YANTI POV
664Please respect copyright.PENANAvMxXfFgTBv
Ah jangan sampai tua bangka ini keluar lebih dulu, maka ketika penisnya mulai berkedut hebat segera Aku sudahi permainan mulutku. Lubang kencingnya langsung Aku tutup menggunakan permukaan jempol tanganku, sementara tangan kiriku mengurut pelan bagian pangkal penisnya. Bergerak pelan naik turun, Pak Kandar melirik ke arahku seperti bingung dengan apa yang sedang Aku lakukan saat ini pada batang kejantanannya.
"Kamu ngapain nduk...?" Tanya Pak Kandar sembari melirik tanganku yang mengerjai batang penisnya.
Aku bergeming dan langsung mengambil posisi di atas tubuhnya. Sesaat Aku gesekkan ujung kepala penisnya pada permukaan liang vaginaku, Pak Kandar kembali melenguh, tubuhnya tegang merasakan pucuk pusakanya bergesekan dengan lipatan becek vaginaku. Setelah memastikan liangku siap, perlahan Aku menurunkan tubuhku, membuat batang penis Pak Kandar sedikit demi sedikit menyesaki vagina.
"Ooucchh! Kok sempit banget nduk...?"
"Eemmcchhhh...."
Aku menggigit bibirku sendiri ketika pinggul Pak Kandar ikut bergerak ke atas, membuat penisnya yang kekar makin masuk lebih dalam lagi. Dua tanganku bertumpu pada dadanya yang bidang, sementara tangan Pak Kandar meraih payudaraku yang bergelantungan bebas.
Vaginaku terasa begitu sesak, penis Pak Kandar telah masuk seluruhnya. Tak mau menunggu lama, Aku mulai menggerakkan badan naik turun. Aku gunakan kekuatan tubuhku untuk menjepit serta mengocok penis Pak Kandar yang terlentang di bawah tubuhku. Tangan pria tua cabul itu terus menggerayangi kedua payudaraku, sesekali dia jahil menarik putingku.
PLOK
PLOK
PLOK
Bunyi tumbukan pantatku yang semok dengan bagian bawah tubuh Pak Kandar terdengar cukup nyaring. Aku sudah tak peduli lagi jika ada yang mendengarnya dari luar. Persetan semuanya! Toh seperti yang dibilang oleh Pak Kandar sebelum menyetubuhiku, Aku adalah seorang lonte yang telah memuaskan banyak penis.
Pak Baroto, Mas Rafi, dan sekarang Pak Kandar. Setidaknya Aku melakukannya bukan karena paksaan, tapi karena memang Aku mau. Aku butuh sex. Aku haus sex. Bukankah seharusnya begitu seorang lonte harus bersikap?
"Oocchhh! Pelan nduk! Pelan!!!"
Aku tak mempedulikan rengekan Pak Kandar yang memintaku untuk menurunkan tempo genjotan tubuhku. Pinggulku terus bergerak naik turun dengan kecepatan tinggi, sesekali Aku juga menggoyangnya dengan gerakan memutar searah jarum jam sebelum kembali menggenjot penis kekar milik tua bangka itu dengan cepat. Aku sedikit menurunkan tubuhku, tanpa rasa takut lagi Aku menatap lekat wajah Pak Kandar yang melenguh keenakan akibat jepitan dinding vaginaku pada batang penisnya.
"Kenapa Pakdhe? Udah mau crot ya? Masa cuma segini aja nggak kuat? Aku malah belum ngrasain apa-apa..."
Pak Kandar tak menjawab ejekanku, bahkan Akupun sudah tak peduli respon apa yang akan diberikannya setelah ini. Setidaknya Aku bisa merendahkan egonya sebagai seorang pria dewasa yang gagal membuat pasangan sexnya terpuaskan.
Tidak ada satupun yang bisa menandingi sakitnya hati seorang pria jika sudah direndahkan seperti ini. Pinggulku bergerak makin cepat, naik turun berkali-kali dengan cepat dan keras sementara Pak Kandar hanya bisa melenguh sambil memainkan payudaraku dengan kedua tangannya.
