluarga kami...
***
Setelah selesai bersiap Aku bergegas keluar dari dalam kamar untuk pergi ke kantor. Saat menuruni anak tangga Aku melihat Yanti berjalan cepat menuju arah dapur yang berada di bagian belakang rumah dengan sedikit tergesa. Wajahnya yang biasa ceria terlihat muram dan yang membuatku sedikit terkejut adalah saat melihat janda binal itu sedikit terisak.
Ada apa dengan wanita brengsek itu?
Tak mau terlalu jauh memikirkannya Aku kembali menuruni anak tangga, namun pandangan mataku kembali mendapat surprise saat menyaksikan Angel, adik keduaku, sedang berdiri di depan pintu kamar Ibuku sambil seperti sedang mengintip lewat celah pintu yang sudah terbuka sedikit.
"Ngapain Lu?"
"Ssssttt!!!" Mata Angel yang bulat ceria langsung melotot ke arahku sembari menempelkan telunjuk jari ke bibirnya, memberi tanda padaku untuk memelankan suaraku. Penasaran, Aku langsung mendekatinya.
"Ada apa sih?" Tanyaku sekali lagi, kali ini dengan sedikit berbisik.
"Tuh liat sendiri." Ujar Angel, dia menggeser tubuhnya yang ramping, memberi space padaku agar bisa melihat ke dalam kamar lewat celah pintu.
Seketika nafasku terasa sesak saat dengan mata kepalaku sendiri melihat pemandangan mesum yang tengah dilakukan oleh Ibu dan Rafi, adik bungsuku. Rafi duduk di tepi ranjang dalam keadaan telanjang bulat, penisnya yang baru Aku tau berukuran sangat besar mengacung tegak dan berada dalam penguasaan telapak tangan Ibuku.
Tak hanya mengocoknya saja, tanpa rasa jijik Ibuku juga mengulum batang penis Rafi. Bahkan sesekali lidah Ibu juga menjilati kepala penis yang berbentuk seperti kepala jamur itu. Lenguhan lirih sesekali terdengar dari mulut Rafi ketika mulut Ibu menghisap penisnya dalam-dalam.
Aku seperti terhipnotis menyaksikan semua adegan amoral tersebut. Batinku berteriak untuk segera menghentikannya namun di sisi lain Aku menikmati pertunjukan itu. Adrenalin terpacu hingga membuat tubuhku kaku. Namun saat otakku kembali waras dan berniat untuk segera menghentikan aksi bejat itu, tiba-tiba Angel menarik lenganku agar menjauh dari pintu kamar.
"Eh! Mau ngapain?!" Protesku, Angel bergeming dan tetap menyeret tanganku menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
"Udah biarin mereka, kasian Ibu udah bertahun-tahun nggak ngrasain kontol." Cerocos Angel santai tak mempedulikan protesku. Kami akhirnya masuk ke dalam kamarnya.
"Gue sange banget nih Kak, gara-gara liat Ibu sama Rafi, Gue jadi pengen...."
Tanpa rasa malu sedikitpun Angel lantas melucuti piyama satin yang sedari tadi membungkus tubuhnya hingga telanjang bulat di hadapanku.
"Eh..Eh..Lu mau ngapain???" Kenapa pagi ini jadi begitu absurd di dalam keluargaku sih?
"Bantuin Gue sebentar ya Kak...Please..." Rajuk Angel dengan mimik wajah manja.
"Udah gila Lu ya? Ogah!" Hardikku sebelum berbalik badan dan berniat pergi meninggalkan kamar, namun Angel tiba-tiba mencegahku. Bak Polisi lalu lintas yang sednag melakukan razia, adikku itu menghalangi pintu kamar dengan tubuhnya.
"Please Kak...Jangan pergi..." Rajuknya sekali lagi, Aku makin heran dengan sikapnya yang begitu aneh ini.
"Minggir! Gue mau kerja!" Hardikku sekali lagi, tapi Angel tetap bersikukuh menghalangi langkah kakiku.
"Ayolah Kak, Lu juga pengen kan kayak Ibu tadi?" Angel mendekatiku, tanpa ragu dia memelukku dari depan sembari membisikkan sesuatu yang membuat bulu kudukku merinding. Ada sesuatu yang salah dalam diriku juga kali ini karena tak punya daya untuk menjauhkan tubuh Angel.
"Eng...Enggak..." Desakku lirih.
"Bohong..."
Tubuhku tak berdaya, seolah kehilangan tenaga ketika Angel perlahan dia menuntunku menuju atas ranjang kemudian merebahkanku. Dadaku berdebar makin kencang, bulu kudukku meremang bukan main saat Angel mengecup leherku, menciuminya, kemudian berubah menjadi jilatan yang menyusur tiap jengkal permukaan kulit.
"Gue sange banget Kak..." Desisnya lirih, mata bulatnya menatapku penuh arti sebelum tanpa bisa kucegah bibirnya yang mungil menyasar bibirku.
Kami saling berciuman...
Bertautan lidah..
Bertukar air liur...
