"Benar di sini Mas?"
"Kok sepi banget ya?"
Laras segera turun dari boncengan motorku, tanpa melepas helm yang dikenakannya, istriku itu mendekati sebuah pagar besi yang sudah berkarat setinggi dada orang dewasa. Aku memakirkan sepeda motorku tak jauh dari pagar yang tertutup itu lalu mendekati Laras. Kami berdua melihat deretan kamar petak yang tertata rapi memanjang ke belakang. Semua kamar bercat seragam putih pucat dengan ornamen gambar bunga di setiap bagian pintunya. Benar kata Laras, suasananya sangat sepi padahal baru jam 11 siang. Aku mencoba kembali melongo ke dalam pagar, berharap menemukan keberadaan seseorang.
"Bener di sini kok, nih liat iklannya. Alamatnya udah bener, nomor 17C." Aku memperlihatkan layar ponselku pada Laras, menunjukkan sebuah iklan rumah kontrakan yang Aku dapat dari facebook beberapa hari lalu.
"Terus gimana ini Mas? Emang nggak ada nomor yang bisa dihubungi?" Tanya Laras.
"Bentar, Aku telepon dulu ya orangnya." Kataku sambil mencari nomor telepon pengiklan kontrakan.
"Selamat siang? Mau cari siapa Dek?"
Belum sempat Aku melakukan panggilan, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara seorang pria yang muncul dari arah belakang kami. Seorang pria berusia sekitar 50 tahunan, bertubuh tambun dengan perut membuncit hanya mengenakan celana pendek dan kaos singlet warna putih yang sudah memudar berjalan mendekat ke arahku.
"Permisi Pak, Kami mau lihat kamar kontrakan. Apa Bapak kenal sama yang jaga?" Ujarku.
"Oh, iya..iya. Ayo mari masuk. Kenalkan, saya Jasim, kebetulan saya yang punya tempat ini." Pria dengan rambut tipis dan cenderung botak itu memperkenalkan diri, menjabat tanganku dan Laras.
"Saya Danar, ini istri Saya Laras." Ujarku.
"Ayo masuk dulu Mas, sepeda motornya dimasukin juga sekalian."
"Baik Pak."
Pak Jasim membuka pintu pagar, mempersilahkan Laras untuk masuk terlebih dahulu. Sekilas aku bisa melihat pria itu memandangi bagian belakang tubuh istriku dengan pandangan berbeda, jenis pandangan yang sering Aku jumpai pada mata pria-pria lain saat menatap kemolekan tubuh Laras. Ah, rupanya sama saja. Dasar bandot tua, nggak bisa banget liat body bohay dikit aja.
Aku membawa masuk sepeda motorku, memarkirkannya di bagian depan sebuah kamar, tempat dimana Pak Jasim sedang membuka pintunya. Laras menyerahkan helm yang sedari tadi dia kenakan, istriku yang cantik ini tampak begitu exited karena setelah berminggu-minggu kami mencari tempat tinggal baru akhirnya hari ini bisa terlaksana juga.
Aku dan Laras sudah menikah hampir 2 tahun ini. Selama menikah kami berdua tinggal di rumah mertuaku, orang tua Laras. Benar kata orang jika dalam satu rumah akan sulit jika hidup lebih dari satu keluarga. Hal itulah yang terjadi pada rumah tanggaku dan Laras, awalnya mungkin hanya konfilk-konflik kecil, namun kelamaan konflik itu mulai merembet ke permasalahan intern rumah tanggaku. Mertuaku, khususnya Ibu Mertuaku, mulai sering ikut campur kepentingan rumah tanggaku. Bahkan tak jarang dia mulai menyinggung kemampuanku dalam hal mencukupi kebutuhan Laras.
Sejak awal pacaran Aku sudah mencium gelagat ketidaksukaan Ibu Laras terhadapku, salah satu penyebabnya adalah pekerjaanku yang hanya sebagai pekerja pabrik biasa. Apalagi waktu itu yang mendekati Laras bukan hanya Aku saja, banyak pria yang lebih mapan secara ekonomi ikut mendekati istriku ini meskipun saat itu statusnya adalah sudah menjadi pacarku. Namun begitu Laras tetap teguh pada pendiriannya dan memilihku sebagai pendamping hidupnya meskipun tentangan dari Ibu serta Ayahnya begitu besar.
