Lagu berjudul Move Along dari The-All American Rejects mulai terdengar. Keira baru saja selesai menonton film She’s the Man untuk kedua puluh kalinya. Ah entahlah… Keira lupa. Yang pasti dia sering menonton film ini bahkan hapal setiap dialog yang diucapkan Viola, cewek tomboi yang diperankan oleh Amanda Bynes. Bukan karena dia terkesan atau cinta mati dengan Canning Tatum makanya nggak bosan-bosannya nonton film ini, tapi stok tontonannya sudah habis.
Jam dinding berbentuk kucing menunjukkan pukul 23.09 WIB. Kurang dari satu jam lagi liburannya selesai. Dia segera mematikan laptopnya dan mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot bahu. Besok pagi Keira mulai menjalani kehidupan sebagai anak kelas dua belas. Dia samar-samar mengingat apa yang sudah dilakukan selama liburan. Yang Keira ingat, dia cuma berdiam diri di rumah sambil menonton film sampai matanya merah. Sepertinya minus cewek itu bertambah selama liburan.
Keira meraih ponsel pintar yang berada di sebelah laptop di atas meja belajar. Mengecek sosial media sebelum tidur sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
@felly0910: Hope tomorrow’s gonna be a good day. Hello senior year! J
@Juna_Jun678: Selamat datang kelas 12 \m/
Tweet dari Felly dan Juna langsung muncul saat dia menyentuh aplikasi twitter di ponsel. Felly dan Juna adalah sohib-sohib terdekatnya. Felly adalah teman pertamanya yang kemudian menjadi teman semejanya semasa kelas sepuluh dulu. Tapi sayang mereka harus berpisah di kelas sebelas. Mulai besok dirinya akan kembali sekelas dengan Felly. Bahkan mereka sudah berencana untuk kembali menjadi teman semeja. Felly pindahan dari Jakarta dan anaknya kekinian banget. Awalnya Keira sangsi bisa dekat bahkan akrab dengan Felly, tapi dibalik tampilannya yang Anak Gaul Jakarta, Felly cukup ramah.
Keira kenal Juna sejak awal kelas sebelas. Kedekatan keduanya pun gara-gara Juna tak sengaja melirik layar laptop Keira yang berisi ratusan film. Sejak saat itu Juna yang ternyata juga pecinta film—terutama drama Korea—mulai mendekati Keira untuk diajak berdiskusi yang ujung-ujungnya selalu menjarah isi harddisk cewek itu. Mereka juga akan kembali sekelas mulai besok. Juna suka banget sama girlband Korea. Selama kelas sebelas saking seringnya Juna bernyanyi lagu Korea yang itu-itu saja, Keira sampai hapal dan waspada kalau-kalau dirinya akan pindah aliran. Tapi untungnya Keira masih kuat iman.
Mengingat apa saja kejadian yang sudah terjadi selama dua tahun lebih menjadi anak SMA, membuat Keira senyum-senyum sendiri. Walaupun kehidupan SMA-nya datar-datar saja nggak ada intrik atau gejolak seperti di sinetron-sinetron remaja. Paling banter dia ditegur guru matematika karena selalu menyontek PR. Tapi selebihnya nggak ada yang spesial. Bahkan Keira yakin cuma golongan tertentu saja yang kenal dengan dirinya.
***
Pagi itu diawali dengan ditemuinya wajah-wajah baru khas anak SMP yang masih canggung. Seragam-seragam SMA yang masih licin dan baru tampak jamak terlihat. Keira jadi teringat kesan pertamanya masuk sekolah ini. SMA Cemara bukan SMA pilihan pertama yang akan dipilih oleh siswa-siswi dengan passing grade tinggi. Mereka dengan passing grade pas-pasan atau terlempar dari SMA unggulan terpaksa mendaftar di sekolah ini. Kaum yang terlempar dari SMA unggulan punya otak encer dan mulus banget prestasi akademiknya. Beda kasta dengan Keira yang masuk ke sini dengan NEM pas-pasan.