"Ouuch! Nduk! Pakdhe nggak kuat nduk...."
Ah, rupanya kemampuan Pak Kandar dalam bersetubuh tak lebih besar dari nafsu bejatnya pada tubuhku. Segera Aku turun dari atas tubuhnya sebelum dia memuntahkan sperma di dalam rahimku. Penisnya memang masih terlihat kekar dengan balutan otot-otot kencang di sekitar batang, basah kuyup pula oleh cairan kewanitaanku. Aku langsung mengulumnya dengan ganas, Aku sedot kuat-kuat lubang kecingnya hingga membuat Pak Kandar berteriak dan mendesah.
"Aaargghtttt!!"
Satu tanganku meraih batang penisnya dan mulai mengocoknya secara cepat, sementara lidahku menjilati lubang kencingnya. Tubuh Pak Kandar makin belingsatan menerima seranganku, berkali-kali dia mencoba meraih kepalaku namun bisa Aku hindari. Aku ingin menyiksanya seperti ini, ketika penisnya berkedut hebat, gerakan kocokan tanganku Aku hentikan dan saat penisnya mereda Aku kembali mengocoknya dengan cepat dan keras sambil menjilati lubang kencingnya menggunakan lidahku. Begitu seterusnya sampai beberapa saat hingga tiba-tiba Pak Kandar bangkit dari posisi tidurnya dengan raut wajah marah luar biasa.
"Dasar lonte! Ayo sini! Sekarang giliranku!"
Dengan kasar Pak Kandar menjambak rambutku kemudian mengarahkan tubuhku untuk membelakangi dirinya. Denga posisi menungging Aku sempat menoleh ke belakang sebelum beberapa tamparan keras tangan Pak Kandar menerpa kulit pantatku.
PLAK !
PLAK!
PLAK!!
"Aaauuuww! Sakit!!" Protesku sambil meringis kesakitan.
"Lonte sepertimu harus dikasih hukuman kayak gini!"
PLAK!
PLAK!!
PLAK!!!
Untuk kesekian kalinya Pak Kandar memukul serta menampar bongkahan pantatku dengan cukup keras. Aku sudah meminta ampun dan berteriak kesakitan tapi pria tua cabul tersebut bergeming dan terus melanjutkan aksinya, bahkan lebih brutal lagi.
Pak Kandar kembali membalik tubuhku hingga membuatku terlentang, senyum jahatnya terkembang layar pada bibir, memandangi tubuhku penuh nafsu setan. Aku beringsut menjauh namun tak cukup tempat karena punggungku langsung menyentuk bagian ujung ranjang.
"Mau kemana Kamu lonte?! Hmm!!"
"Aaachh!! Pakdhe!!!"
Pak Kandar menarik paksa kedua kakiku kemudian membuka lebar pahaku sebelum kemudian mempersiapkan penisnya untuk kembali menyesaki liang senggamaku. Pria tua ini seperti mendapat angin kedua secara tiba-tiba, berbeda sekali dengan beberapa saat yang lalu saat dirinya mengaduh padaku.
"Kamu pikir Aku akan menyerah begitu saja kepadamu nduk? Hahahahaha! Asal Kamu tau nduk, Pak Baroto atau Mas Rafi sama sekali bukan tandinganku dalam urusan sex!"
"Auucchhhh!!! Pakdhe!!!!"
Tanpa aba-aba lebih lanjut, Pak Kandar langsung menerjang liang vaginaku dengan batang penisnya yang kekar. Pria tua itu menggerakkan pinggulnya naik turun dengan kecepatan tinggi. Aku kembali melenguh sekencang mungkin. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya memelukku, dan menciumi bibirku seperti sedang kesetanan.
Pak Kandar begitu liar di atas ranjang. Tentu saja aku menyambutnya dengan membalas ciumannya. Ia menggoyang tubuhku, desahannya semakin menggelora saat aku juga ikut membalas goyangannya.