Tak mau keharmonisan rumah tanggaku semakin terganggu, satu bulan yang lalu Aku memberanikan diri untuk meminjam uang di koperasi karyawan. Tujuanku adalah agar memiliki cukup dana untuk setidaknya membayar kontrakan rumah sendiri. Rencanaku ini diamini sepenuhnya oleh Laras, dia sendiripun merasa risih karena harus mendengar omelan Ibunya tentang Aku hampir setiap hari. Meskipun keputusan untuk meminjam uang tersebut memaksaku untuk bekerja lebih keras lagi tapi itu harga yang sepadan untuk menyelamatkan biduk rumah tanggaku bersama Laras yang baru seumur jagung. Maka disinilah kami berdua hari ini.
"Ya kayak gini Mas ruangannya, kamarnya cuma ada satu, kamar mandinya juga satu. Ini dapurnya, di belakang ada dapur bersama juga biasanya penghuni di sini patungan untuk beli gas." Ujar Pak Jasim menunjukkan detail kontrakan yang akan kami sewa. Laras mengecek kamar mandi terlebih dahulu, mengecek air dan segala tetek bengeknya.
"Per bulannya berapa ya Pak?" Tanyaku.
"Per bulannya 800 ribu, untuk pengontrak baru langsung bayar untuk 6 bulan ke depan Mas." Jelas Pak Jasim, kembali dia melirik tubuh istriku yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
"Gimana? Lancar airnya?" Tanyaku pada Laras.
"Lancar kok Mas." Sahut Laras sebelum beralih ke ruangan tempat tidur. Mata Pak Jasim kembali mengekor, menatap jalang tubuh istriku yang hari ini mengenakan jins ketat dan tshirt tipis dipadu sweter tenun.
"Di sini penghuninya pasangan suami istri semua Pak?" Tanyaku memecah konsentrasi Pak jasim yang tanpa malu-malu masih saja melihat tubuh istriku dari belakang.
"Oh nggak semua Mas." Pak Jasim agak terkaget menjawab pertanyaanku.
"Ada yang single juga kok, tapi hampir semuanya pekerja." Lanjutnya menjelaskan.
"Masnya kerja di mana?" Tanya Pak Jasim kemudian.
"Saya kerja di pabrik Texo Pak."
"Oh yang deket kantor pengadilan itu ya?"
"Iya bener Pak." Jawabku.
"Dulu di sini juga ada yang kerja di situ tapi sudah hampir setahun lebih kayaknya udah pindah."
Laras keluar dari kamar tidur, dari raut wajahnya Aku bisa menerka jika dia cocok dengan kontrakan ini. Meskipun Aku kurang menyukai sikap Pak Jasim yang tanpa malu-malu menunjukkan kegenitannya tapi ini tak lebih baik dibanding harus tetap tinggal bersama mertuaku. Laras berjalan mendekatiku, mengangguk perlahan tanda jika dia setuju untuk pindah ke sini.
"Baik Pak kami ambil untuk 6 bulan dulu, pembayarannya gimana ya?" Kataku.
"Ah baik, pembayarannya bisa hari ini, bisa juga nanti kalo Mas udah mulai masuk. Nanti Mas juga perlu ngasih fotocopy KTP sama fotocopy surat nikah, untuk administrasi lingkungan." Jelas Pak Jasim.
"Baik kalo begitu kami DP dulu Pak, sisanya besok pas kami sudah masuk ke sini." Ujarku.
"Ah, boleh-boleh. Sekarang mari ke rumah Saya dulu, sekalian Saya kasih nota pembayarannya." Balas Pak Jasim.
***
1 HARI KEMUDIAN
48096Please respect copyright.PENANArpoa3DR3cR
Aku menyeka keringat yang membasahi kening serta wajahku, di dapur Laras masih merapikan beberapa peralatan memasak. Setelah memastikan tempat tidur serta beberapa perabot lain sudah masuk ke dalam rumah Aku memilih untuk beristirahat di depan kontrakan sambil menghisap sebatang rokok. Hari ini adalah hari pertama kami menempati tempat tinggal baru, mungkin juga cerita baru setelah setahun terakhir kami berdua tinggal bersama orang tua Laras. Meskipun sederhana, Aku tetap merasa bahagia, setidaknya Aku tidak lagi canggung untuk melakukan apapun bersama Laras karena berada di rumah sendiri.
