Sejak hari itu Ben belum melakukan kunjungan. Ah Jue terus-menerus berpikir apakah Ben memikirkan dengan seksama semua perkataannya. Saat ini Ah Jue merenungkan segala hal yang telah berlalu sejak ia mengetahui bahwa ia sakit di taman rumah sakit sambil duduk di kursi roda sendirian.
“Oh...Ada Ah Jue..” panggil suara riang tidak jauh dari Ah Jue.
Ah Jue menatap gadis yang memanggilnya yang juga duduk di kursi roda dengan wajahnya yang pucat. Gadis itu menatap Ah Jue dengan senyuman lebar dengan seorang pengasuh mendorong kursi rodanya. Nama gadis itu Sofia yang di rawat di ruangan VIP. Ah Jue kenal dengan Sofia karena mereka beberapa kali bertemu di lokasi yang sama. Sofia menderita kanker hati namun masih berpotensi rendah karena diketahui dengan cepat.
Ah Jue menatap Sofia yang semangat mendorong kursi roda sendirian setelah meminta pengasuhnya pergi. Mereka saling duduk di kursi roda berdampingan menatap danau buatan dengan seksama.
“Lihat ini!” kata Sofia membuka percakapan.
Ah Jue melirik setangkai daun di tangan Sofia dengan wajah tenang. “Itu hanya daun.”
Sofia mengerucutkan bibirnya tidak senang dengan sikap acuh tak acuh Ah Jue. “Coba lihat dengan baik. Ini bukan daun biasa.”
Perkataan Sofia membuat Ah Jue dengan enggan menatap lebih jelas tangkai di tangan Sofia dan kembali memberikan jawaban apatis. “Cuma setangkai daun semanggi. Apa istimewanya.”
“Lihat..” Sofia menyodorkannya di depan wajah Ah Jue. “Ini setangkai semanggi empat daun, Ah Jue! Seseorang yang aku suka memberikannya kepadaku! Lalu kau tahu apa makna semanggi yang punya empat daun? Jika kita mengucapkan permohonan kepada semanggi ini niscaya harapan kita dikabulkan!”
Sofia menjawab dengan penuh antuasme. Ia sangat merawat dengan baik semanggi ini. Apalagi ketika mengetahui bahwa hanya keberuntungan yang bisa membuat kita menemukan semanggi empat daun di antara beribu-ribu semanggi tiga daun. Ia juga pernah mendengar keistimewaan semanggi ini di buku-buku.
Ah Jue tersenyum meremehkan. “Kau percaya pada takhayul. Tidak ada yang namanya keajaiban seperti itu. Itu hanya daun biasa, mana mungkin daun rapuh seperti itu bisa melahirkan cerita konyol tersebut.”
“Apa salahnya percaya. Bagi kita yang sakit berat seperti ini, bukankah kita selalu menginginkan keajaiban?”
Ah Jue terdiam, bukan karena ia membenarkan perkataan Sofia melainkan karena Ah Jue berpikir bahwa itu jelas hanyalah omong kosong. Keajaiban hanya dalam dongeng. Di dunia nyata kita hanya bisa menghitung setiap problabilitas dan Ah Jue jelas terhadap problabilitas ia sembuh tidak lebih dari 20%. Dari pada mempercayai takhayul seperti itu, ia lebih mempercayai rekam medis dan diagnosis dokter berdasarkan skala kepastian penyakit ini. Ah Jue jelas tidak menginginkan keajaiban yang mustahil datang padanya. Lebih baik bersikap realistis daripada menyakiti diri sendiri dengan harapan semu.
“Aku berharap kita berdua bisa bertemu di luar rumah sakit di masa depan tanpa perlu mengkhawatirkan kanker yang akan merenggut nyawa kita, Ah Jue.”
Perkataan Sofia hanya membuat Ah Jue tersenyum pahit. Tidak ada kemungkinan Sofia dan dia bertemu di masa depan.
ns 15.158.61.8da2