Selama ini sikap Darma ke Mira biasa saja, meskipun ia memendam rasa yang menggebu. Ia berusaha tak membuat keluarganya curiga atas perasaannya ini.
Mira pun juga bersikap biasa aja ke Darma. Layaknya menantu dan mertua. Karena ia tak tahu dan tak merasakan ada yang aneh dari bapak mertuanya itu.
Mira sendiri sering meminta bantuan Darma untuk hal-hal kecil ketika Rian tidak ada di rumah. Entah itu memasang gas elpiji, mengangkat galon, atau memperbaiki perabotan yang rusak ringan. Darma adalah mertua yang baik di mata Mira. Karena banyak membantu kehidupan rumah tangganya.
Memang selama ini Darma selalu membantu untuk hal-hal itu. Rian juga telah menyuruh istrinya untuk meminta bantuan ke Darma jika ada apa-apa saat dirinya tidak di rumah.
Darma pun juga dengan senang hati melakukan hal tersebut. Apalagi dia saat di rumah juga banyak waktu senggang, ketika tidak ke sawah. Hal ini sekaligus untuk mengisi waktu senggangnya.
Seperti sore ini, Mira meminta tolong ke Darma untuk memasang tabung gas.
“Pak, gas di rumah habis, Minta tolong gantikan. Mas Rian masih belum pulang,” ucap Mira saat mendatangi Darma yang sedang duduk santai di depan teras.
“Oh ya, bentar lagi saya akan ke sana,” ujar Darma sambil tersenyum.
Tentu Darma sangat senang ketika Mira meminta tolong padanya. Namun dirinya tak segera beranjak dari tempat duduknya. Ia masih menghabiskan sebatang rokok yang sudah dibakarnya.
Sekitar 10 menit kemudian, barulah Darma beranjak dan masuk ke rumah Mira. Ia tidak melihat Mira di mana. Hanya ada cucunya yang sedang duduk menonton televisi.
Ia pun langsung menuju ke dapur dan melepas regulator dari tabung gas elpiji yang sudah habis. Kemudian ia memasang regulator ke gas elpiji yang baru.
Setelah selesai memasang tabung gas itu, Darma memastikan jika kompornya bisa menyala, baru ia beranjak dari situ.
Api di kompor bisa menyala dengan normal. Tugas Darma pun selesai. Ia segera keluar dari dari dapur.
Saat berjalan keluar dari pintu dapur, hal tak terduga terjadi. Darma berpapasan dengan Mira yang baru saja selesai mandi. Mira hanya mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Handuk warna putih itu menutup payudara sampai sebagian pahanya.
“Eh, bapak!” Mira kaget saat berpapasan dengan Darma. Ia sempat berhenti sejenak.
Begitupun dengan Darma, ia juga kaget melihat menantunya hanya pakai handuk saja. “Sudah saya pasang ya gasnya,” ujarnya.
“Iya pak, terimakasih.” Mira pun segera berjalan lagi menuju kamarnya. Karena malu hanya mengenakan handuk saja.
Meskipun hanya berpapasan sebentar, Darma sempat memperhatikan tubuh menantunya itu setelah mandi.
Darma pun kini berjalan kembali ke rumahnya. Kejadian barusan kemudian membanyangi kepalanya. Ia terys terbayang-bayang tubuh menantunya itu.
Sekilas tadi Mira melihat tubuh Mira yang masih basah. Kemudian rambutnya juga basah setelah keramas. Ia sempat memperhatikan klit Mirah yang bersih dan mulus. Apalagi di bagian pahanya.
Ditambah aroma wangi sabun dan sampo yang telah dipakai Mira, bikin Darma tak bisa melupakan momen singkat itu.
Meski sudah bertahun-tahun hidup berdampingan, baru kali ini Darma melihat menantunya itu hanya pakai handuk saja.
Darma terus terbayang-bayang tubuh Mira yang hanya mengenakan handuk itu hingga malam hari. Hasrat seksualnya pun kembali mencuat dengan kuat.
Darma pun berniat untuk menuntaskan hasratnya dengan istrinya. Semoga kali ini Sri mau menuruti kehendaknya. Terakhir ia bergumul dengan Sri sudah berbulan-bulan lalu. Sri sering menolak ajakan Darma. Karena sebagai wanita tua, ia sudah tak berhasrat lagi untuk berhubungan suami istri. Sri kerap beralasan capek.
Sekalipun menerima ajakan suaminya, Sri sudah tidak bisa merasakan kenikmatan seperti dia masih muda. Ia hanya diam saja ketika berhubungan, menjalankan tugasnya sebagai istri.
Sri sendiri di usia 58 tahun memiliki tubuh kecil dan rampin. Tingginya sekitar 155 cm dan berat 45 kg. Kulit kuning langsatnya yang dulu bercahaya kini mulai memudar, dihiasi garis-garis keriput.
Rambutnya yang dulu hitam pekat sudah berangsur memutih, namun Sri selalu menyanggulnya dengan sederhana. Tangan-tangannya, yang mulai menonjol urat-uratnya, adalah saksi bisu dari kerja keras bertahun-tahun membantu suaminya di sawah, terutama saat musim panen tiba.