Teringat dulu waktu masih tinggal bersama orang tua Laras, untuk berhubungan badanpun Aku harus memilih waktu yang tepat, tidak bisa seenaknya. Belum lagi Laras adalah tipe wanita yang cukup berisik ketika berhubungan badan, desahan serta teriakannya tak jarang mengundang ketukan pintu dari luar diiringi semprotan dari Ibu mertuaku. Maka bayangkan saja bagaimana ketidaknyamananku selama ini tinggal di sana.
"Ini Mas minum dulu." Laras duduk di sampingku sembari menyerahkan segelas air putih.
"Terima kasih Dek." Kataku sebelum meneguk habis air putih itu, segar sekali.
"Kamu nanti berangkat kerja jam berapa Mas?"
"Ya seperti biasa Dek, jam 5 sore mungkin. Kayaknya sampai minggu depan Aku bakal dapat shift sore terus." Kataku.
"Oh gitu, jangan capek-capek ya Mas."
"Iya Dek, tenang aja. Gimana? Udah beres semua?"
"Udah kok Mas, paling tinggal beresin pakaian aja. Ntar malem aja ya, biar Aku ada kegiatan pas Kamu tinggal kerja."
"Iya Dek, selonggarnya Kamu aja." Ujarku sambil tersenyum.
"Mas..."
"Ya Dek..?" Laras mengapit lenganku, tubuhnya merapat pada tubuhku.
"Kamu nggak pengen? Mumpung sekarang kita udah tinggal sendiri."
Aku tau apa maksud perkataan Laras, maka tanpa banyak bicara Aku langsung mematikan rokokku dan bergegas menarik Laras masuk ke dalam rumah kontrakan kami. Siang ini kami bercinta begitu liar, Aku bahkan tak peduli lagi dengan erangan serta desahan Laras yang melengking tinggi. Biasanya Aku selalu sigap menutup mulutnya saat dia mulai berteriak, agar tidak terdengar oleh Ayah atau Ibu mertuaku, tapi siang ini Aku biarkan Laras bebas mengekspresikan dirinya saat bersetubuh denganku. Siang ini kami benar-benar seperti pengantin baru yang pertama kalinya bercinta. Berbagai macam gaya kami coba tanpa khawatir akan menimbulkan kegaduhan, tempat tinggal baru sepertinya jadi awal cerita baru kami pula. Semoga saja begitu.
48096Please respect copyright.PENANAjRdgKqmnEe
***
LARAS POV
Selepas Mas Danar berangkat kerja, Aku kembali menyibukkan diri untuk membereskan beberapa potong pakaian dan meletakkannya di dalam lemari kayu berukuran sedang milik kami. Pindah ke tempat tinggal baru artinya Aku harus mulai beradaptasi dengan lingkungan baru juga. Seharusnya ini bukan masalah besar bagiku, apalagi mengingat selama ini Aku dan Mas Danar harus tinggal bersama orang tuaku. Mengenal lingkungan baru tak akan lebih sulit dibanding menghadapi komplain Ibuku yang hampir setiap hari terpaksa Aku dengarkan. Karena hal inilah kami memutuskan untuk mengambil pinjaman di koperasi perusahaan tempat suamiku bekerja. Dengan uang pinjaman itu, kami bisa mencari tempat tinggal baru dan hidup terpisah dari kedua orang tuaku.
Rumah kontrakanku terlihat seperti layaknya kamar kos, ruangannya tak cukup besar untuk disebut sebagai rumah. Sebidang ruang tamu kecil ditambah satu kamar tidur dan satu kamar mandi yang berdempetan langsung dengan dapur cukup memberi gambaran jika tempat tinggalku saat ini sangat jauh untuk dikatakan sebagai layak huni bagi pasangan suami istri. Namun sekali lagi, ini jauh lebih baik dibanding tetap tinggal bersama orang tuaku. Ada 8 buah bangunan serupa yang berdiri berjajar, empat bangunan di tiap sisinya. Dari 8 bangunan ini hanya tersisa 2 bangunan yang tak berpenghuni, sisanya sudah terisi oleh para penyewa.
