Terdengar suara langkah orang berjalan di tengah malam yang sunyi. Wanita itu tepat berdiri di depan pintu apartmennya. Lalu mencari-cari kunci di dalam tas. Sambil terus mencari ia samar-samar mendengar suara ribut dari depan pintunya.
Karena penasaran ia pun berbalik badan dan melihat ke arah apartmen 203.
Tampak pintu apartemen itu terbuka sedikit. Dan ia mulai mengintip dari celah-celah itu, seorang anak kecil sedang duduk tak bergerak di sebuah kursi dan kepalanya tampak berdarah. Dan ada seorang wanita yang sedang merangkak ingin menuju ke anak kecil itu, tapi karna kakinya terluka dan penuh darah ia hanya bisa merangkak sambil memanggil.
"Anakku, Anakku, " isak wanita itu dan terus menangis.
Tiba-tiba dari arah atas wanita itu seorang pria yang tampak berumur 40 tahunan mengayunkan sebuah kapak dan menghantam punggung wanita itu. Ia mengayunkan sampai beberapa kali hingga darah bertebaran ke seluruh ruangan.
Wanita yang sedang mengintip tadi langsung tersentak dan terjatuh di lantai sambil menutup mulut menahan jeritanya.
Ia berusaha tidak membuat suara. Tapi na'as mendadak pintu di buka lebar, dan berdirilah pria yang membawa kapak berlumuran darah tadi.
Tanpa pikir panjang pria itu menarik rambut wanita tadi dan memasukkannya ke rumah lalu menutup pintu itu dengan rapat.
"Tolong ampuni saya, saya janji tidak akan mengatakan apapun, tolong," rintih wanita itu seraya menahan takut.
"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!" bentak pria itu dengan tegas.
Tanpa basa basi lagi ia langsung mengayunkan kapaknya ke tubuh wanita itu hingga lehernya hampir terpisah dari badan. Ia masih mengayunkan kapak itu beberapa kali hingga wanita itu mati.
Setelah semua perlakuan itu, ia pun menyalakan gas dan menyulutkan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran agar menghilangkan semua bukti. Dan benar saja, karena saat itu sudah lewat tengah malam kebanyakan dari penghuni sedang tertidur pulas. Alhasil kebakaran itu semakin besar dan melahap hampir 80% gedung itu dan membinasakan hampir semua penghuninya.
Keesokan harinya tampak pemadam kebakaran. Polisi dan mobil ambulance sudah terparkir disana. Mereka mencoba memadamkan api yang masih berkobar-kobar.
Di tengah keramaian itu seorang anak remaja yang masih berpakaian seragam SMA menangis ingin masuk ke apartmen itu.
"Tolong Pak, biarkan saya masuk, kedua orang tua saya tinggal disini Pak, tolong Pak!" rintihnya meminta ke pria yang berseragam polisi itu.
"Nggak bisa Dek, kamu nggak boleh masuk, di dalam masih berbahaya," kata petugas itu kepadanya.
Tangisan remaja itu memecah sambil memanggil nama kedua orang tuanya.
Tak lama setelah kejadian itu. Pria yang membunuh Sri yang juga istri sahnya ditemukan tergantung di kamar 203 tak ada yang tau apa penyebabnya.
***
3 tahun kemudian.
Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakirnya.
Tampak ia sedang menggeret kopern dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.
"Iya Nak, ada perlu apa ya?"tanya ibu itu dengan senyum yang merekah di wajah.
"Begini Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah benar?" tanya Della.
Ibu itu mengerti maksutnya.
"Oh, iya benar Nak apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Ibu itu bertanya dengan penasaran.
"Iya Bu," sahut Della.
"Kalau begitu mari Ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.
Della tampak melihat gedung yang sudah tua itu. Tampak sepi dan tak berpenghuni. Tapi semua pintu tampak di tutup rapat dan terlihat sangat bersih.
"Bu apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.
"Tidak banyak kok nak hanya beberapa saja, karna dulu pernah terjadi kebakaran jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."
"Oh kebakaran ya, pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yg tinggal?" tanya Della lagi.
"Tidak ada yang tinggal di atas Nak, hanya lantai bawah ini yang di tinggali." Seraya membuka pintu kamar 103.
"Nah, ini Nak kamar kamu, silahkan masuk," kata ibu itu menyuruh Della masuk.
Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar. Dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas. Tapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berfikir.
"Bagaimana Nak kamu suka nggak?" tanya ibu itu sambil tersenyum.
Perkataanya mengejutkan Della.
"Oh iya Bu saya suka, luas juga ya," kata Della membalas senyumnya.
"Syukurlah kalau kamu suka Nak, sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar, tapi fasilitas di setiap kamar masih bagus kok, kamu nggak akan kecewa."
Della menggangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.
"Ini Bu, uang kos saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain, jadi saya bayarkan ke Ibu dulu ya," sambil memberi amplop ke ibu itu.
"Kamu sangat bijaksana ya, padahal umurmu masih muda, panggil saja saya Bu Ratna, rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya kesana."
"Iya Bu nama saya Della," sahutnya.
"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya bu Ratna.
"Saya mahasiswa tahun ke tiga Bu, setelah lulus saya akan langsung bekerja," sahut Della.
"Wahh hebat, yang semangat ya."
Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.
"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas jangan di tanggepin ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.
"Oh iya Bu," sahut Della mengiyakan.
Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia sempat berfikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana. Tapi semuanya kosong tak ada apapun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-bajunya.