Salma diam saja dan berharap pembicaraan ini berhenti dengan sendirinya. Perjalanan terasa lambat di tengah malam yang lengang. Angin malam menambah rasa kantuk di mata Fadli. Kepala bocah itu mulai terhuyung-huyung, bergoyang ke kiri dan ke kanan seiring dengan gerakan mobil. Berkali-kali kepalanya terantuk ke pintu mobil, membuat Salma gelisah.
Melihat itu, Julius menghentikan mobil di sebuah rest area. "Bu Salma, kayaknya Fadli lebih baik dipindahkan ke kursi belakang. Kursi depan nggak bisa direbahkan, takutnya dia terhuyung ke arah saya dan malah kena setir. Bisa bahaya."
Salma hanya mengangguk, meskipun hatinya sedikit ragu. Julius turun dari mobil, lalu membuka pintu depan. Dengan hati-hati, dia mengangkat tubuh Fadli yang sudah tertidur lelap. Salma memperhatikan setiap gerakannya dengan waspada, memastikan tidak ada hal aneh yang terjadi. Julius memindahkan Fadli ke kursi belakang, menidurkannya dengan nyaman.
"Sudah, biar dia lebih aman tidur di belakang," ujar Julius sambil tersenyum. "Sekarang, Bu Salma, sebaiknya duduk di depan. Kasihan Fadli kalau bu Salma di belakang entar sempit ."
Salma menghela napas pelan dan akhirnya berpindah ke kursi depan sambil menggendong Salwa. Sepanjang perjalanan, rasa gelisah tak kunjung hilang. Dia tetap berusaha menjaga jarak aman dan memasang ekspresi tenang, meskipun hatinya terus waspada. Julius, dengan gaya santainya, mencoba memecah keheningan dengan obrolan ringan.
"Fadli itu cepat banget ngantuk ya," kata Julius sambil tetap fokus mengemudi.
Salma hanya membalas dengan anggukan dan senyum tipis, lebih memilih memandang keluar jendela daripada terlibat percakapan yang berlebihan. Ia berharap perjalanan segera berakhir.
Di tengah malam yang sunyi itu, mobil terus melaju, membawa Salma pada berbagai pikiran—antara menjaga kewaspadaan dan menyimpan kecurigaan yang makin sulit untuk diabaikan.
Yang ditakuti dan dikhawatirkan oleh Salma memang terjadi. Setelah beberapa lama perjalanan, Salma terkejut ketika tiba-tiba sebelah tangan Julius berada di atas pahanya. Salma mencoba menepis dan mengalihkan tangan yang penuh bulu itu, tapi Julius lebih kuat darinya.
Untuk menepis dengan lebih keras lagi, Salma khawatir karena Julius hanya memegang setir dengan sebelah tangan. Mana tahu setirnya akan terbabas nanti. Salma mencoba untuk menjerit, tapi tak jadi ketika teringat anaknya yang sedang tertidur di pelukannya dan di kursi belakang.
Salma khawatir jika anaknya terbangun dan melihat tangan Julius di atas pahanya, pasti anaknya akan memberitahu suaminya. Sudah tentu akan heboh seluruhnya. Mungkin juga suaminya akan menganggap bahwa Salma sendiri memang gatal.
Atau mungkin akan terjadi pertengkaran, bahkan berujung hingga ke pengadilan dan sebagainya. Dan bagi Salma, sudah pasti dia yang akan malu nanti. Jadi mau tidak mau, Salma mencoba bertahan dan menenangkan keadaan.
Tangan Julius dipegangnya supaya hanya tetap berada di atas pahanya saja, tidak bergerak ke bagian-bagian lain. Meskipun tangan Julius tidak bergerak dan hanya terpegang di pahanya, tapi jari-jari Julius tetap bergerak. Muncul perasaan aneh dalam diri Salma saat menahan tangan Julius.
Apalagi saat paha Salma diremas-remas lelaki itu secara perlahan-lahan. Dan cara Julius meremasnya inilah yang membuatkan Salma merasa geli. Meskipun pahanya tertutup kain gamisnya, kegeliannya tetap terasa. Tanpa Salma sadari, kegelian itu sudah membuat bulu romanya mulai berdiri, dan naluri nafsunya pun mulai muncul.
Salma yang sudah beberapa minggu tak menikmati hubungan intim dengan suaminya, cukup cepat terangsang. Tangannya yang mengawal tangan Julius tadi mulai semakin longgar, sehingga tangan dan jari-jari Julius semakin bebas bergerak.
Salma semakin geli ketika tangan Julius menyentuh pada celah selangkangannya meski masih terhalang kain gamis yang dia kenakan. Julius bahkan sudah mulai mengusap-usap perlahan selangkangannya itu. Salma dengan sendirinya mulai semakin tersandar pada kursi, dan membiarkan saja tangan Julius untuk terus mengusap-usap di bagian itu.
Bukan hanya itu, bahkan Salma juga sudah membiarkan saja, meskipun dirasanya tangan Julius mulai menyingkap gamisnya ke atas. Setelah itu, Salma merasakan tangan Julius mulai menyelinap masuk ke bawah gamisnya.
Salma semakin terbawa suasana ketika tangan Julius bersentuhan langsung dengan pahanya.
