Author: Ihsan Iskandar
"Haaa... akhirnya selesai juga... hmm... sepertinya aku pernah berkata seperti ini, mungkin ini yang dinamakan Dejavu."
Si ruangan 7x5 meter yang hanya diisi dengan buku-buku ilmiah, hanya ada Andre yang sedang bersantai disana. Memang Ruang ini dulunya adalah ruang UKM Reading Book Club. Tapi semenjak tahun lalu karena tidak ada mahasiswa yang bergabung dengan klub ini, maka ruangan ini kosong.
"Haaa...."
Sekali lagi Andre menghelas napas panjang, sudah 3 hari berlalu semenjak peristiwa Nabila dipaksa ke Gudang Peralatan.
"Kenapa setelah kejadian itu aku tidak mencoba berbicara dengannya ya, aku juga sudah membereskan biang keladi sampai tidak ada lagi yang menganggu Nabila, jadi tidak apa-apa kalau aku bicara dengannya kan?"
Setelah kejadian itu, Andre dengan pengaruh serta kekuasaan keluarganya, telah mengancam dan memperingati para pembully Nabila sampai mereka bahkan tidak berani berkata sepatah katapun kepada Nabila. Sekarang yang ada hanyalah rasa bingung kenapa dia tidak juga mulai berbicara kepada Nabila.
"Gahhhhh... padahal banyak sekali yang ingin kitanya kepada Nabila."
Andre mengacak-acak rambut ikal pirangnya dan berontak di kursi seperti anak kecil.
"Tapi kalo diingat-ingat waktu kami kalan berdua, yaa walaupun ada tongkat sebagai perantara, tapi entah kenapa aku merasa senang. Hehehe."
Seperti kehilangan wajah coolnya, Andre Mengingat kejadian yang indah baginya, walau mungkin menurut orang lain aneh jika ada dua orang berjalan bersama sambil memegang satu tongkat kayu, tapi bagaimana lagi kalau rasa senang yang Andre dirasakan.
"Bahkan suaranya.... aku masih bisa mengingatnya... dia memanggil namaku kukuku"
("Andre...")
"Waduh, saking senangnya aku sampai mendengar suaranya memanggil namaku"
("Andre...")
"Terdengar lagi hehehe..."
TOK TOK TOK
"GAHH!" Bruk!
Mendengar suara ketokan pintu yang keras, Andre terjatuh dari kursinya dan wajah jatuh terlebih dahulu. Dengan bekas merah terang di jidatnya, Andre langsung bangkit dan membuka pintu UKM tersebut dengan keras
"HEI SIAPA MENGETUK PIN-"
"Excuse me..."
"..."
Melihat didepannya adalah sosok terakhir dimuka bumi ini yang mungkin akan mendatanginya, seorang mahasiswi dengan pakai hiiab dan cadar hitamnya yang khas, mata cokelat nan lebar, kulit seputih susu berkualitas tinggi, danterlihat sedikit pipi merah di atas cadarnya. Sudah tidak salah lagi itu adalah Nabila.
"Andre?"
"..."
Karena proses berpikir yang panjang dan waktu yang lama untuk menjelaskan sekarang adalah realita bukan mimpi. Andre masih terdiam tidak bergerak sembari melihat Nabila.
"..."
"..."
Suasana canggung dan aneh itu berlangsung lama, lamanya detik menjadi menit. Secara tidak sadar tangan Andre bergerak ingin menyentuh wajah Nabila, itu tidak lebih untuk memastikan bahwa ini adalah realita.
"Hei apa yang ingin kau lakukan!" Plak
"Aww aww. Apa yang kau lakukan?"
"Seharusnya aku yang berkata seperti itu!"
Silvia yang ternyata berada disamping Nabila memukul tangan Andre yang perlahan mendekati wajah Nabila.
"Ahh... hmm... sudahlah, apa yang kalian inginkan disini?"
Dengan segera, Andre berusaha lari dari pertanyaan dengan merubah topik pembicaraan.
"Ini Nabila ingin mengatakan sesuatu kepadamu."
"Baiklah aku mendengarkan."
"..."
"..."
Menunggu jawaban Nabila, namun tidak ada satu kata pun yang terlontar, dari Nabila. Sekarang suasana kembali aneh dengan tiga orang berdiri dan tidak bicara sepatah katapun.
"Haa... kalau tidak ada yang perlu dikatakan kalian bisa pergi."
Andre dengan ekspresi kecewa kembali masuk ke ruang UKM. Namun langkahnya terhenti seketika, ketika suara yang indah layaknya Harpa terdengar olehnya.
"Thank you very much!" Drap drap drap
Setelah mengucapkan hal tersebut, Nabila langsung lari menjauhi ruang ukm tersebut diikuti oleh Silvia.
"..."
Di ruangan tersebut, tinggal Andre berdiam diri seperti sebuah properti museum. Namun beberapa daat kemudian Andre melompat sambil mengangkat tangan kanannya seperti telah memenangkan olimpiade.
"Yess! YESS! Good Job me! Wuhuuuu"
Perasaan bangga tersebut tidak berhenti sampai 2 menit kemudian. Tapi Andre melupakan satu hal yang sangat penting...
"Ke... kenapa aku tidak mengobrol dengannya, malah menunjukkan sisi dinginku"
Rasa kesal dan kecewa memenuhi diri Andre.
"PADAHAL AKU INGIN SEKALI BERBICARA DENGAN NABILA!"
Teriakan yang tanpa sadar diucapkan Andre bahkan sampai terdengan keluar ruang. Ketika kesadaran Andre pulih, dia melihat sebuah sapu tangan putih dengan pola bungan hitam di sudutnya tergeletak dilantai dekat pintu.
Ketika pandangannya semakin keatas, dilihatnya seseorang yang terdiam sembari menutup wajahnya yang merah padam.
"Nabila sejak kapan kau disini?"
"Dari... ta... tadi..."
Mendengar ucapan itu, Andre teringat teriakannya yang memalukan tadi.
Sekarang suasana canggung dan sunyi untuk ketiga kalinya terjadi hari ini dan di tempat yang sama. Namun yang beda wajah kedua orang tersebut sama sama merah merona.
ns 15.158.61.48da2