Aku sebenarnya kasihan dengan Mas Danar, dia harus bekerja lebih keras lagi untuk menambah penghasilan karena mulai bulan depan kami mesti membayar cicilan hutang di koperasi demi untuk bisa mendapatkan tempat tinggal sendiri. Tapi dia meyakinkanku jika resiko ini sepadan dengan ketenangan hidup yang akan kami terima dibanding terus bertahan dan tetap tinggal bersama kedua orang tuaku. Pada akhirnya Aku hanya bisa mendoakan saja, semoga keputusan kami ini akan berbuah manis.
"Aaaahhh...Aahhhh..Mentokin sayang!! Mentokin!!!"
48096Please respect copyright.PENANAiV1rcT0gEu
DUG
48096Please respect copyright.PENANAZipcbZjlk9
DUG
48096Please respect copyright.PENANAUxOhA5hNEH
DUG
48096Please respect copyright.PENANARzvwo1sbQt
"Aaahh…Teruss sayaaangg...Genjotin yang kenceng!!!"
48096Please respect copyright.PENANA4TJvJ1OAJk
Aku terhenyak beberapa saat karena tembok kamarku berdentum beberapa kali diiringi suara desahan wanita. Cukup keras terdengar. Linda, Aku mengingat betul siapa nama penghuni tepat di samping rumahku ini. Siang tadi wanita bertubuh cubby dengan rambut dicat pirang itu memperkenalkan dirinya padaku. Usianya mungkin sekitar 22 tahun, dia mengaku bekerja sebagai SPG rokok dan tinggal sendirian di sini. Kesan awal yang diberikannya padaku saat berkenalan, Linda adalah tipe wanita yang genit, tak hanya dari penampilannya yang sangat seksi tapi juga dari cara bicara dan sikapnya. Beruntung tadi Mas Danar hanya sekilas saja menemui wanita itu, jadi Aku tak sampai melihat reaksi suamiku saat menyaksikan tubuh semok nan bohai milik Linda.
DUG
48096Please respect copyright.PENANAcHXyWSQ232
DUG
48096Please respect copyright.PENANAyeysBW0p8I
DUG
48096Please respect copyright.PENANAjTdMyW1y93
Tembok kamarku kembali berdentum, kali ini suaranya jauh lebih keras dibanding sebelumnya. Bahkan desahan Linda pun demikian, bukan desahan lagi sepertinya, tapi lebih tepat disebut dengan teriakan. Suaranya bersahutan dengan suara berat seorang pria, itu artinya dia di dalam kontrakannya tak seorang diri. Lalu dia bersama siapa? Seharusnya ini bukan menjadi urusanku, tapi entah kenapa suara desahan Linda dan pria yang sedang bersama dirinya membuat birahiku lama kelamaan menjadi tergelitik. Siang tadi Aku dan Mas Danar memang sudah bersetubuh tapi itu sama sekali tak cukup untukku. Apalagi suamiku itu bukan tipe pria yang ahli soal sex, gaya mainnya monoton, minim eksplorasi, dan lebih parahnya Mas Danar sejak dulu tak pernah bisa membuatku orgasme.
Aku mendekatkan telinga ke sisi tembok, lenguhan manja serta desahan binal Linda terdengar makin jelas. Sungguh ini membuat bulu kudukku meremang, membayangkan Linda tengah digenjot secara kasar dan keras oleh lawan mainnya. Lambat laun alam bawah sadarku mulai membayangkan jika Aku berada di posisi tetangga kontrakanku itu. Disetubuhi secara brutal hingga berteriak keenakan seperti ini adalah salah satu fantasiku, sebuah keinginan yang entah kapan akan bisa dipenuhi oleh Mas Danar.
Sambil terus mendengar desahan Linda dan pasangan mesumnya, perlahan satu tanganku meremasi payudaraku sendiri yang masih terbungkus kain daster. Aku menyandarkan punggungku di sisi luar tembok kamar, memposisikan tubuhku senyaman mungkin sambil perlahan membuka kedua pahaku hingga mengangkang. Selangkanganku terasa lembab, nyaris basah.
Di balik tembok persetubuhan Linda dengan lawan mainnya makin panas, tak jarang Aku bisa mendengar tetangga kontrakanku itu sampai mengumpat dengan kata-kata kasar. Aku pernah mempraktekannya dulu saat bercinta dengan Mas Danar, bukannya makin bersemangat, suamiku itu justru jadi badmood dan enggan melanjutkan persetubuhan. Tidak sopan katanya. Padahal umpatan dan makian saat bercinta membuat birahiku semakin membara, tapi sekali lagi Mas Danar tak pernah memahami hal seperti itu. Baginya hubungan suami istri adalah hubungan yang sakral dan suci, maka umpatan serta makian tak layak diikutsertakan di dalam kegiatan itu. Kolot dan monoton!
