Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, beberapa karyawan pabrik yang telah menyelesaikan shift malam beranjak menuju tempat parkiran sepeda motor, tak terkecuali Danar. Berjalan di sampingnya Agus, seorang teman akrab sekaligus rekan kerja Danar. Karena hujan mulai turun kedua karyawan itu berlari menuju area parkir motor yang berjarak kurang dari 100 meter lagi sambil berusaha menutupi bagian kepala mereka menggunakan tangan.
"Duh! Kenapa mesti hujan sekarang sih?" Gerutu Danar sambil membersihkan cipratan air di bajunya. Pria berwajah tirus itu melihat ke atas berharap hujan akan segera berhenti.
"Udah jangan ngeluh mulu, masih mending dikasih hujan bro daripada dikasih masalah. Hahahaha." Seloroh Agus meledek komplain sahabatnya itu.
"Hujan ini juga bagian dari masalah Gus." Bantah Danar, dia mengeluarkan sebungkus rokok dari kantong celananya lalu segera menyalakannya dengan korek api.
"Eh iya, Lu jadi pindah ke kontrakan itu?" Tanya Agus, pria dengan jenggot lebat itu juga ikut mengeluarkan sebungkus rokok dari saku baju kerjanya sebelum ikut menikmati tembakau bakar seperti Danar.
"Jadi, Laras udah cocok di situ. Tadi pagi kami udah mulai tinggal di sana."
"Oooh, pesenku cuma satu aja. Hati-hati sama pemiliknya, suka kurang ajar sama penghuni perempuan." Ucapan Agus barusan seketika mengalihkan konsentrasi Danar yang asyik menikmati rokok. Suami Laras itu mengalihkan pandangannya pada Agus dengan mimik muka serius.
"Maksud Lu Pak Jasim?"
"Gue lupa namanya siapa, yang pasti orangnya gendut, kepalanya botak, usianya mungkin 50 tahunan." Ujar Agus menjelaskan ciri-ciri fisik yang memang identik dengan Pak Jasim, pemilik kontrakan yang ditempati oleh Danar.
"Kurang ajar gimana maksudnya?" Danar makin penasaran. Agus menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskan asap tebal dari dalam mulutnya sebelum kembali bercerita.
"Kamu masih inget Anwar? Anak HRD yang satu tahun lalu ditangkep Polisi?"
"Anwar? Ah iya, Gue inget! Orangnya yang pendek kecil itu kan?" Ujar Danar.
"Yup betul."
"Kenapa emangnya dengan Anwar?"
"Satu tahun lalu, dia sama istrinya juga ngontrak di situ. Karena ada masalah, dia sempat nunggak pembayaran beberapa bulan." Ujar Agus, kembali dia menghisap rokoknya dalam-dalam, pikirannya kembali mengingat kejadian satu tahun lalu.
"Terus?" Danar makin penasaran.
"Karena tunggakan itu pemilik kontrakan ngasih ultimatum ke Anwar dan istrinya buat angkat kaki. Awalnya Anwar terima dengan keputusan itu dan mulai mikir buat cari tempat baru, tapi tiba-tiba besoknya si Anwar emosi dan ngancam bunuh si pemilik kontrakan sambil bawa parang. Rame banget waktu itu, celakanya si pemilik kontrakan telpon Polisi. Jadi, akhirnya Anwar masuk bui."
Danar menyimak cerita Agus dengan seksama, pikirannya kembali teringat oleh ucapan Pak Jasim beberapa hari lalu saat bercerita jika satu tahun lalu ada penghuni kontrakan yang juga kerja di pabrik Texo, tempat dia bekerja saat ini. Apakah yang dimaksud oleh Pak Jasim itu adalah Anwar?
"Lah? Emang Anwar emosi kenapa? Bukannya dia udah setuju buat angkat kaki dari kontrakan?" Tanya Danar.
"Kata anak-anak yang jenguk Anwar di penjara, dia emosi karena si pemilik kontrakan mengijinkan dia tetap tinggal di sana sampai tiga bulan berikutnya asal istri Anwar mau diajak tidur. Muntablah dia." Kata Agus sebelum kembali menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya.
Danar tercengang, dia kembali mengingat momen saat pandangan jalang Pak Jasim seperti menelanjangi tubuh istrinya ketika mereka pertama kali bertemu. Cerita Agus barusan seolah sedang memancing rasa takut dalam dirinya, bagaimana keadaan Laras saat ini ketika dia kerja malam? Apakah Pak Jasim akan senekat itu pada istrinya?
"Heh?! Malah bengong!" Hardik Agus menyadarkan Danar dari lamunannya. Suami Laras itu lalu bergegas mencari keberadaannya motornya yang berada di bagian ujung area parkir.
"Lah mau kemana?" Agus tampak heran melihat perubahan perilaku sahabatnya itu.
"Mau balik ke kontrakan, udah malem banget ini." Jawab Danar tergesa.
"Lah? Masih hujan ini."
"Udah nggak apa-apa, hujan air doang. Gue cabut dulu ya bro!" Sahut Danar setelah menyalakan motornya, meninggalkan Agus yang masih bingung.