Julius mulai mengelus kulit paha halus dan mulus Salma. Membuat Salma makin merasa terangsang. Elusan Julius makin naik ke atas. Betapa kagetnya Salma ketika jari-jari Julius mulai menyelinap masuk ke bawah celana dalamnya. Tanpa disadarinya, Salma sendiri sudah membuka lebar kakinya. Salma merasa memeknya mulai basah.
Salma terkejut ketika mobil Julius telah berhenti. Ternyata mereka sudah sampai. Mobil Julius sudah berhenti di garasi rumah Julius. Saat itu, hanya dua atau tiga rumah saja yang masih terang benderang di sekitar rumah mereka. Rumah lain hanya menyisakan beberapa lampu yang menyala.
Maklumlah, jam sudah menunjukkan pukul 11 mendekati tengah malam. Salma yang masih terbuai tadi membetulkan bagian bawah gamisnya yang disingkap oleh Julius, lalu turun dari mobil.
Dia sebenarnya sudah terhanyut dalam kenikmatan sebentar tadi. Dan Salma seakan menyesal mengapa begitu cepat sampai di rumah. Salma mencoba membangunkan anaknya yang masih tidur nyenyak untuk pulang ke rumah, tetapi Julius mengatakan tak apa, biar dia yang akan menggendongnya untuk diantar ke rumahnya.
Salma hanya mengambil tas yang dibawanya dan keluar dari halaman rumah Julius untuk masuk ke rumahnya. Julius yang membopong Fadli mengikuti dari belakang. Fadli yang mungkin kelelahan itu masih terus tertidur.
Salma meminta Julius meletakkan anaknya di dalam kamar tidurnya. Memang ada satu ranjang kecil di kamar itu yang khusus untuk anaknya. Di ranjang itulah Julius membaringkan anaknya.
Setelah Julius menidurkan putranya, Salma membungkuk mengambil selimut untuk menutupi putranya. Namun sekali lagi Salma terkejut saat Julius menyentuh pinggulnya. Tapi Salma tidak menepis tangan Julius lagi. Dia membiarkan saja tangan itu berada di pinggulnya.
669Please respect copyright.PENANAfYEZtsPZSo
Salma yang merasa tanggung dengan elusan Julius di mobil tadi sepertinya ingin merasakannya lagi. Julius meremas pinggul Salma dengan gemas. Salma semakin bergiarah dan nafsunya makin berkobar. Dan dalam situasi yang begitu penuh hasrat birahi, Salma tidak menyadari bahwa dia hanya menurut ketika Julius membawanya ke tempat tidurnya.
669Please respect copyright.PENANAwBvB08DJ9n
Salma merasakan begitu cepatnya Julius menerkamnya. Julius terus mencium telinga dan sikunya. Tangan Julius merangkak di dada dan sesekali payudaranya diremas olehnya. Salma yang makin nikmat sudah membiarkan Julius membuka bagian atas baju gamisnya.
669Please respect copyright.PENANADFzTpydz02
Dan untuk sesaat, bagian atas tubuhnya terbuka seluruhnya. Hanya menyisakan hijab di kepalanya. Baru kali ini tubuh Salma terpampang seperti itu. Suaminya tidak pernah menelanjanginya, malah menutupinya dengan selimut. Bahkan saat berhubungan intim dengan suaminya, Salma tak pernah telanjang.
669Please respect copyright.PENANAA4tEjwTdP4
Suaminya mengatakan dia tidak boleh telanjang karena setan akan melihatnya dengan cara yang sama. Jadi mereka melakukan persetubuhan di dalam selimut. Salma semakin terbuai saat Julius mengecup dan mencium dadanya.
669Please respect copyright.PENANALQWpIeoKLK
Terdengar erangan nikmat saat kedua payudara Salma dihisap bergantian oleh Julius.
Saat sedang hanyut dibuai birahi Salma terlonjak kaget saat tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu diiringi salam dari depan rumah. Suara itu tak asing lagi—itu Fahri, suaminya. Detik itu juga, darahnya serasa berhenti mengalir. Napasnya memburu, dan jantungnya berdetak tak karuan.
Tanpa pikir panjang, ia mendorong tubuh Julius yang masih menindihnya di atas ranjang dengan wajah tegang. “Cepat! Kamu harus pergi!” bisiknya dengan nada mendesak sambil meraih gamis yang tadi dilepasnya. Tangannya gemetar saat mengenakannya kembali dengan asal-asalan.
Julius tampak terdiam sejenak, tapi Salma tak memberi waktu untuk keraguan. Segera dia memberikan pakaian Julius untuk cepat dia pakai. Lalu dia mendorong tubuh Julius menuju pintu belakang, mengisyaratkan arah jalan keluar. “Lewat sini! Cepat, !” lanjutnya dengan suara nyaris tertahan.
Julius menurut, meski langkahnya terasa berat dan penuh keraguan. “Kamu yakin aman?” tanyanya setengah berbisik. Salma hanya mengangguk cepat sambil terus mendesaknya.
Setelah memastikan Julius telah melewati pintu belakang dan lenyap dari pandangan, Salma menyandarkan tubuhnya ke dinding. Napasnya tersengal, tangannya meremas sisi gamisnya yang basah oleh keringat dingin. Namun, suara ketukan di pintu depan kembali menyadarkannya dari kekalutan.
“Assalamu alaikum Ummi, kamu di dalam? Ini Abi, buka pintunya,” suara Fahri terdengar lebih keras kali ini.
Bersambung
ns 15.158.61.19da2