Tak puas hanya menjamah bagian dada saja, satu tanganku mulai menjalar ke bawah. Tentu saja yang Aku sasar adalah bagian selangkangan yang makin lama terasa begitu lembab menjurus basah. Sedikit menarik pantatku ke atas, Aku segera melepas celana dalamku. Vagina yang ditumbuhi bulu-bulu tipis nan rapi langsung terlihat jelas. Ujung jariku mulai menyentuh permukaan vagina, menggeseknya secara perlahan, naik turun. Gesekan demi gesekan jariku dengan diiringi lenguhan Linda di seberang kamar membuat khayalan nakalku terbang tinggi.
Bayangan disetubuhi seperti yang tengah dialami oleh Linda saat ini memenuhi tiap jengkal isi kepalaku. Aku horny! Benar-benar horny! Badanku meremang hebat, malah cenderung terasa hangat. Maka segera Aku melepas dasterku hingga telanjang bulat sebelum kembali melanjutkan kegiatan masturbasiku.
"Eeehhmmmmm...."
Desis lirih terdengar dari mulutku ketika Aku paksakan satu ruas jari telunjukku masuk ke dalam liang vaginaku. Tak sebesar penis Mas Danar memang, tapi itu sudah cukup mengobati rasa gatal di dalam rahimku. Dengan kedua paha mengangkang lebar, pelan tapi pasti Aku gerakkan jariku keluar masuk, mengocok bagian dalam vagina. Sementara ujung bagian jempolku Aku gunakan untuk menggesek kelentit yang terasa makin keras.
"Oouucchhhh......"
Aku melenguh panjang, suara dari kamar Linda masih terdengar sesekali diiringi teriakan melengking dari wanita itu. Aku membayangkan saat ini mungkin dia sedang digenjot begitu keras oleh pasangannya dari atas. Dari suara tumbukan badan keduanya mungkin saja apa yang Aku bayangkan saat ini ada benarnya. Satu jari rupanya tak cukup buat memenuhi kekalutan birahiku, maka Aku masukkan ruas jari tengah untuk menemani jari telunjukku di dalam liang vagina. Aku menambah kecepatan kocokan, sementara satu tanganku yang lain meremas makin keras payudaraku secara bergantian, sesekali Aku tak sungkan untuk menarik paksa putingku yang sudah sangat keras.
"Ouucchhhh! Pak! Jangan di dalem lagi! Aaachh! Jangan buang di dalem Pak! Aaach!!"
48096Please respect copyright.PENANA02t16Z7UNe
"Haaahhh!! Haahhh!! Kenapa sayang? Bukannya kamu suka kalo Bapak keluarin di dalem?"
48096Please respect copyright.PENANAoVCS22fwdE
"Jangan malam ini Pak! Aaacchhh! Aku lagi subur!"
48096Please respect copyright.PENANAoLVO0147KB
"AARGGGHHTTTT!!!"
48096Please respect copyright.PENANARYBaiWB1kD
Percakapan antara Linda dengan pasangannya terdengar cukup jelas. Aku sempat mengrenyitkan dahi kenapa Linda menyebut pasangannya dengan panggilan Pak? Apakah mereka berdua terpaut usia yang cukup jauh? Kalaupun jika itu benar, maka Aku sangat salut dengan stamina pria itu karena bisa membuat Linda kalang kabut karena disetubuhi secara keras dan brutal.
Tak mau terjebak dalam berbagai macam pertanyaan soal Linda dan pasangannya, Aku kembali meusatkan konsentrasi pada kegiatan masturbasiku. Gerakan tanganku pada vagina yang sudah basah kuyuk makin cepat. Aku sengaja mengocoknya dengan kecepatan tinggi untuk menjemput gelombang orgasme. Aku tak peduli jika desahanku juga ikut terdengar dari balik tembok milik Linda, satu-satunya yang ingin Aku capai saat ini adalah kepuasan diriku sendiri, persetan dengan orang lain.
"Ouuucchhhh!! Anjing!!!!"
