Perjalanan misi pertama dimulai. Tim Singa Gunung telah tiba di tempat ujian misi, Kota More, satu diantara kota kecil di negara kecil pula, bernama Sirlen. Negara berpasir. Suhunya sangat tinggi dan terletak di perbatasan.
Sirlen memiliki kedekatan sejarah dengan Sin. Kedua negara sudah lama bekerja sama di bidang pertahanan. Karena itulah SPeN diterima sangat bersahabat di sini. Kali ini kedatangan Tim Singa Gunung pun atas permintaan khusus dari Sirlen untuk membantu mengatasi keamanan di Kota More yang semakin meresahkan. SPeN dianggap Sirlen akan sangat membantu dengan tenaga profesional prajurit khususnya.
Ini pertama kalinya untuk sanggota Tim Singa Gunung berada di wilayah dan budaya yang sangat berbeda. Sepanjang perjalanan dari bandara, mereka disuguhkan pemandangan baru. Mulai dari dominan warna kulit, suhu, corak bangunan, hingga bentuk permukaan buminya. Tampaknya gersang—dipenuhi pasir dan batu-batu menggunung, namun memukau.
Tak seperti Kota Sin, di sini gedung-gedung bertingkat tak serakah menjulang langit. Tembok-tembok pun masih menggunakan batu-bata bakar, namun tak membuat kota itu sepi dan kehilangan kemewahannya. Warna bangunan kota hampir selalu menggunakan warna-warna tanah, hangat, sederhana nan klasik. Swalayan dan mal-mal besar berdampingan harmonis bersama rangkaian kedai-kedai berpetak kecil dan cantik. Jalanan di sela-sela gedung yang tidak masuk kategori jalan utama, didimonasi tatanan paving blok beragam bentuk dan warna. Membuat Kota More merona ceria.
Setelah empat jam perjalanan dari bandara, Tim Singa Gunung sampai di penginapan bernama “Meera”. Di sanalah markas mereka sementara untuk berteduh, merencanakan, dan melaporkan semua aktivitas berkaitan misi ujian di Kota More. Keindahan Kota More tak bisa dinikmati layaknya para pelancong yang sempat mereka lihat tadi. Bersama rasa lelah, mereka meminggul tanggung jawab sekaligus.
Balin dan Anan langsung menuju kantor walikota More untuk memenuhi undangan penyambutan setelah diskusi ringan mengenai agenda hari ini. Sementara Gavin, diberikan kepercayaan menjaga para gadis di kamar para laki-laki Tim Singa Gunung. Tanggung jawab yang menurut Qiyo tak seharusnya diberikan pada Gavin. Sebenarnya, bisa saja para gadis kembali ke kamarnya, namun Brina dan Irina memilih tetap tinggal karena sekembalinya Balin dan Anan, mereka akan berdiskusi lebih dalam lagi terkait misi.
Para gadis pun memilih beristirahat. Memonopoli tempat tidur dan menggusur Gavin yang sebenarnya juga lelah dan menginginkan busa empuk dipunggungnya.
Gavin duduk di sofa, di samping tempat tidur setelah mengambil botol minuman ion dari mini bar yang tersedia di samping pintu kamar. Diteguknya air dari mulut botol, dan dilepasnya bersama tubuh yang disandarkan ke punggung kursi. Jelas sekali bunyi lenguh puas dahaga dan sangat nikmat.
Ternyata gerak-gerik Gavin menarik perhatian Brina dan memancing imajinasinya pada ‘dunia hitam’. Dalam bayangan Brina, Gavin berubah rupanya menjadi bos mafia yang tengah merayakan pesta dalam bar ditemani minuman dan gadis-gadis seperti pada film-film yang sering ditontonnya.
“Sepertinya kau sudah terbiasa bersama dengan gadis di kamar seperti ini. Wajahmu sangat tenang dan gerak-gerikmu sama sekali tidak canggung.” Selidik Brina dengan wajah curiga.
Gavin meletakkan botol minumannya yang telah habis di atas meja di depannya. Lalu, berdiri. “Ah, berapa ya? Satu, dua, tiga, empat, lima.” Katanya menghitung seraya membuka kancing kemeja—melihatkan kumpulan tonjolah-tonjolan otot perut menawannya. “Tapi, tenang, aku tidak akan memasukkanmu dalam hitungan, Nona Brina. Kecuali, kau menggodaku lebih dulu.” Ia berikan kedipan sebelah mata dan senyum menggoda pada Brina yang tiba-tiba duduk, terperangah mendengar jawabannya.
Wajah Gavin dihadiahi lemparan bantal oleh kekesalan Brina. Kalau tidak segera ditahan Irina, sudah dicakar-cakarnya wajah Gavin, ditarik dua telinganya, dijambak-jambak rambutnya sampai puas.
“Kau mengalamatkan kalimat yang salah padanya, Brina.” Kata Qiyo yang baru keluar dari toilet. “Dan kau, Gavin! Berhentilah bersikap seperti itu! Jangan rusak suasana misi dengan kejalanganmu.”
Gavin tertawa, dipungutnya bantal lemparan Brina dari lantai, diletakkan di atas sofa. Kemudian, meninggalkan Qiyo dan Irina yang masih menenangkan kejengkelan Brina akibat ulahnya.
