Tidak terasa hari sudah malam. Makan malam tadi pun rasanya sangat canggung. Aku memilih duduk di ruang tamu sedangkan Jimmi entahlah dia kemana. Kepalaku pusing mengingat kejadian tadi sore, ah aku bahkan melupakan perihal cuti yang berhasil aku kantongi karena si bos yang merasa aku perlu cuti bulan madu katanya. Aku memijit kepalaku berusaha mengendalikan nyeri kepala. Otakku kembali berputar saat ayah dan ibu masih ada, kalau sakit begini biasanya mereka akan memijat bagian mana yang sakit. Mataku berembun dan berakhir dengan aku menangis, menangisi orang tuaku yang sudah tenang disana.
" ayo tidur Hana, sudah malam. Besok kita jadi berangkat" Jimmi menghampiriku lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun dari sofa tapi yang terjadi malah aku memeluk pinggangnya dan menangis meluapkan sebagian sakit yang menyerang dikepala dan dadaku.
"kenapa menangis? Ah aku minta maaf untuk yang tadi sore. Hana jangan begini" aku menggeleng saat dia berusaha memegang pipiku, dia seperti paham lalu beralih dengan mengelus puncak kepalaku. Aku tidak tahu harus berbagi rasa sakit dengan siapa jadi untuk saat ini biarkan aku membagi tangisanku denganmu. Batinku.
Setelah aku yang tenang, dia membantuku bangun lalu mengusap hidungku yang berair, astaga Hana memalukan. "kalau tidak mau cerita tidak apa. Asal jangan menangis seperti tadi di depan orang lain. Aku memang tidak sempurna tapi setidaknya masih bisa menjadi tempat menangis" aku diam saja masih menatap dia yang mematikan lampu ruang tamu lalu menggenggam tanganku untuk ke kamar bersama. " aku tadi mengemas barang-barang untuk besok, kita berangkat siang jadi barang-barangmu kita kemas besok pagi" katanya sambil memindahkan kopernya ke sudut kamar. "sekarang ayo tidur, kamu butuh istirahat" lagi-lagi aku diam dan memilih langsung merebahkan diri dikasur. Sisi kasur sebelahku terasa bergerak yang berarti Jimmi juga sudah merebahkan dirinya. Lampu kamar dimatikan yang tersisa hanya lampu tidur redup. Jimmi berbisik "selamat tidur mimpi indah Hana" setelahnya dia mencium puncak kepalaku.
Pagi-pagi sekali sekitar pukul 5 Jimmi menepuk pelan wajahku membangunkan aku dari alam mimpi yang tidak aku ingat. "ayo bangun. Barang-barang kamu belum dikemas" mataku masih sangat berat dan aku malah memilih menarik selimut menutupi wajahku. Tapi Jimmi malah menarik selimut tadi dan mengelus pipiku pelan. "Hanaaa. Kamu tidak lupa kan" katanya lagi aku hanya membalas dengan gelengan. Hingga sesuatu yang dingin dan lembut terasa menempel di pipiku dan hembusan nafas pelan membuat mataku membulat sempurna. "morning" katanya lagi dengan senyuman manisnya. Hal itu membuatku salah tingkah dan malah menghapus jejak bibir Jimmi di pipiku. Dia terkekeh " jangan dihapus kan morning kiss" lanjutnya lagi. Aku tanpa mempedulikan Jimmi langsung melompat ke kamar mandi dan mengguyur tubuhku dengan air dingin agar rasa gerah dan malu tadi menghilang. Ternyata cukup lama aku di kamar mandi dan kulihat Jimmi sudah membawa nampan berisi roti gulung dan susu coklat.
"ayo sarapan, setelah itu aku mandi dan kamu bisa menyiapkan apa saja yang mau dibawa. Disana cuma 5 hari jadi jangan terlalu banyak membawa baju bisa juga kita membelinya disana" katanya lagi sambil memakan suapan pertama rotinya. Aku masih menatap dia yang sibuk dengan rotinya hingga mata kami bertemu. " jangan jadi pendiam gini Hana. Saya takut" ungkapnya.
Aku menunduk memakan roti yang dia bawakan, pagi ini hanya perkara sarapan membuat aku bahkan kehilangan hampir setengah dari kewarasanku.
ns 15.158.61.21da2