Sungguh permainan ini begitu cukup panas, dan aku benar-benar menikmati apa yang terjadi sekarang. Kami begitu sangat liar. Pak Kandar mengambil alih permainan sepenuhnya sementara Aku hanya pasrah menerima terjangan batang penisnya yang melesat cepat di dalam vaginaku. Pak Kandar menggenjot tubuhku dengan begitu brutal, penisnya seolah mendapat kekuatan kedua, begitu kuat, begitu keras.
Tubuhku semakin menggeliat saat Pak Kandar memainkan ritme genjotannya, kadang pelan, namun bisa secara tiba-tiba menghujam keras ke dalam vagina. Pria tua itu sepertinya ingin bals dendam dan memainkan birahiku yang sudah di ubun-ubun.
"Gimana nduk? Enak mana punya Pakdhe apa punya Pak Baroto?" Tanya Pak Kandar dis ela gempuran penisnya pada vaginaku yang sudah basah bukan main.
"Eeemcchhhh....Aaacchhhh...."
"Ayo jawab nduk! Lebih enak mana! Hmm!!"
"Aaacchh!!!"
Pak Kandar menekan pinggulnya lebih dalam, dinding vaginaku terasa begitu sesak akibat penisnya yang masuk lebih jauh lagi.
"Jawab lonte! Enak mana!" Pak Kandar terus memaksaku untuk menjawab pertanyaannya.
"Emmcchh..En..Enak..Punya Pakdhe...." Jawabku sedikit terbata, senyum tipis tersungging di bibirnya seolah keperkasaannya telah terverifikasi dan lolos ujian.
Pak Kandar sedikit menaikkan tubuhnya, kini posisinya seperti sedang duduk bersila di depan liang senggamaku. Sesaat dia melepaskan batang penisnya dari dalam vagina, membasahi bagian ujungnya dengan air liur sebelum kembali memasukkannya ke dalam vaginaku. Tubuhku yang sintal kembali bergerak liar mengikuti iOm Hendra genjotan pria tua tersebut. Lenguhan serta desahanku kembali memenuhi ruang kamar, bebarengan dengan liukan tubuh Pak Kandar yang seperti tak kenal lelah menggoyang tubuhku.
PLAK!
PLAK!
PLAK!!
"Aaachhhhh....Pakdhe...Sakiitttt.."
Aku meringis kesakitan saat tamparan tangannya kini menyasar payudaraku yang bergoyang liar. Tanpa ampun Pak Kandar melakukannya berkali-kali hingga meninggalkan bekas merah di permukaan kulit. Namun segala jenis tamparan Pak Kandar yang awalnya membuatku kesakitan kini justru makin membuat birahi meninggi. Aku mulai menyukai permainan kasarnya. Benar saja, selang beberapa saat tubuhku mengejang hebat, orgasmeku meledak dan menguasai seluruh badanku. Pak Kandar buru-buru melepas batang penisnya, dan langsung menjilati vaginaku dengan lidahnya.
"ARRGHHTTTT!! PAKDHEEEE!!!! AAARGHHTTTT!!"
Punggungku melenting, pantatku yang semok terangkat tinggi saat Pak Kandar dengan sengaja menghisap kuat-kuat klitorisku. Kedua tanganku menjambak rambutnya disertai gerakan pinggul menekan ke dpan, memaksa bibirnya untuk terus mencabuli vaginaku. Sensasi yang sangat luar biasa, bagaimana mungkin pria tua ini bisa memperlakukanku seperti ini? Kalau boleh jujur ini adalah orgasme ternikmat yang pernah Aku alami.
"Enak nduk..?" Tanya Pak Kandar, dia mengusap bibirnya yang basah dengan punggung tangan.
"Banget..." Desisku lirih, tubuhku seperti tanpa tulang, lemas bukan main.
"Hehehehee..Pakdhe juga pengen muntahin peju..." Ujarnya dengan raut wajah mesum sambil memamerkan batang penisnya yang masih berdiri tegak.
"Aku udah lemes banget Pakdhe..." Kataku lirih, berharap agar Pak Kandar segera menuntaskan hajatnya pada tubuhku.