Sri adalah sosok yang penyayang dan telaten bagi keluarga. Ia selalu memperhatikan setiap kebutuhan suami, anak, menantu, dan cucunya.
Di desanya, Sri dikenal bukan hanya sebagai istri yang setia dan ibu yang perhatian, tetapi juga sebagai pribadi yang kerap membantu sesama.
Saat muda, Sri adalah gambaran wanita desa yang memesona dengan kecantikan alami. Banyak pria yang mengejar-ngejarnya, namun ia jatuh cinta pada Darma hingga berlanjut ke jenjang pernikahan.
Bagi Darma, Sri muda sama cantiknya dengan Mira. Hal inilah yang mungkin membawa Darma ke dalam fantasi rasa dengan Mira.
Malam ini Sri masuk ke kamar dan bersiap-siap tidur. Darma lalu menyusul ke dalam kamar.
“Bu, aku lagi pingin, mau ya?” tanya Darma, ia mendekati Sri yang sudah rebahan di atas ranjang.
“Aduh pak, aku capek. Ngantuk,” jawab Sri. Ini sebenarnya jawaban template dari Sri tiap kali diajak hubungan suami-istri oleh Darma.
“Bentar aja bu, sudah tidak tahan,” kata Darma, sedikit memaksa.
“Besok aja ya pak,” Sri menawar.
“Dari kemarin-kemarin jawabannya gitu terus bu,” keluh Darma.
“Iya pak, tadi capek banget dari sawah,” ucap Sri.
“Bentar aja kok bu, ibu diam aja seperti biasanya,” kata Darma.
“Ih bapak maksa, capek pak. Besok ya, janji deh,” jawab Sri.
“Ya sudah bu,” Darma pun tidak bisa memaksa lagi.
Sri kemudian dengan cepat tertidur. Ia memang benar-benar capek nampaknya. Sedangkan Darma tidak bisa tidur, dia pun pergi ke teras rumah untuk membakar rokok.
Kepala Darma masih dipenuhi dengan bayang tubuh Mira. Hasrat seksualnya juga tak menurun. Hari makin larut, Darma tak kunjung mengantuk, karena ada hal dalam tubuhnya yang belum dituntaskan.
Darma pun akhirnya untuk melakukan coli saja untuk menuntaskan hasratnya. Ia pun segera pergi ke kamar mandi.
Darma memastikan lagi istrinya sudah benar-benar lelap. Ia tidak mau Sri curiga karena Darma berlama-lama di kamar mandi.
Setelah tahu Sri sudah tidur pulas, Darma masuk ke dalam kamar mandi. Ia tutup pintunya rapat-rapat dan menguncinya.
Darma berdiri dan menurunkan celana pendeknya, ia tak memakai celana dalam. Ia taruh sabun di tangannya, lalu memegang penisnya.
Kemudian Darma menutup mata, ia bayangkan kejadian tadi sore saat melihat Mira yang hanya memakai baju. Ia juga bayangkan, bagaimana jika handuk itu terlepas, sehingga ia bisa melihat tubuh telanjang menantunya itu.
Sambil terus membayangkan Mira, Darma pelan-pelan mengocok penisnya yang sudah tegang.
Darma mulai merasakan kenikmatan dari setiap gesekan tangan di penisnya. Ia pun lalu membayangkan bisa menyetubuhi menantunya itu. Bayangannya ini bikin ia lebih cepat mengocok penisnya.
“Sssssshhh…. ahhh….” Darma mendesah pelan, rasa nikmat makin meningkat.
Darma memang kerap melakukan ini jika libidonya sudah memuncak dan Sri menolak ajakannya. Coli jadi satu-satunya jalan untuk menuntaskan nafsunya yang sedang tinggi.
Darma terus membayangkan menindih tubuh menantunya itu. Ia bayangkan penisnya keluar masuk dalam vagina Mira dengan cepat. Secara otomatis tangannya pun mengocok penisnya dengan cepat.
“Ohhh…. Mira… nikmat sekali,” ucap Darma, pelan.
Lalu, hanya beberapa menit saja, Darma merasakan akan ejakulasi. Ia rasakan sperma sudah menumpung di ujung penisnya, tinggal meluncur keluar.
Darma lebih cepat dan lebih cepat lagi mengocok penisnya, hingga akhirnya ia mencapai puncak kenikmatan.
“Aaaaahhhhh…. Mira aku keluar,” desah Darma, sambil membayangkan menyemburkan spermanya di dalam vagina Mira.
Crottt… crottt.. crottt….. sperma Darma muncrat ke lantai. Sangat banyak, karena sudah lama spermanya tak keluar.
Darma pun puas dan lemas. Ia kemudian membersihkan penisnya dan juga menyiram spermanya di lantai hingga bersih.
Setelah itu, rasa kantuk mendatanginya, ia pun segera pergi tidur di samping istrinya. ***
1090Please respect copyright.PENANAWJGvNzEdhZ