Bunyi kecipak tumbukan dua jari tanganku dengan bagian permukaan vaginaku yang basah bahkan sampai ikut terdengar. Aku melirik ke bawah sambil terus mengocok vaginaku sendiri, memang sudah sangat basah. Beberapa saat kemudian gelombang kenikmatan itu datang menyerang. Tubuhku menegang, melenting disertai hantaman kenikmatan yang membuat syaraf-syaraf dalam tubuhku kaku untuk beberapa saat.
"Aaaaaccchhhhhh...!!!"
Nafasku menderu bak hantaman ombak yang menabrak karang secara bertubi-tubi. Saking enaknya, Aku sudah tak mempedulikan lagi suara erangan Linda dan pasangannya yang masih terus memacu birahi.
"HAAAH!! HAAAHH!!! HAAAAHH!!"
Nafasku masih tak beraturan namun lambat laun mulai mereda seiring berkurangnya efek orgasme yang menerpa tubuhku. Samar Aku dengar di balik tembok kamar Linda terdengar percakapan ringan antara dirinya dengan sang pejantan. Aku menduga persetubuhan mereka berdua juga telah usai. Sesekali Linda tertawa manja dan masih mendesah lirih, mungkin saja pasangannya masih memberikan serviz tambahan setelah beres ejakulasi. Ah, andai saja Mas Danar seperti itu. Sekali lagi Aku mengutuki kemampuan seksualitas suamiku tersebut.
Setelah memakai kembali daster, Aku segera membenahi seprei tempat tidurku yang berantakan akibat ulahku tadi. Entah darimana pikiran itu datang, Aku masih penasaran dengan sosok pria yang menjadi lawan main Linda. Aku melangkahkan kaki keluar kamar, sesampainya di ruang tamu perlahan Aku membuka jendela, mengintip dari dalam siapa tau pria itu keluar dari kontrakan Linda untuk mencari angin segar setelah puas bercinta.
Benar saja, beberapa menit kemudian terdengar pintu kontrakan Linda terbuka dari dalam. Aku terhenyak karena sosok Pak Jasim, pemilik kontrakan kami, yang menunjukkan batang hidungnya dari dalam kontrakan Linda. Pria botak bertubuh sedikit tambun itu keluar dengan wajah berseri, di belakangnya mengekor Linda yang hanya mengenakan tangtop dan celana pendek sebatas paha.
"Bapak pulang dulu ya, inget bulan depan jangan telat lagi bayar kontrakannya." Ujar Pak Jasim.
"Ah Bapak mesti gitu mulu. Kan Linda udah bilang kalo bulan ini lagi sepi job, lagian kalo bulan depan Linda nggak bisa bayar lagi emang Pak Jasim tega ngusir Linda?" Balas Linda dengan ekspresi manja. Pak Jasim tersenyum mesum sambil mencolek dagu tetangga kontrakanku itu.
"Kamu tu paling bisa bikin Bapak nggak tegaan."
"Ah Bapak..."
"Ya sudah Bapak pulang dulu, nanti dicariin istriku bisa berabe."
"Nanti malam kalo masih mau ngewe lagi, kamar Linda nggak dikunci kok. Hihihihi..." Goda Linda tanpa malu-malu.
"Hehehehe, bener ya? Awas bohong." Sahut Pak Jasim tak kalah genit.
"Bener Bapak sayang....Lagian Linda yakin kalo yang di rumah nggak bisa ngejepit kayak punya Linda kan?" Wanita itu secara vulgar menggosok selangkangannya tepat di hadapan Pak Jasim.
"Hahahahaha! Paling bisa kamu! Udah-udah Bapak pulang dulu."
Pak Jasim melangkah pergi dari kontrakan Linda, wanita tetangga kontrakanku itu masih berdiri di depan pintu rumahnya hingga sosok Pak Jasim menghilang setelah menutup pagar. Aku tak menyangka jika Linda dan pak Jasim memiliki hubungan terlarang seperti ini. Tapi bukan itu yang membuatku gelisah, tapi benarkah Pak Jasim yang gendut dan tua itu begitu hebat dalam urusan sex hingga membuat Linda sedari tadi mendesah keenakan?
Benarkah Pak Jasim sehebat itu...?
BERSAMBUNG
Cerita "ISTRIKU DAN PRIA LAIN" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan di
ns 15.158.61.20da2