"Iya, habis ini pasti crot kok." Ujarnya sebelum mengarahkan tubuhku untuk kembali menungging membelakangi dirinya. Dengan sisa-sisa tenaga Aku menurutinya.
Kedua tanganku bertumpu pada permukaan kasur, Pak Kandar membantuku dengan menahan pinggulku agar sejajar dengan posisi selangkangannya. Aku bisa merasakan benda tumpul itu kembali menyusuri celah vaginaku, Pak Kandar memainkan ujung penisnya di sana, menggeseknya naik turun, menimbulkan sensasi gatal nan menggelitik.
"Eeechhhmm...Pakdhe..Buruan masukin..." Desisku tak tahan dipermainkan seperti ini.
"Apanya nduk yang dimasukin..?" Ujar Pak Kandar sambil terus memainkan ujung penisnya pada permukaan vaginaku yang masih cukup basah.
"Itunya..." Jawabku lirih, tenagaku belum benar-benar pulih setelah diterpa badai orgasme tadi.
"Apanya sih nduk...?"
"Kontolnya masukin Pakdhe..." Kataku sedikit kesal.
Seperti mendapat lampu hijau, Pak Kandar langsung melesakkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak maju mundur, tak secepat tadi, namun sudah cukup membuat tubuhku tersentak-sentak mengikuti iOm Hendra goyangannya. Vaginaku kembali terasa begitu sesak, entah kenapa setelah berada di dalam, Aku merasakan ukuran penisnya jadi lebih besar dibanding ketika Aku menggenggamnya dengan tanganku.
"Ouuchh! Ouuchhh!"
"Enak nduk?"
"Enak banget Pakdhe...Kontolmu enak banget...."
Pak Kandar terus menggenjot tubuhku dari belakang, satu tangannya meremas-remas pantat serta pinggulku, sementara yang satu memainkan payudaraku yang bergelantungan bebas. Oh Tuhan, sumpah ini enak banget, apalagi ketika Pak Kandar menekan penisnya lebih dalam, mendorong tubuhku ke depan kemudian dikombinasikan dengan sentakan keras berkali-kali.
Vaginaku terasa begitu gatal dan menagih untuk terus disetubuhi penis kekar milik pria tua itu. Selang beberapa saat Aku bisa merasakan gejolak itu kembali datang, apakah Aku akan kembali mendapat orgasme lagi dalam rentang waktu secepat ini? Gila! Pak Kandar memang gila! Dia bisa begitu mudah membuatku keenakan.
"Aaachh!! Pakdhe!! Aku mau keluar lagi...Aaachhhh!" Teriakku sambil mencengkram permukaan seprei.
"Kita keluarin bareng ya nduk..." Ujarnya membalasku.
Pak Kandar merubah posisi badannya, kini kedua tangannya mencengkram pinggulku dengan cukup kuat. Lalu gerakan pinggulnya berubah menjadi lebih cepat, menyodokkan penisnya dengan kecepatan tinggi, jauh lebih cepat dibanding sebelumnya. Alhasil gerakan itu membuat tubuhku terhentak bukan main, penisnya melesak cepat, memompa vaginaku, menyesaki rahimku. Gila! Ini benar-benar gila!
"AAACHHHH! PAKDHE AMPUUNNNN!!"
"ARGGHTTTTTT!!!"
Disaat orgasmeku kembali meledak, Aku juga merasakan semprotan cairan hangat di dalam rahimku. Begitu banyak bahkan sampai meluber keluar dari dalam vaginaku, menetes begitu saja membasahi ranjang. Aku menoleh ke belakang, melihat raut wajah kepuasan dari Pak Kandar.
Nafasnya masih terengah, memelukku dari belakang, penisnya masih bersemayam di vaginaku. Kami berdua hanya melenguh, mengatur ritme nafas, menikmati sisa-sisa kenikmatan tabu yang begitu enak ini.
664Please respect copyright.PENANAEr7ZHtnHrt
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION , KLIK LINK DI BIO PROFIL UNTUK MEMBACA VERSI LENGKAPNYA664Please respect copyright.PENANAYbtyw8Oq3U