***
DANAR POV
37026Please respect copyright.PENANAG4l2QPb8C6
Aku bergegas mengetuk pintu rumah kontrakanku sesaat setelah memarkirkan sepeda motor, badanku basah kuyup akibat nekat menembus hujan deras. Tak lama pintu terbuka, Laras menatapku dengan tatapan bingung. Malam ini istriku itu hanya mengenakan daster tipis sebatas paha, kulitnya yang putih mulus begitu kontras dengan warna daster yang dikenakannya.
"Kenapa nggak neduh dulu sih Mas? Jadi basah kuyup kayak gini." Gerutu Laras saat melihatku melepas jaket dan sepatu.
"Hehehe nggak apa-apa Dek, udah laper banget." Jawabku beralasan.
"Loh emangnya tadi di pabrik nggak makan?"
"Ya makan, tapi cuma dikit. Dek ambilin handuk dong, dingin banget." Laras langsung kembali masuk ke dalam, tak lama dia kembali sambil menyerahkan selembar handuk padaku.
"Buruan mandi biar nggak masuk angin. Kamu mau Aku masakin air anget buat mandi Mas?"
"Nggak usah Dek, kelamaan ntar." Kataku sambil mengeringkan bagian rambutku yang basah.
"Ya udah kalo gitu, Aku angetin sayurnya dulu buat makan Kamu Mas."
"Iya Dek makasih."
Tak lama Aku bergegas menuju kamar mandi, pakaian kerjaku yang basah diletakkan Laras di tempat jemur pakaian yang ada di bagian belakang rumah kontrakan kami. Setelah selesai mandi, di meja makan sudah tersaji sayur sop hangat dan tahu tempe goreng. Tak mau mengecewakan istriku, Aku menyantapnya dengan lahap meskipun jujur perutku masih kenyang.
"Mau dibikinin teh anget Mas?" Tawar Laras.
"Nggak usah Dek, kamu duduk sini aja deket Mas." Kataku, Laras hanya tersenyum dan meraih kursi lalu dekat di sampingku.
Entah kenapa cerita Agus tadi membuat kekhawatiranku terhadap Laras menjadi semakin tinggi. Apalagi sikap dan tingkah Pak Jasim saat melihat Laras semakin menguatkan kebenaran cerita Agus. Tapi ada sesuatu yang menggelitik pikiranku, entah datangnya darimana yang pasti sejak dari perjalanan pulang tadi Aku malah membayangkan Laras menyambut godaan dari Pak Jasim. Perasaan cemburu dan sesuatu yang sangat asing bagiku, nafsu.
Ya! Aku merasakan nafsu saat membayangkan kulit keriput dan badan tambun Pak Jasim bersentuhan dengan kulit mulus istriku. Membayangkan wanita yang begitu Aku cintai merintih keenakan saat disetubuhi oleh pemilik kontrakan mesum. Kebejatan Pak Jasim dan kebinalan Laras saat bercinta sepertinya akan begitu menarik jika bisa Aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri. Ya Tuhan! Kegilaan macam apa yang sedang meracuni otakku saat ini?!
"Mas? Kamu kenapa Mas?" Laras menggoyang-goyangkan bahuku, menyadarkanku dari lamunan, bahkan tanpa Aku sadari tanganku masih memegang sendok yang berisi nasi dan belum menyuapkannya ke mulut.
"Nggak enak ya masakanku?" Tanya Laras.
"Eh..Eh..Anu Dek, nggak apa-apa. Enak kok, enak banget malah." Buru-buru Aku melahap makanan yang ada di sendok. Pikiranku yang beberapa detik lalu terbang entah kemana kini seketika kembali pada habitatnya.
"Kamu aneh banget hari ini Mas." Rajuk Laras, tangan kanannya menyentuh pahaku, Aku baru menyadari jika karena fantasi gilaku beberapa saat lalu ternyata serta merta membuat penisku berdiri. Laras mengrenyitkan dahi.
"Loh kok berdiri Mas? kamu lagi pengen ya?" Tanya Laras antusias.
Belum sempat Aku menjawab, Laras langsung beranjak dari tempat duduknya. Tanpa bisa Aku cegah dia meraih ujung celana boxerku, menariknya ke bawah hingga membuat bagian bawah tubuhku terbuka begitu saja tanpa penutup. Penisku yang sudah mengeras mengacung tegak.
"Loh Dek! Mau ngapain?"
"Udah, kamu terusin aja makannya Mas...."
Laras bersimpuh di bawah kursi yang Aku duduki, diraihnya batang penisku dengan tangan kanannya. Istriku itu mulai mengocoknya secara perlahan, naik turun dengan kecepatan sedang. Bibirnya tak tinggal diam, kecupan lembut tepat di lubang kencingku sontak membuatku melenguh dan melupakan makanan yang ada di meja.
"Ouughhhh Dek..." Aku membelai lembut rambutnya, Laras melirikku dengan tatapan binal.
"Eeemmccchhh...Dasar Mas Danar nakal, ngacengan."