Balkonlah pilihan Gavin. Merebahkan tubuhnya di kursi rotan panjang berbusa tipis untuk melanjutkan melepas lelah. Hembusan angin telah membuainya. Relaksasi alami yang menyejukkan.Pikirannya pun mengawang menuju orang-orang yang ditinggalnya di kota sin. Wajahnya sangat damai. Bibirnya menggaris tipis lengkung memanjang—ikut merayakan kesenangannya.
“Sepertinya fantasimu sedang asyik melayang-layang pada kekasihmu?”
“Haha... Seperti kau tahu saja kekasihku?”
“Aku tak bodoh, Gavin. Kemarin aku melihatmu bersama Femi di lorong keakraban—berduaan.”
“Ah, itu! Hanya karena hal itu tak lantas membuat kami menjadi sepasang kekasih, kan? Wajar-wajar saja rasanya bila seorang teman memberikan salam perpisahan, meminta untuk berhati-hati dalam misi. Apa kau tak akan melakukan hal sama bila kita berbeda tim?”
“Ha? Eh...” Qiyo terlihat bingung. “Ehm... Entahlah. Aku tidak berpikir sejauh itu.” Berdehem, berusaha membenarkan intonasi suaranya. “Setelah ujian misi ini selesai, aku akan mengatakan sesuatu padamu, Gavin. Dan jangan lupa untuk tak membiasakan sikapmu seperti lak-laki jalang pada temanmu sendiri. Minta maaflah pada Brina.”
@_@
Telah direncanakan sebelumnya, tim akan bergerak secara berpasangan yang terbagi ke dalam tiga wilayah pengintaian sesuai peta wilayah Kota More. Qiyo dan Irina mengintai wilayah inti atau yang disebut sebagai pusat kota, Anan dan Brina mengintai wilayah tengah yang merupakan wilayah pemukiman, serta Balin dan Gavin mengintai wilayah luar yang menjadi sektor masuk perdagangan luar maupun lokal.
Pembagian tersebut bukan tanpa alasan. Menurut data yang diberikan pada Tim Singa Gunung, kasus pencurian di Kota More dimulai sejak tiga bulan lalu dan terjadi di tiga wilayah tersebut. Pencurian di pusat kota terjadi tiga kali di tiga toko perhiasan berbeda. Pencurian di wilayah pemukiman terjadi dua kali dan berlokasi di dua rumah mewah berbeda. Di wilayah luar terjadi dua kali di pelabuhan pada dua kapal pengangkut barang-barang kebutuhan sandang dan pangan.
Sebenarnya, pihak keamanan Kota More sudah melakukan upaya-upaya untuk menangkap dan mencegah pencurian agar tidak kembali terjadi. Termasuk menambah kamera pengawas di setiap sudut-sudut kecil kota, menyiagakan penjagaan di titik-titik jalan yang diduga menjadi tempat pelarian. Bahkan, sempat dua kali tertangkap mata kamera pengawas, namun mereka hilang dengan sangat mudah seperti kedatangannya yang melebur bersama gelapnya malam. Layaknya bayang-bayang makhluk halus yang muncul sesuka hati. Oleh sebab itulah, kawanan pencuri itu pun kini dijuluki “Hantu Pencuri”.
Polisi setempat berhasil menggagalkan pencurian pada kasus keempat, di sebuah toko perhiasan di pusat kota. Sayangnya, kawanan pencuri itu hanyalah sekelompok bandit-bandit yang mencoba mengikuti keberuntungan para “Hantu Pencuri”, dan sama sekali tidak memiliki hubungan satu sama lain. Oleh karena serangkaian kejadian pencurian itu belum terselesaikan, membuat ketentraman penduduk Kota More mulai terusik.
Hal itu pulalah yang sedikit membebani pikiran setiap anggota Tim Singa Gunung. Mereka sadar betul bahwa kasus ini tidaklah mudah. Bahkan dengan sangat rendah hati mereka mengakui belum memiliki pengalaman memadai di lapangan. Tak dipungkiri, kegugupan menyelimuti hati masing-masing. Tapi, setidaknya masih tertanam pada diri bahwa mereka harus mengerahkan semua kemampun yang dimiliki layaknya kesatria.
Tim Singa Gunung mulai turun gunung—bergerak, mengenali medan pengintaian masing-masing tanpa mengundang kecurigaan. Baru memulai pengintaian sesungguhnya setelah Kota More tak lagi dipenuhi hiruk pikuk aktivitas manusia. Menurut catatan laporan, pencurian tersebut selalu dilakukan malam hari.
Malam itu pula mereka mulai belajar. Menjadi kesatria bukanlah perkara gampang seperti keinginan spontan mereka saat menonton teleseri, yang melihatkan kesatria gagah berani membasmi kejahatan beragam musuh ketika kanak-kanak dulu.
@_@
Fajar mulai menyingsing. Tim Singa Gunung, kecuali Gavin yang meminta tambahan waktu pada Balin untuk meneruskan pengintaian, telah kembali ke penginapan, dan berkumpul di kamar tim laki-laki. Mereka segera melaporkan hasil pengintaian. Kesimpulannya berbunyi sama “sejauh ini belum ada gerakan mencurigakan”. Kemudian, di dorong oleh gejolak rasa ingin tahu, mereka tidak hanya mengintai di titik pengintaian yang telah ditentukan, tapi juga mencoba melebarkan area hingga pada kemungkinan pencurian di titik-titik tempat lainnya untuk mencari petunjuk sekecil apapun, sekaligus mempelajari gerakan terorganisasi para “Hantu Pencuri”.