Aku memang sudah kehilangan keperawanan beberapa tahun silam saat masih berhubungan dengan Doni, mantan pacarku, namun sekian tahun ke belakang pula Aku tak pernah sekalipun merasakan sentuhan lawan jenis. Alhasil apa yang dilakukan oleh Angel saat ini membuatku kikuk, salah tingkah, namun sekaligus penasaran. Dengan cekatan Angel mulai mempreteli kancing kemejaku, melepaskannya dari tubuhku hingga payudaraku yang berukuran lebih besar dibanding miliknya menyembul keluar.
"Udah..Udah..Gue mau kerja..." Ujarku mencoba menjauhkan kepala adikku yang semakin merangsek masuk.
Angel bergeming, bibirnya mulai menjelajahi payudaraku, mengecupnya berkali-kali dengan lembut sebelum akhirnya hinggap dan menyesapi kedua putingku secara bergantian. Angel seolah begitu mahir melakukannya, tubuhku menggelinjang menahan desakan aneh yang mulai muncul dari dalam diriku. Satu tanganku meremas permukaaan kain sprei sementara satu tangan lagi meremas rambut Angel.
"Aaaachhhh...."
"Enak Kak..?"
"Eeemcch...."
Angel kembali mencium bibirku, kali ini Aku menyambutnya tanpa paksaan. Lidah kami kembali bertaut, saling membelit, menjilat, mengecap nikmat. Lambat laun birahiku yang sekian lama terkubur kemarahan terpancing, tubuhku terasa hangat, rahimku basah. Aku membalik tubuh Adikku, kali ini Angel giliran terlentang. Entah apa yang harus Aku lakukan ketika tatapan mata kami bertemu, namun instingku mengarahkan untuk bertindak lebih jauh. Maka tanpa pikir panjang Aku langsung menyergap payudaranya yang berukuran lebih kecil dibanding punyaku.
"Aaaachhh...Kak....."
Lenguh panjang Angel bebarengan dengan remasan tanganku pada payudaranya. Bibirku tak mau tinggal diam dan mulai ikut mencecap putingnya berkali-kali hingga mengeras sempurna. Tubuh Angel beranjak menggelinjang menikmati tiap jengkal sentuhan tangan serta bibirku, apalagi ketika jemaeiku mulai menyibak bulu halus yang tercukur rapi di area kewanitaaannya. Sudah cukup basah kurasakan.
"Enak Kak..." Desisnya lirih.
Ciumanku turun semakin ke bawah, perutnya yang ramping Aku hinggapi sesaat, kemudian sebentar menyasar lubang pusarnya, menjilatinya. Beberapa kali tubuh Angel menegang dang melengkung ke atas tanda jika ciumanku membuatnya benar-benar terangsang.
"Aaauchhhhh!! Kaakkk!!"
Angel memekik kencang saat akhirnya bibirku sudah berada di depan liang senggama miliknya. Tanpa rasa jijik Aku langsung menjilati lubang kenikmatan itu. Aroma khas langsung tercium olehku, lidahku dengan buas bergerak naik turun, mengular dan mengecap seluruh permukaan vagina milik Angel. Suara desisan kini berubah menjadi desahan bahkan sesekali pekikan kecil dari bibir Angel. Makin penasaran Aku gunakan ujung jari tengahku untuk menggesek permukaan daging kelentitnya sambil terus menjilati permukaan vagina. Paha Angel bergetar bukan main sampai harus menjambak kepalaku dan menekannya ke dalam.
"Ooocchhh! Kaak!! Enak banget anjir!!"
Jari tengahku kini menelusup masuk, lumayan sempit namun akhirnya lolos juga, tanda jika Angel sama sepertiku. Sudah tak perawan lagi. Perlahan Aku mulai mengocoknya dengan kecepatan sedang sambil terus memainkan lidahku pada klitorisnya. Semakin cepat gerakan tanganku maka semakin keras pula desahan yang terdengar dari mulutnya.
"Oocchh!! Fuck!! Fuck!! Anjir enak banget!!"
Tubuh Angel bergerak liar kesana-kemari dihantam desakan birahi akibat rangsanganku. Pemandangan yang sebenarnya cukup asing bagiku namun Aku menikmatinya. Sangat menikmatinya. Vagina Angel makin basah, Aku makin buas dengan menambahkan satu jari lagi untuk mengocok bagian dalam. Hingga beberapa saat kemudian tubuh Angel melenting tegang, pantatnya terangkat cukup tinggi disertai teriakan dahsyat yang menggema memenuhi kamarnya.
"AAAARRCHHHHHH!! KAAAKKK!!!"
Angel mengalami orgasme, nafasnya terengah-engah, mata kami kembali bertemu. Tanpa peringatan Angel menarik kepalaku dan menciumi bibirku. Nafas kami memburu dalam pelukan, sebuah pelukan yang berarti lebih dibanding hanya sebagai seorang adik dan kakak.
KLEK!
Aku dan Angel langsung terkesiap dan menoleh ke arah pintu. Rafi sudah berdiri di sana dengan penis yang sudah menegang sempurna.
"RAFIIIIII!!!!!" Teriak kami berdua bebarengan.
BERSAMBUNG
Cerita "KELUARGA ABSURD" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan di8487Please respect copyright.PENANAM6SDoE5Vh6
TRAKTEER8487Please respect copyright.PENANAb9cjKYfupO