"Hush! Jangan ngomong gitu." Selaku ketika Laras meracau tak aturan.
Kecupan bibirnya berubah menjadi kuluman lembut, penisku yang berukuran standar dengan mudah menelusup masuk di rongga mulut Laras. Sambil terus mengocok batang penisku menggunakan tangan, mulutnya menghisapi batang penisku dengan sangat telaten. Lidahnya seperti mengular, menyusuri tiap jengkal bagian kemaluanku. Tak jarang hisapannya beralih ke bawah, menyasar dua bola pelirku yang menggantung sempurna. Tak ayal, remasanku pada rambutnya kian erat, seiring dengan kepala Laras yang bergerak naik turun, dengusan nafasku pun makin tak beraturan menahan nikmat.
"Ouucchhh Dekkk!"
"Eeemmcchhh..Eeemcchhh..."
Laras tak bisa menyahut, mulutnya telah penuh terisi batang penisku yang makin menegang. Sensasi lembut, basah, serta hangat menyergap bagian bawah tubuhku. Dia melanjutkan dengan menjilati seluruh batang penisku. Lalu didorongnya penisku hingga menyentuh perutku. Dijilatinya permukaan bawah penisku, kemudian turun ke bawah dan lidahnya mulai menyusuri buah zakar. Dihisap dan dikulumnya buah zakarku satu per satu. Dimainkannya pangkal buah zakarku dengan ujung lidahnya.
Laras mencoba mengangkat kedua kakiku dengan memegang bagian belakang lututku dengan kedua tangannya. Aku pun ikut membantunya dengan mengangkat kedua kakiku dan menekuknya seperti posisi setengah jongkok. Kemudian dimainkannya lubang anusku dengan ujung lidahnya. Disapunya seluruh permukaan lubang anusku. Aku bergeming, sejak kapan Laras menyukai hal sejorok ini? Tapi yang lebih gila lagi adalah, arah pikiranku yang kembali membayangkan Pak Jasim sedang bersama kami saat ini, menikmati tubuh istriku dari belakang di saat mulut istriku sedang disibukkan oleh batang penisku. Fantasi gila ini membuat birahiku makin terpacu tak karuan.
Kutempatkan tangan kananku di kepala Laras. Sambil ku usap rambutnya yang lurus sebatas bahu. Mulutnya mulai menelan penisku. Tidak sampai seluruhnya, mulutnya terlihat kesulitan saat mencapai pertengahan batang kemaluanku yang menggemuk. Terus dia berulang kali memasukkan dan mengeluarkan penisku dalam mulutnya. Aku ingin sedikit memberikan pelajaran kepadanya. Kutahan kepalanya pada saat dia akan mengeluarkan penisku dari mulutnya. Kutekan kepalanya sampai batas maksimal tenggorokkannya.
Grokh
Grokh
Grokh
Terdengar dari mulutnya dan matanya pun melirik ke arahku seolah-olah ingin memprotes tindakanku. Kulonggarkan tekanan tanganku di kepalanya, dia pun kembali mengocok penisku dengan mulutnya. Semakin cepat dia mengocok penisku. Hingga aku merasakan penisku mulai berkedut, menandakan sebentar lagi aku akan mencapai klimaks. Orgasme itu akan datang namun tiba-tiba Laras menghentikan aksi nakalnya.
"Loh Dek?" Protesku karena Laras menghentikan oral sex secara tiba-tiba ketika ejakulasi sudah di ujung penis.
"Aku juga pengen ngrasain enak Mas."
Entah sejak kapan Laras melepas celana dalamnya, yang pasti ketika dia naik ke atas pangkuanku selangkangannya yang basah sudah tanpa penutup apapun. Sambil mengecupi bibirku, Laras meraih batang penisku dengan tangannya dan langsung memasukkannya ke liang vagina. Kami mendesah perlahan. Laras mulai bergerak naik turun, maju mundur. Penisku terasa seperti diperas di dalam sana, Aku sudah tahan.
"Ouucchhh Dek!!!"
"Sebentar Mas, jangan dikeluarin dulu!"
"AAARGGHHTTTTTT!!"
Aku memeluk tubuh Laras dengan sangat erat, tanpa mengindahkan permintaannya Aku tak kuasa menahan gejolak orgasme yang menerpa tubuhku. Spermaku menyemprot begitu saja di dalam rahim Laras tanpa bisa Aku tahan lagi. Nafasku masih menderu ketika Laras dengan wajah cemberut bangkit dari atas pangkuanku dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan sisa sperma yang menyerang liang senggamanya.
"Ma-Maaf Dek, mas udah nggak tahan banget." Kataku.
"Iya nggak apa-apa." sahut Laras singkat sambil terus berjalan menuju kamar mandi. Dari nada bicaranya Aku tau kalo Laras kecewa padaku.
37026Please respect copyright.PENANAq2eePs9lFc
37026Please respect copyright.PENANAieKV52n9mH
BERSAMBUNG
Cerita "ISTRIKU DAN PRIA LAIN" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan di
ns 15.158.61.20da2