Pertanyaannya adalah bagaimana mereka menghilangkan jejak? Ke mana raibnya barang-barang hasil curian? Bagaimana mereka dapat melewati sistem keamanan canggih di dua toko perhiasan besar? Bagaimana mereka melewati satuan pengamanan terlatih yang berjumlah lebih dari sepuluh di kawasan perumahan elit? Bagaimana mereka bisa dua kali mencuri di sebuah kapal saudagar kaya Kota More yang memiliki penjagaan ketat? Dan tentu saja, siapa mereka?
Pusat kota disinggahi tidak hanya penduduk Kota More. Bahkan di hari libur, separuh dari keramaian pusat kota dipenuhi oleh orang-orang dari luar Kota More. Memberi tambahan sederet kemungkinan orang-orang luar itu menjadi bagian dari para Hantu Pencuri. Selain tak meninggalkan banyak bukti kemunculannya, mereka seperti tahu waktu yang tepat untuk “mengambil barang-barangnya” tanpa disadari para penduduk Kota More. Tak salah bila kemudian muncul kesan ada “orang dalam” yang terlibat. Pihak keamanan Kota More pun sudah sampai pada kesimpulan itu. Namun, investigasi lebih lanjut tentang kemungkinan “orang dalam” itu, nihil. Sempat beberapa nama daftar disebut, tapi tak terbukti keterlibatannya. Akhir yang sama bagi Tim Singa Gunung pada hari pertama pengintaian ini. Bahwa serangkaian pencurian-pencurian itu dilakukan hanya kepada orang-orang kaya Kota More.
Tim Singa Gunung segera menyusun rencana berikutnya. Saat ini, sudah pukul 06.00 pagi. Gavin yang tak ikut hadir dalam diskusi mendengarkan melalui jemala nirkabel rancangan Balin. Mereka memulai kembali dari awal, merunutkan peristiwa demi peristiwa pencurian di Kota More.
Pencurian pertama dimulai kurang lebih tiga bulan lalu, di bawah sinar rembulan sabit 20 September. Kilauan sejumlah berlian meninggalkan rumah megahnya di toko perhiasan besar bernama “Lux Diamond”. Dua minggu berselang, pencurian kedua terjadi kembali. Berlian-berlian lainnya, di rumah berbeda, sebuah toko perhiasan besar bernama “Shine”, keluar begitu saja tanpa berpamitan.
Minggu ketiga Oktober, pencurian ketiga terjadi ditengah lelap tidurnya bersama penghuni lainnya, Tuan Robinco, harus merelakan paginya kala itu menikmati kopi tanpa ditemani lukisan mahalnya di ruang keluarga. Berlanjut pada minggu pertama November, pencurian keempat, dengan mudahnya menerobos sistem keamanan toko perhiasan bernama “Berlian”. Kali itu, tak hanya berlian yang hilang.
Pencurian kelima, di penghujung November. Aksi Hantu Pencuri merambah ke pelabuhan. Sebuah kapal milik saudagar Walen, harus kehilangan satu peti kemas berisi kebutuhan pangan. Pencurian keenam, kembali di perumahan elit milik Tuan Antiya—kawasan pemukiman yang sama dengan Tuan Robinco. Peristiwa itu terjadi saat kemeriahan pesta ulang tahun. Hadiah cincin berlian yang harusnya melingkar di jari manis putrinya, tak lagi berada dalam kotak mengkilat berlapis mutiara. Pada akhirnya membuka awal Desember sang putri yang genap berusia 20 tahun dengan rundung kecewa.
Dan baru dua minggu lalu, 20 Desember, pencurian ketujuh terjadi di tengah hiruk pikuk aktivitas pelabuhan. Di kapal yang sama, milik saudagar Walen, peti kemas kembali dicuri, kali ini berisi kebutuhan sandang.
Jelas sekali Hantu Pencuri begitu percaya diri dengan gerak-geriknya. Tim Singa Gunung harus bekerja keras agar tak terjadi pencurian kedelapan atau berikut-berikutnya. Rencana yang dibuat harus efektif dan efisien ditengah tenggat waktu ujian yang sangat singkat. Dalam seminggu, setidaknya misteri hilangnya Hantu Pencuri harus dipecahkan.
Pembagian tugas kembali dilakukan. Qiyo dan Irina bertugas mengumpulkan salinan lengkap daftar dan gambar perhiasan, langsung dari toko-toko perhiasan yang dicuri Hantu Pencuri. Anan dan Brina bertugas berkunjung dan mewawancarai Tuan Robinco dan Tuan Antiya, serta mengumpulkan rekaman kamera pengawas hingga sudut-sudut terkecil Kota More, guna memastikan visual Hantu Pencuri dengan memanfaatkan daya ketajaman mata keduanya yang berada di atas anggota lainnya. Sementara Gavin, sepertinya masih harus melanjutkan investigasinya.
“Gavin, bagaimana denganmu. Apa yang bisa kau laporkan?”
“Kau bisa membuka rekaman videoku barusan di cloud!”
