x
Farel Bintang POV
692Please respect copyright.PENANA4EQNCMC0oP
Diriku merindu pada hujan. Rindu pada setiap titik embun hujan yang jatuh dari pucuk pepohonan. Setiap langkahku menyebut hujan tuk berkunjung datang. Suatu hal yang sering membuatku hilang akal.
692Please respect copyright.PENANAQGcc0UFPTf
Adakah yang bisa mengisi kekosonghan hati? Merasuki ruang hampa yang yang telah lama berdebu dan sepi. Terasa berat saatku menatap menggunakan perasaan. Perasaanku seakan kebas dan mati.
692Please respect copyright.PENANAjqk5ldjgBs
Cahaya mentari menerpaku di pagi yang cerah ini. Di bawah naungan awan tipis aku melangkah lambat di antara rimbunan pohon mahoni yang banyak tumbuh di sepanjang jalan. Masih terasa olehku udara sejuk yang tersisa karena guyuran hujan tadi malam. Dingin tapi tidak terlalu. Terkalahkan oleh semangat mentari menyinari bumi pada pagi hari ini.
692Please respect copyright.PENANAFzRzmuxSYj
Di ujung mataku sudah terlihat tempat tujuanku. Tujuan yang menjadi alasanku berjalan sepagi ini. Apalagi selain sekolah. Tempatku mencari ilmu sebagai pelajar, tempatku mencari jati diri, tempatku mengerti arti sahabat, tempatku tahu arti cinta dan apa rasanya patah hati. Banyak yang kupelajari di sana dan banyak pula yang kulupakan di sana. Kadang seseorang punya masa abu-abu di sana yang patut mereka lupakan dan membuka lembaran baru.
692Please respect copyright.PENANAskPiKQxcrc
Setiap langkahku menyebutkan angan-angan yang kadang sempat terlintas di pikiranku. Segurat senyum penuh kejujuran nan menenangkan hati. Menyampingkan setiap beban yang terus saja menggerogoti pundak. Segurat senyum yang melukiskan keceriaan di antara sudut bibirnya itu.
692Please respect copyright.PENANA3D0Cw3500e
Belum satu pun teman yang kutemui dan belum satu pun senyuman yang kudapatkan. Namun jujur, aku tidak memiliki banyak teman. Aku lebih suka menyendiri. Suatu alasan yang membuatku begitu. Aku rasa aku lebih menjadi diriku sendiri ketika hanya ada ada aku dan pikiranku sendiri.
692Please respect copyright.PENANAwv48CKnYaa
Aku suka menikmati kesendirian. Rasanya sangat damai ketika kumenikmati waktu sendiriku sambil menatap awan putih di atas sana. Duduk di tempat duduk panjang dengan diringi musik santai selalu aku lakukan setiap hari. Tak ada seorang yang datang ke sana, hanya ada aku. Setelah meletakkan tas di kelas, aku melangkah ke tempat itu.
692Please respect copyright.PENANARuLLYdMB5R
Mataku menatap lurus ke kursi itu. Dua tempat duduk besi itu di letak saling membelakangi. Warnanya hitam namun tidak mengkilat seperti dulu. Setidaknya lebih kokoh daripada pendahulunya yang hanya berupa kursi kayu berdecit.
692Please respect copyright.PENANAba1lszAa7W
Ada yang mengganjal di ujung penglihatanku. Kejauhan sana tidak seperti biasanya. Langkahku dibuat terhenti dengan apa yang ada di sana. Sebuah gitar bertengger di atas tempat duduk itu. Aku tidak melihat siapa-siapa di sana., hanya gitar itu. Kembali kulangkahkan kakiku kembali ke tempat duduk itu.
692Please respect copyright.PENANAMPDrmU5n4G
"Haaaa, tidak ada tempat senyaman ini," kataku sambil membuka tangan. Udara sejuk sungguh terasa di sela-sela jemari yang sedikit berkeringat. Aku duduk dengan nyamannya. Inilah yang kulakukan setiap hari dan inilah yang kusebut menikmati waktu sendiri. Aku menoleh tempat duduk yang juga saling membelakangi dengan tempat duduk yang sedang kududuki ini. Gitar itu terletak begitu saja. Entah ke mana pemiliknya pergi. Satu hal yang kuketahui, jariku ingin sekali menekan senar-senar itu.
692Please respect copyright.PENANABP21HzJfLV
Bunyi petikan gitar yang padu menggema di sekitarku. Bunyi senar bass yang besar berkolaborasi dengan bunyi senar bawah yang nyaring mengundang angin pagi nan sepoi. Mengempas lembut ke wajahku yang sedang tersenyum tipis. Jariku semakin saja menggila menekan setiap senar di gitar. Melodi-melodi terdengar harmoni di telingaku.