Masih setengah jam lagi bel masuk berdering. Pemandangan yang bisa Keira lihat cuma gerombolan anak kelas sepuluh yang mencoba mengakrabkan diri dengan teman-teman barunya, dan segelintir anak kelas sebelas dengan wajah mengantuk. Kelas dua belas sendiri masih jarang terlihat. Pengalaman hampir dua tahun lebih sekolah di sini, semakin senior seorang siswa, semakin siang pula datang ke sekolah. Entah sejak kapan tradisi turun-temurun itu ada. Bahkan kalau sedang malas berangkat ke sekolah, dirinya sering datang lima menit sebelum bel.
Walaupun bukan salah satu SMA unggulan, SMA Cemara satu-satunya SMA di kota ini yang mulai menganut sistem moving class. SMA ini berada di dekat gunung dan harus berjalan sekitar lima ratus meter dari jalan utama. Saat memasuki lingkungan sekolah, terlihat lapangan sepak bola yang cukup sering membuat para siswa pingsan saat tes maraton. Kemudian terdapat dua gedung bertingkat tiga yang di tengahnya terhalang lapangan upacara, taman, dan lapangan basket. Gedung sebelah kanan khusus gedung yang memiliki palang nama ruangan sendiri-sendiri sementara gedung sebelah kiri hanya bertuliskan angka pada palangnya. Awalnya Keira susah mengingat lokasi kelas-kelasnya, tapi sekarang tanpa membaca palang nama ruangan di atas pintu pun dia sudah hapal.
Keira melangkahkan kakinya menuju Ruang Biologi. Ruang Biologi berada paling jauh setelah masuk dari koridor utama. Untuk menuju ruangan ini harus melewati lapangan upacara, taman, dan lapangan basket. Sepertinya wali kelasnya di 12 IPA 3 tahun ini seorang guru biologi. Ruang Biologi masih sepi, hanya ada seorang cowok yang nggak Keira kenal. Keira hapal semua wajah anak jurusan IPA dan IPS angkatannya, tapi baru kali ini dia lihat cowok itu. Mungkin dia siswa baru.
Cowok itu mendongak saat melihat Keira memasuki ruangan. Dia duduk di meja kedua dari belakang sementara Keira memilih meja kedua dari barisan depan. Setelah menaruh ransel biru dongkernya ke atas meja, dia kembali ke luar kelas menunggu Felly dan Juna.
“Keira? Lo Keira, kan?” Keira menoleh. Dia terkejut melihat cowok tadi berdiri di belakangnya. Cowok itu tampak sedang mengingat sesuatu sambil tersenyum.
Keira mengerutkan dahinya, bingung. “Iya. Maaf kalo aku nggak inget siapa kamu. Tapi kamu siapa?”
Cowok itu tersenyum geli sambil mengulurkan tangan kanannya. “Ganindra Putra Pratama. Kelas 7-A SMP Harapan.”
Seperti baru saja disiram air es tepat di atas ubun-ubun kepalanya, Keira membeku. Sama sekali tak mengira cowok yang disukainya semasa SMP dan tiba-tiba menghilang saat kenaikan kelas delapan akan muncul kembali di hadapannya. Perlahan dia ikut mengulurkan tangannya. Keira dan ratusan cewek-cewek lain patah hati saat mengetahui Ganindra atau Indra menghilang tanpa seorang pun yang tahu kemana. Walaupun sebenarnya Keira dan Indra nggak akrab-akrab amat walaupun sekelas.
Seingat Keira, Indra terlalu bersinar pada masa itu. Dia easy-going dan cepat akrab dengan cowok maupun cewek. Saat kelas tujuh dulu tingginya lebih menjulang daripada cowok-cowok yang lain. Bahkan saat itu Keira nggak sampai sepundaknya. Indra itu perwujudan nyata dari cowok-cowok keren dalam teenlit yang selalu Keira baca. Dia juga mewakili cowok-cowok protagonis di komik serial cantik yang sering membuat cewek-cewek patah hati.