Ah ya, cincin yang dipakai mereka—hasil ciptaan Balin, memiliki data rekaman otomatis langsung ke penyimpanan cloud bila berada dalam jaringan internet.
Balin segera membuka video itu di tabletnya. Video tersebut memperlihatkan terowongan saluran air setinggi orang dewasa, panjang dan bercabang-cabang. Mereka dapat melihat para tunawisma sedang beristirahat, ada yang duduk, ada pula yang sedang tertidur. Kemungkinan besar dulunya adalah sistem kanal yang menghubungkan sungai-sungai penting Kota More untuk melancarkan aktivitas pusat kawasan industri ke pelabuhan laut, begitu pula sebaliknya. Tampaknya, saat ini sudah tak beroperasi lagi. Hanya saluran air biasa.
“Ah ya, aku menemukan petunjuk lainnya.” Gavin mengirimkan sebuah gambar. Sebuah cincin. “Mungkin ini mukjizat atau semacamnya. Aku tak percaya bisa mendapatkan jejak menakjubkan—ya, kalau benar seperti dugaanku—di hari pengintaian pertama. Sayangnya, saat terbangun dan sebelum sempat mengobrol, gadis cilik itu langsung berlari.”
“Haha! Bahkan anak kecil saja langsung mengerti untuk menjauhi pemuda sepertimu.” Brina tertawa pahit.
Balin dan Anan yang belum tahu peristiwa Brina dan Gavin, menganggapnya sebagai lelucon biasa.
“Ketua, kau bisa mengirimkan Qiyo dan Irina kemari segera? Anan dan Brina sepertinya akan lebih sibuk. Lihatlah lokasiku!” Lanjut Gavin mengacuhkan sindiran Brina. “Melihat barang-barang yang ditinggalkan gadis itu di sini, dia pasti akan kembali. Sementara itu, aku akan berkunjung ke perpustakaan Kota More. Ah ya, akan kurekam kembali rute yang kulewati sebagai petunjuk.”
“Apa yang akan kau lakukan di perpustakaan?”
“Entahlah. Aku hanya mengikuti instingku. Aku ingin mengenal para korban lebih dekat dalam catatan-catatan yang lalu. Ini cukup misteri.”
“Berbicara tentang misteri, kita pun memilikinya. Menurut kalian, di mana Agen Nila saat ini?” Tanya Anan yang tiba-tiba terlintas di kepalanya ketika kata misteri disebutkan.
“Hmmm... kurasa, mungkin dia tak jauh dari kita. Tanpa topeng dan mantel hitamnya. Penyamaran sempurna yang akan mengelabui mata. Bahkan dari mata kita. Atau mungkin juga, indranya sudah bersama kita sejak misi ini dimulai. Lagipula, dari awal guru Bi hanya mengatakan akan bersama kita, bukan teman satu tim.” Jawab Balin hanya berbekal dugaan.Yang lainnya mengangguk-angguk, menyetujui kemungkinan itu. “Gavin, usai dari perpustakaan, kembalilah ke penginapan. Kau harus mengistirahatkan matamu. Setelah itu, bergabunglah bersama Anan dan Brina.” Titah sang ketua. “Dan untukku, ada yang harus kulakukan di gedung walikota. Aku akan kembali, paling cepat, pukul lima sore.”
Diskusi pun berakhir. Tim Singa Gunung kembali melanjutkan investigasi setelah berbenah diri ala kadarnya dan mengisi perut.
@_@
Tim Singa Gunung terus bergerak sesuai rencana dan dikembangkan mengikuti naluri dan intuisi masing-masing. Informasi demi informasi mereka terus kumpulkan. Terus melangkah maju dan pantang menyerah. Tetap menajamkan telinga dan mata pada setiap investigasi yang dilakukan.
Hari kedua dan ketiga pengintaian, kegiatan yang dilakukan hampir sama. Di siang hari mereka bergerak seperti pada saat diskusi mereka setelah pengintaian malam pertama. Sedangkan di malam hari, mereka kembali mengintai di wilayah masing-masing. Disadari betul bahwa pengintaian yang mereka lakukan belum melihatkan hasil signifikan. Para Hantu Pencuri masih enggan bertemu Singa Gunung.
Khusus tim Anan dan Brina, pengintaian di malam hari hanya ditugaskan kepada Anan. Sementara Brina melanjutkan analisa rekaman kamera pengawas yang beratus-ratus jumlahnya. Anggota yang lain pun ikut membantu setelah tugasnya selesai.
Hasilnya, mereka memejamkan mata tak lebih dari tiga jam dalam sehari. Namun, tak seorang pun mengeluhkan lelah dipundaknya. Mereka sama-sama diam dan tunduk pada tanggung jawab masing-masing.
Di malam keempat ini—jam dinding menunjukkan pukul 21.10, Tim Singa Gunung duduk merapat di sofa, panggung pertunjukan tugas yang telah ditunaikan masing-masing. Siap dengan tablet di pangkuan.
Sang wakil ketua yang memimpin rapat. Ia meminta Gavin memulai laporannya.