692Please respect copyright.PENANAKfjP7Wrcfm
Sudah lama aku tidak memegang gitar. Itu pernah bagian dari hobiku dahulu. Entah kenapa gitarku dulu pernah kutinggalkan di rumah seseorang. Aku sering berkunjung ke rumahnya. Suatu waktu aku membawa gitar dan meninggalkannya di sana. Sampai detik ini tidak pernah aku ambil. Biarlah dia di sana berganti pemilik. Mungkin saja jari pemilik baru itu terasa lebih nyaman dari jariku yang kasar ini.
692Please respect copyright.PENANAEGCTkZ1zqB
Aku melihat langit di atas. Tampak cerah dengan selapis awan tipis. Ini menjadi pertanda tidak akan ada hujan hari ini. Aku sebenarnya kesal hujan turun tadi malam. Aku lebih menyukai hujan turun di siang hari. Aku bisa leluasa melihat setiap rintik rinai hujan yang turun. Mendengarkan nyanyian hujan yang terus menggema di telinga. Aku juga bisa mencium bau hujan yang khas. Membuatku bisa menyelam pada diriku sendiri,
692Please respect copyright.PENANAnCQGpBthWs
Aku sangat menyukai hujan. Aku bisa menyelam ke dalam diriku sendiri ketika hujan. Menelusuri setiap detail memori yang pernah terjadi padaku. Memori-memori itu kembali terputar seperti film bioskop lama. Berwarna abu-abu, namun penuh kenangan. Hujan selalu mewarnai bagi para penikmatnya. Apa lagi di temani secangkir kopi pahit dan diseruput tatkala hujan turun. Di saat itu hatiku selalu berharap, semoga saja pelanginya lebih jelas dari sebelumnya.
692Please respect copyright.PENANAuUcNW88nq5
"Hai," sapa seseorang di belakangku. "Petikan gitarmu bagus juga," lanjutnya.
692Please respect copyright.PENANAAlIwWv9lMa
Kepalaku menoleh ke belakang. Ada seorang wanita yang duduk di belakangku. Senyumnya tipis namun tampak manis. Matanya yang bulat memicing di bawah naungan kedua alis tebal. Angin pagi yang tak sengaja lewat menggoyangkan rambut hitam panjangnya.
692Please respect copyright.PENANAP1VekksmEo
Kenapa dia di sini? Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Apalagi wanita secantik dirinya bisa terdampar di tempat duduk ini. Mataku bisa melihat dengan detail setiap garis wajahnya. Aku seketika terlena menikmati manisnya senyuman itu.
692Please respect copyright.PENANAQhTUYwCJcc
"Hai, kok bingung gitu?" tanya wanita itu lagi.
692Please respect copyright.PENANAShQOInNeqr
"Eh tidak kok. Eh, Hai juga. Ini pasti punyamu, kan?" Aku memberikan gitar itu padanya. Matanya tampak menolak gitar itu.
692Please respect copyright.PENANAzrMSA37jYm
Ia tampak menggeleng. "Aku mau kamu mainkan gitar ini lagi. Melodimu begitu manis terdengar," ucapnya memujiku.
692Please respect copyright.PENANAFx0pHud3Kt
"Tidak, aku mau masuk kelas dulu." Aku tegak lalu bergegas meninggalkannya. Namun, ia memanggilku lagi.
692Please respect copyright.PENANAUpi1eV8W5z
"Siapa namamu?" Langkahku terhenti mendengar pertanyaannya.
692Please respect copyright.PENANAshBXiJDzLi
"Apakah itu penting bagimu?" jawabku singkat lalu benar-benar pergi ke kelasku.
692Please respect copyright.PENANAYc5Jv48O1a
Aku tidak begitu suka berbincang dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya. Apalagi dengan seorang wanita cantik seperti dirinya. Rasa gugup dan canggung menjadi satu. Sering kali aku berkata tidak jelas jika bertemu dengan wanita sepertinya.
692Please respect copyright.PENANAcROP5lRksd
Terdengar olehku bunyi pantulan bola basket di lapangan. Murid itu tampak menatapku tajam. Tangannya yang kokoh mencoba melontarkan bola ke dalam ring basket. Ia cukup ahli dalam memainkannya. Setiap lemparannya selalu tepat sasaran. Meski ia fokus dengan bola basketnya, tetapi matanya tetap padaku. Tatapan itu memang sudah sering kudapatkan darinya. Jadi aku tak heran lagi. mengandung dendam dan kebencian.
692Please respect copyright.PENANAuGxyua6Zns
***
692Please respect copyright.PENANAutCfREraG3