Sial, aku masih berdiri disini untuk menunggu bus pulang kerja sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 14.30 yang artinya sebentar lagi pukul tiga sore. Jimmi pasti tidak akan menoleransi keterlambatanku. Dia pasti akan diam sampai besok pagi. Arrrghhhhh.
Aku menekan-nekan tombol ponsel untuk menemukan driver ojek online di aplikasi yang tersedia setelah hampir 15 menit menunggu driver tersebut datang aku dengan cekatan menyuruhnya mengebut untuk sampai di tujuanku.
Oke sampai. Batinku. Ini sudah pukul 3 kurang 10 menit. Kubuka perlahan pintu kamar dan kudapati dia sedang tertidur dengan menelungkup, sebelah tangannya memegang kepala. Jimmi Andrean ini suamiku, dia bergelar suamiku sudah sejak sebulan yang lalu. Dan dari sanalah aku tahu bahwa laki-laki 26 tahun ini tidak bisa tanpa aku saat sudah pukul 3 sore. Aku belum mengetahui pastinya, hanya saja saat aku terlambat yang aku dapati dia menangis sambil memeluk lututnya.
Aku mengelus kepalanya yang membuat dia menggeliat? " Hana, jam berapa?" tanyanya. "masih kurang 5 menit. Butuh sesuatu?" aku belum terbiasa dengan suasana ini, jelas saja aku menikah dengannya karena perjodohan yang dilakukan tanteku tanpa sepengetahuanku. Dia menjodohkanku dengan alasan sudah saatnya aku menikah, padahal aku tahu jelasnya dia menginginkan rumah dan apartemen almarhum kedua orangtuaku. Tidak masalah, batinku saat itu walaupun sedikit berat untuk meninggalkan rumah yang berisi berbagai kenangan dengan orangtuaku.
Jimmi tidak menjawab pertanyaanku melainkan menarik tubuhku dan membawanya kepelukannya hingga aku terjatuh tepat didadanya. "aku kira kau terlambat" suaranya hampir seperti bisikan tapi aku masih jelas mendengarnya. "hampir terlambat karena ketinggalan bus" jawabku jujur. Dia hanya membalas dengan kekehan ringan. " aku harus mandi, memasak dan menyiapkan makan malam" lanjutku yang masih berada diatasnya. "Hana" panggilnya. "ehmm" aku hanya berdeham sebagai respon bahwa aku mendengarkannya. "pasti bosan ya harus bekerja dan pulang tepat waktu?" aku sedikit terkejut dia bertanya tepat saat sebulan aku sah menjadi istrinya, walau memang aku lelah dan sedikit bosan dengan rutinitas ini.
"jangan aneh-aneh aku tidak bosan" jawabku berkilah. Dia melepaskan pelukannya dan bangkit dari tempat tidur. Aku juga melakukan pekerjaanku yang sempat tertunda tadi. Saat selesai mandi kulihat dia berdiri di sebelah jendela dengan menghirup rokok elektrik miliknya. Jujur saja aku tidak suka dan tidak bisa menghirup bau-bau asapnya yang menurutku agak aneh, tapi aku lebih tidak bisa bahkan tidak berani untuk menegurnya.
"oh sudah selesai? Aku ingin makan nasi goreng, pisang goreng, hmm minumnya aku mau susu coklat Hana" dia terlalu antusias bagiku dengan senyumannya yang membuat matanya hampir mengatup sempurna. Aku membalas dengan anggukan saja. Berjalan ke dapur dan tentu saja Jimmi mengekor dibelakangku mengikuti langkah kakiku. "kau pintar memasak Hana" pujinya saat nasi goreng sudah siap. "bukan pintar hanya saja sudah terbiasa memasak ini" sahutku sambil menunjuk nasi goreng yang sudah tersaji dipiring. Dia dengan cekatan memindahkan nasi goreng ke meja makan, sedangkan aku masih menggoreng pisang yang dia minta tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, tinggal menyajikan susu coklat di meja makan tapi Jimmi tidak terlihat ujung tanduknya. Aku memilih ke kamar dan mendapati dia yang sedang mengeringkan rambutnya sehabis mandi. " ayo makan semuanya sudah siap" ajakku. Dia tidak menjawab hanya menggantungkan handuk di hanger lalu berlari mengikuti aku. Makan malam kali ini masih terbilang sore bukan apa-apa hanya saja aku yang sudah lapar dan untungnya Jimmi tidak protes sedikitpun.
Aku duduk di ruang tamu saat selesai makan malam, ya yang bertugas mencuci piring itu Jimmi dan aku membersihkan meja makan. Dia menghapiriku dan duduk tepat di sebelahku.
"lusa aku harus ke luar kota. Pameran lukisan mengharuskan aku untuk kesana" suaranya yang memang lembut membuatku menoleh. "oh berapa hari?" aku berusaha menimpali. "5 hari. Kau bisa cuti kan? Aku-" suaranya menggantung, aku sudah tahu alasannya. " aku tidak janji, tapi besok aku akan meminta cuti" jawabku. "Hanaa" suaranya hampir merengek membuatku sedikit terkekeh. "tunggu besok saja, kalau dapat cuti aku ikut denganmu" jawabku sambil memindahkan chanel TV. Dia tidak menjawab bahkan berlalu ke kamar meninggalkan aku yang menonton serial drama korea. Saat sudah hampir dua jam aku menonton, memilih untuk menyusul Jimmi kekamarnya.
"uhuk-uhuk" aku terbatuk karena kamar yang dipenuhi asap rokok milik Jimmi. "maaf aku lupa membuka pintu" ucapnya sambil meletakkan rokok eletriknya dan menghampiriku lalu membuka pintu lebar-lebar. Aku memilih untuk ke kamar mandi mencuci wajah dan gosok gigi.
"sudah?" tanyanya saat aku sudah selesai dengan urusan kamar mandi yang kubalas dengan anggukan.
"ayo tidur. Aku takut kalau kau besok tidak dapat cuti aku batal saja ke luar kota" suaranya memelan.
" ssstt tidur" aku memotong pembicaraannya lalu mengelus kepalanya sebentar dan ikut rebah di sebelahnya.
ns 15.158.2.208da2