“Awalnya, aku tidak menyangka bahwa akan ada hubungan yang mengaitkan tiga dari enam nama korban. Tuan James Lee—pemilik Lux Diamond, Nyonya Katrina—pemilik Shine, dan Tuan Antiya—pemilik Berlian. Tuan Antiya dan Tuan James Lee, keduanya adalah sahabat karib yang dipertemukan oleh ketertarikan yang sama, yaitu berlian. Mereka telah menjalin keakraban jauh sebelum bisnis berlian ini dimulai. Lalu, bagaimana ketiga nama itu terkait? Ketiga nama yang telah kusebutkan, pernah—kurang lebih enam belas tahun lalu, menjalin kerja sama dalam pertambangan berlian. Lalu, dengan alasan yang tidak begitu jelas dipaparkan di koran-koran yang kubaca, hubungan kerja sama itu berakhir delapan tahun lalu. Berbalikan dengan berakhirnya hubungan kerja sama, pertemanan mereka baik-baik saja hingga hari ini.” Gavin mengambil jeda sebentar, lalu menggeser layar berikutnya pada tablet. “Keingintahuanku membawaku pada lokasi tempat pertambangan mereka. Seperti yang terlihat dan tertulis di layar. Distrik Lakonami. Tiga jam waktu tempuh dari Kota More, dan masih masuk teritori pemerintahan Kota More. Pertanyaan segera muncul, adakah hubungan antara kerja sama yang berakhir dengan Distrik Lakonami?” Gavin mengangkat bahu. “Sayangnya, tak banyak informasi mengenai distrik itu. Juga tak banyak yang menuju ke sana sejak tujuh tahun lalu karena alasan keamanan. Tapi, ada yang menarik bagiku saat seorang laki-laki tua di sebuah kedai kopi yang melihatku menuliskan Distrik Lakonami di buku catatanku. Dia mengatakan Distrik Lakonami adalah noda Kota More yang menyedihkan, dan dia menolak memberikan keterangan lebih lanjut.”
Gavin menggeser tablet dan melihatkan foto lukisan. “Sementara korban lainnya, Tuan Robinco dan Tuan Walen. Tuan Robinco adalah seorang kolektor lukisan. Yang dicuri oleh Hantu Pencuri ternyata lukisan yang catnya diperkaya akan taburan serpihan berlian. Sedangkan Tuan Walen adalah saudagar kaya ternama Kota More, dan menariknya, satu-satunya kasus pencurian yang tak melibatkan berlian. Cerita tentang mereka dalam versi panjangnya, bisa kalian cermati setelah ini. Kesimpulanku, bahwa ada sejarah yang nampaknya terhubung satu sama lain di antara para korban.” Gavin membuka telapak kanannya dan mengarahkannya pada dua gadis di samping depan kirinya. “Silakan, Nona-Nona cantik, Qiyo dan Irina!”
Qiyo mengeluarkan sebuah kotak persegi kecil, dibuka, dan diletakkan di atas meja. Cincin yang sama seperti pada gambar yang dikirim oleh Gavin. “Kami berhasil mendapatkan cincin yang dikenakan si gadis cilik. Kami langsung membawanya ke Lux Diamond. Setelah diuji, hasilnya memang benar, cincin itu milik Lux Diamond. Kebetulan Cincin tersebut edisi terbatas. Hanya ada dua dan hanya terdapat di toko perhiasannya. Satu cincin telah laku dijual.” Jelas Qiyo, lalu menyilakan Irina melanjutkan laporannya.
“Kami melanjutkan investigasi dengan berbaur bersama keramaian kota...”
“Ya, aku melihat foto-foto kalian berdua di kameramu. Dan kelihatannya, kalian cukup bersenang-senang.” Putus Brina. Lantas, bibirnya membentuk bibir ikan.
“Kalau kau mau, kita berdua bisa melakukannya setelah misi selesai, Nona Brina.” Sela Gavin dengan sengaja. Brina membelalakkan mata padanya. Namun, diacuhkannya “Lanjutkan, Irina!” Lanjut Gavin lagi. Terlihat serius.
“Kami berbaur bersama keramaian kota dengan menyamarkan diri sebagai pelancong. Mampir ke beberapa kedai. Topik yang dibicarakan di antara para pengunjung tak jauh-jauh dari Hantu Pencuri. Yang menarik telinga kami, beberapa pemilik kedai—tak sengaja kami dengar, bercerita hal serupa. Pemilik kedai mengeluhkan pelayan wanitanya yang belum lama bekerja, tak kunjung kembali dan tanpa kabar. Hilangnya pelayan wanita itu hampir selalu bertepatan dengan peristiwa pencurian. Beberapa pemilik kedai bahkan mengait-ngaitkan pelayan wanitanya dengan para Hantu Pencuri. Sayangnya, karena kesibukan pemilik kedai, kami tak sempat menanyakan identitas para pelayan wanita.” Irina mengangguk, mengakhiri bagian laporannya.
“Mengenai pelayan wanita, sepertinya kita perlu melanjutkan investigasinya. Tapi, bagaimana dengan berlian-berlian yang dicuri? Menurut laporan yang kita peroleh, tak semua berlian pajangan maupun yang disimpan di ruang khusus di tiga toko itu diambil oleh Hantu Pencuri. Apakah berlian-berlian yang dicuri Hantu Pencuri itu memiliki perbedaan atau dari mana pemilik toko memperolehnya?” Tanya Gavin ditujukan pada Qiyo dan Irina. Pertanyaan sama yang muncul di benak Balin.