“Hei. Kok bengong?” Indra melambaikan tangan kirinya tepat di depan wajah Keira. Tangan kanannya masih bersentuhan dengan tangan cewek itu. Pikiran Keira langsung kembali ke bumi. Dia segera melepas jabatannya. Dia sontak menunduk gara-gara salah tingkah. “Lo apa kabar, Kei?”
“Ba-baik. Kamu sendiri?” Keira masih menunduk. Nggak berani menatap cowok yang pernah membuatnya semangat ke sekolah.
“Gue juga baik. Nggak nyangka kita bakal satu sekolah bahkan sekelas lagi.” Indra duduk di bangku yang terbuat dari keramik di antara pilar penyangga. Ruang Biologi bersebelahan dengan green house. Green house adalah sebuah kebun kecil milik sekolah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tanaman obat keluarga. Cowok itu merapatkan jaketnya sebab ruang Biologi memang lebih adem daripada kelas-kelas lain.
Perlahan satu per satu siswa 12 IPA 3 berdatangan. Keira melambai dan tersenyum pada sebagian teman-temannya saat kelas sepuluh dan sebelas yang kini kembali sekelas dengannya. Pandangan mereka pun sedikit penasaran dengan cowok berjaket abu-abu yang baru kali ini mereka lihat. Cowok itu membalas pandangan penasaran teman-teman barunya dengan senyuman.
Tak lama kemudian Felly datang bersama Juna. Mereka terlihat asyik mengobrol sambil tertawa-tawa. Kedua sohibnya itu mulai akrab satu sama lain saat Felly rajin mendatangi kelas Keira di 11 IPA 2. Juna yang pertama kali mengajak Felly mengobrol dan keduanya mulai dekat karena sama-sama suka drama Korea. Keira melambai ke arah keduanya sambil tersenyum lebar. Setelah hampir tiga minggu liburan, akhirnya dia bisa bertemu kembali dengan sohib-sohibnya.
“Siapa, Kei? Anak baru?” tanya Felly seraya memperhatikan Indra. Indra balas menatap Felly dari ujung sepatu hingga ujung kepala sambil tersenyum. Kedua alis Felly terangkat karena menurutnya senyum tersebut aneh.
“Gue Ganindra, panggil aja Indra,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Felly dan Juna menyambut uluran tangan Indra bergantian.
“Fel, tempatmu udah aku siapin. Dua meja dari depan ada ransel biru dongker,” ujar Keira.
“Oke, thanks,” Felly tersenyum sambil menepuk bahu kanan Keira pelan.
“Gue duduk sama siapa, dong?” Juna segera masuk ke kelas. Diikuti Keira, Felly, dan Indra. Kedua bahunya merosot saat melihat sudah tak ada tempat kosong—sebenarnya meja di depan Keira masih kosong—untuknya. Dia merutuki kenapa harus datang agak telat hari ini.
“Lo bisa duduk bareng gue kalo mau,” usul Indra.
“Lo duduk di depan kita aja, Jun. Ntar kalo duduknya jauhan nggak bisa ngegosip dong,” protes Felly.
“Lo pindah ke depan aja, Ndra.”
Dengan langkah cepat Indra mengambil ranselnya dan memindahkannya di depan meja Keira. Keira melongo. Hari pertama mereka kembali sekelas tapi Indra sudah bisa akrab dengan teman-temannya. Padahal dulu semasa SMP boro-boro akrab dengan teman-teman Keira, kenal nama-nama temannya aja dia agak ragu.1075Please respect copyright.PENANArKFSUevF5J
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Tunggu di chapter selanjutnya yaaa~1075Please respect copyright.PENANApwllqPlmYs