Malam ini, semua anggota mulai menyadarinya. Gavin sebetulnya memiliki kepemimpinan yang sama baiknya dengan Balin. Bahkan, Alan sebagai wakil kapten saja tak berani menyela keseriusan yang jarang dilihatkan Gavin. Auranya mendominasi.
“Kendalanya, kami tak bisa berlama-lama berada di ruang khusus untuk memperhatikan setiap detil berlian dengan mata kepala senidiri. Kami sudah berusaha meminta keterangan lebih mendalam mengenai berlian-berlian itu. Tapi, entah kenapa, aku merasa ada yang sengaja ditutupi dari para ahli perhiasan di setiap toko. Karena itulah, besok kami akan kembali lagi ke sana.”
Gavin mengangguk, begitu pun yang lain.
Ketika Anan menyilakan Balin memberikan laporannya, di saat bersamaan mulut Balin tertahan. Matanya terpaku pada arah balkon di depannya. “Ah, Kau sudah datang Agen Nila. Silakan, buat dirimu nyaman dalam diskusi kami.” Kata Balin berusaha bersikap santai. Sudah barang tentu mengejutkan rekan-rekannya yang serentak menoleh ke arah balkon. “Aku yang mengundangnya datang kemari.”
Bahkan, dia datang dengan cara yang tak biasa. Begitulah kira-kira yang ada dalam benak masing-masing. Suasananya sedikit berubah. Mungkin karena itulah Agen Nila mengambil jarak tak terlalu dekat dan memilih duduk di kursi kecil yang merapat dinding, berdekatan dengan langkan pintu menuju balkon. Ada yang berbeda hari ini. Topengnya berwarna abu-abu.
Balin berdehem. Mengembalikan fokus teman-temannya. “Aku menghabiskan banyak waktuku dua hari ini bermain catur bersama Walikota. Dia sangat menggemari olahraga otak, begitu katanya. Tapi, aku juga menggunakan kesempatan yang datang untuk mencoba melakukan sesuatu, yang menurutku dapat memecahkan kasus ini. Aku tak akan menceritakan detil bagaimana caraku melakukannya. Yang jelas, ini masih ilegal. Dan hasilnya, aku mendengar akan ada pameran benda-benda antik dan sejumlah perhiasan termahal di dunia yang diselenggerakan seminggu lagi. Sejauh ini—belum terdengar sesuatu mencurigakan pada alat-alat penyadap yang berhasil kupasang pada lima ruangan pejabat penting kota ini.”
Memasang alat-alat penyadap tidaklah mudah. Qiyo, Irina, Anan, Brina, dan Gavin, sama-sama penasaran, bagaimana cara ketua kaku dan serius ini melancarkan aksinya di kantor pemerintahan yang pastinya memiliki pengamanan ketat.
“Gavin menghubungiku, memintaku menanyakan Distrik Lakonami pada walikota. Walau hanya sebentar, aku sempat menangkap ekspresi terkejut di wajah walikota saat aku menyebut nama distrik itu. Menurut penuturannya, distrik itu sudah tak lagi aman dan penduduk yang berdiam di sana telah lama pindah ke distrik lain.” Balin menganggukkan kepalanya. Lalu, melihat pada Agen Nila. “Kau tak ingin bergabung bersama kami di sini, Agen Nila?”
Tak terdengar sahutan dari Agen Nila. Laporan pun dilanjutkan oleh tim Anan dan Brina, dan menjadi penutup laporan malam ini.
“Dari beberapa hasil rekaman kamera pengawas di beberapa titik, jumlah pencuri yang terekam pada setiap operasinya berbeda-beda. Tiga hingga empat orang pada pencurian di pemukiman elit. Enam hingga delapan orang di toko perhiasan. Dan belum diketahui jumlahnya pada pencurian di kapal. Bahkan tak ada saksi mata.” Anan menarik napas. “Aku dan Brina terus mengulang video-video, melihat pergerakan demi pergerakan, baik itu cara berjalan ataupun hal lain yang dibuat oleh masing-masing pencuri dan hasilnya—kami menemukan dugaan sementara bahwa pencurian itu dilakukan—hampir selalu, oleh orang berbeda pada setiap wilayah pencurian.” Anan meletakkan tabletnya ke atas meja, “Aku dan Brina menemukan dua di antara para Hantu Pencuri di tiga toko perhiasan mengenakan model topeng berbeda dan berjubah kuning, berbeda dari para Hantu Pencuri yang berwarna serba hitam. Mulanya, kami berpikir, mungkin keduanya adalah bos para Hantu Pencuri. Tapi, berulang kali kami menontonya, gerak-gerik yang ditunjukkan mereka tak ubahnya seperti seseorang yang menunggu diperintah. Topeng dan jubah kuning itu sangat mengganggu dan terus membayangi benak kami. Akhirnya, satu jam lalu, kami berjibaku pada video yang menampakkan keberadaan mereka di beberapa tempat pencurian. Hasilnya sangat mengejutkan. Setelah gambar diperbesar dan dipindai,” Anan menggeser layar pada tablet, melihatkan hasil topeng yang telah dipindai, “topeng yang dikenakan kedua pencuri itu mirip seperti topeng yang dikenakan Ringge. Jubah kuning yang mereka gunakan—meski kami tak yakin apakah itu melambangkan sesuatu, tapi, di belakangnya terdapat ukiran menyerupai burung.”
“Mungkinkah mereka mendengar dan memanfaatkan momen kemunculan Ringge?” Celetuk Brina.
“Sejak kemunculan Ringge kembali di kota kita, dengan sedikit akses khusus yang diberikan aku mencoba mencari tahu tentangnya di pusat informasi Dipaskus.” Timpal Qiyo. “Satu hal menarik dari dirinya adalah topeng di wajahnya. Topeng berwarna putih di kanan dan hitam di kiri itu, ternyata dipakai juga oleh sindikat dunia bawah yang dikenal dengan sebutan Para Gagak. Menurut informasi, keberadaan mereka terakhir kali berada di Kota Ame. Ringge dan Para Gagak tak diragukan lagi, mereka berada dalam—gerakan yang sama.” Qiyo menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. “Aku tidak tahu adakah hubungan dua pencuri itu dengan Para Gagak? Ataukah, kedua pencuri itu hanya berlagak mengenakan topeng yang mirip? Kurasa, kita punya seseorang yang bisa menjelaskannya dengan tepat.”
Agen Nila mendekat ke lingkaran Tim Singa Gunung. Langkahnya nyaris tak bersuara. Hawa keberadaannya tipis. Menghentikan langkahnya di samping tempat duduk Gavin, melihat gambar topeng di layar tablet milik Anan.
Sungguh, mereka belum terbiasa dengan kesunyian dan aura gelap yang dibawanya.
“Jika benar kedua pencuri itu adalah Para Gagak. Maka, keduanya sudah tak lagi bersama kawanan Hantu Pencuri.”
“Bagaimana kau tahu?” Sergah Qiyo.
“Jika tak di sarangnya, Para Gagak tak akan bertahan di tempat lain lebih dari tiga bulan. Itulah aturan yang ditetapkan oleh sesamanya.” Agen Nila melihat ke arah Balin. “Ah, betapa sesuatu menjadi sangat indah ketika kejujuran menyertainya. Dan ya, berlian memiliki nilai berbeda tergantung sudut pandangmu. Obsesi—barangkali. Aku boleh permisi, Ketua Balin? Ada yang harus kukerjakan.”
Balin mengangguk dan mematung beberapa saat, dan bersama yang lain mengikuti bayangan Agen Nila yang melompat dari balkon lantai tiga ini.
Gavin tergugah pada kalimat Agen Nila sebelum berpamitan. “Betapa sesuatu menjadi sangat indah ketika kejujuran menyertainya.” Ulang Gavin sempurna. “Aku pernah mendengar kalimat ini sebelumnya.” Gavin memejamkan matanya—berusaha mengingat. “Ah! Pak Tua pemilik kedai kopi! Ya, ya, dia mengucapkan kalimat yang mirip seperti Agen Nila. Apakah pemilik kedai itu adalah dia? Tidak! Tidak mungkin! Pemilik kedai itu adalah pria dan tubuhnya jauh lebih tinggi dari Agen Nila. Tak mungkin kebetulan, kan? Tapi, kenapa...”
“Kita harus segera bergerak malam ini. Ah—tidak, maksudku, aku akan pergi bersama Anan ke rumah walikota. Tak banyak waktu untukku menjelaskan semuanya. Kalian akan tetap bisa mengetahui lokasi kami. Tapi, aku akan mematikan alat komunikasi kita. Gavin, tetaplah bersama para gadis di sini.”
Alih-alih bingung oleh gumaman Gavin, Qiyo, Irina, Anan, dan Brina terkejut mendengar keputusan akhir Balin. Kalimat bagian mana dari Agen Nila yang mampu menyihir konsentrasi dua teman mereka.
Balin dan Anan yang masih mencerna keputusan Balin segera pergi. Dalam perjalanan, Balin mencoba menjelaskan sedikit demi sedikit hingga Anan bisa mengikuti ritme rencananya.
Anan pun tak tinggal diam, menyudutkan dirinya di balkon bersama tablet yang dipenuhi informasi seputar kasus. Memulai analisanya di dalam ruang-ruang otaknya dengan bantuan syaraf-syaraf ingatan kuatnya. Berpikir jernih dan tenang, menata kembali semua laporan yang diberikan teman-temannya. Semoga saja, kali ini akan memberikan titik terang pada rencana selanjutnya. Menangkap sang Hantu Pencuri.
Gerakan Singa Gunung menjadi nampak berantakan.
@_@
Balin dan Anan belum kembali dan tak berkabar hingga pagi ini. Pagi-pagi sekali, Gavin pun mengusulkan rapat, merencanakan aktivitas yang dilakukan hari ini. Aktivitas tersebut sebagian besar lahir dari keputusan masing-masing pasangan.
Gavin, pergi ke pelabuhan bersama pakaian ala anak buah kapal di tubuh, untuk memenuhi hasrat terpendam yang mengganjal sejak pertama kali membaca laporan kasus pencurian Kota More. Brina melanjutkan analisanya pada rekaman video kamera pengawas di kamar. Sementara Qiyo dan Irina melanjutkan investigasinya di pusat kota. Menuju ketiga toko perhiasan, baru kemudian pergi ke kedai-kedai yang dikunjungi kemarin dengan dandanan berbeda. Yang paling mencolok perubahannya adalah keduanya sama-sama memakai rambut palsu sebahu berwarna coklat. Dimulailah petualangan mereka masing-masing.
Dan ketika sinar di angkasa telah meninggalkan teriknya, Balin dan Anan kembali di penginapan, langsung merebahkan tubuh di kursi. Gavin menyusul tiga puluh menit kemudian.
Mengingat waktu yang sempit dan atas kesepakatan bersama, rapat pun dimulai tanpa keduanya. Irina dan Qiyo ikut mendengarkan melalui jemala nirkabel sembari melakukan beberapa hal yang harus diselesaikan di pusat kota sebelum kembali ke penginapan dengan informasi berharga.
Perginya Balin dan Anan tadi malam, membuahkan sebuah rencana penjebakan Hantu Pencuri yang kemungkinan besar akan muncul pada pameran perhiasan. Keduanya bersusah payah memperoleh cerita dan penjelasan langsung dari walikota di kediamannya. Entah bagaimana, keduanya berhasil mengendap-endap tanpa ketahuan dan tentu saja mengejutkan walikota. Menurut jadwal, pameran akan digelar pada 15 Januari.
Belum dapat diceritakan detil keputusan ini dibuat. Namun, pameran tersebut telah mengilhami Balin sebuah ide. Bila ini tentang berlian, maka akan membuka peluang berhasil. Mereka akan memasang perangkap dua hari sebelum pameran itu dibuka. Itu artinya lewat lima hari dari waktu ujian.
Rincian cerita Balin yang belum jelas tak menyurutkan persetujuan yang lainnya. Gavin pun meski tak sama persis seperti cerita Balin, Gavin memiliki deduksi sementara. Tentang motif Hantu Pencuri.
Jika benar motif yang mendasarinya adalah berlian-berlian Lakonami, maka perangkap yang disiapkan bersama umpan yang diincar Hantu Pencuri, mungkin akan dimakannya. Tapi, bagaimana jika mereka mengendus rencana sang pemancing, dan malah beringsut mejauh dari umpan? Jawabannya adalah lakukan dengan cara yang alami. Buatlah mangsa itu tak merasakan keberadaanmu hingga dapat memakan umpan tanpa ragu.
Ya, mereka akan berpura-pura menyudahi investigasi di Kota More hari ini. Mereka harus tampak bersungguh-sungguh pergi. Berpamitan pada walikota dan pihak keamanan di sini yang telah bekerja sama dengan Tim Singa Gunung.
“Kalau begitu, tunggu apa lagi? Kita harus bersiap-siap meninggalkan penginapan dan bersiap-siap pada pertunjukan di panggung yang baru.” Ujar Anan antusias. Bagaimana tidak, perjalanan tadi malam bersama Balin hingga menjelang sore ini, adalah untuk menyiapkan rute jalannya drama yang akan mereka perankan.
Balin mengangguk. “Aku berjanji akan menjelaskan semuanya kepada kalian ketika tiba di markas baru kita. Aku dan Anan sudah menyiapkannya. Cukup strategis.”
“Qiyo! Irina! Kalian harus segera kembali.” Pinta Balin.
Tak ada jawaban dari keduanya.
“Qiyo! Irina! Kalian mendengarku?” Ulang Balin lagi.
“Mungkin jemala nirkabel Qiyo dan Irina kehabisan daya.” Brina asal menebak. Kemungkinan itu mungkin saja terjadi.
Balin segera membuka tablet miliknya. Membuka aplikasi “lihat cincin”. Qiyo dan Irina masih terdeteksi di pusat kota. Apakah keramaian membuat pendengaran mereka terganggu?
“Hei, Irina! Qiyo!” Gantian Anan memanggil.
“Mereka masih di pusat kota. Terlalu kebetulan bila dua-duanya kehilangan daya.” Ujar Balin sembari melihat kelap-kelip simbol berwarna pada tablet.
Simbol bulat berwarna kuning yang menandakan Irina dan merah muda yang berarti Qiyo terlihat berjalan pelan. Berhenti lagi. Jalan lagi. Anehnya lagi, jalan yang dilalui keduanya malah menjauhi pusat kota dan semakin menjauh dari penginapan. Arah yang seharusnya tak menjadi kendali mereka berada di sana.
“Jawab aku! Kalian baik-baik saja?” Suara Gavin agak meninggi.
“Qiyo, Irina, kalian baik-baik saja?” Ulang Brina, mulai khawatir.
“Lili!” Akhirnya terdengar jawaban dari Qiyo.
Sontak mereka terkejut. Seperti tiba-tiba disiram air dari ember dengan keras oleh seseorang di saat tertidur lelap. Lili, sebuah kode yang sengaja disepakati oleh Tim Singa Gunung bila sesuatu yang berbahaya menimpa mereka. Gavin segera berlari keluar setelah mendapatkan deteksi lokasi Qiyo dan Irina. Balin menyusul kemudian setelah memberikan instruksi singkat pada Anan dan Brina untuk membereskan perlengkapan dan tetap menunggu di penginapan.
@_@
Kegelisahan dan kekhawatiran menyelimuti seisi ruangan kamar. Antusias dan harapan keberhasilan yang terbangun di kamar ini beberapa waktu lalu seolah raib. Gavin dan Balin memang terlihat tenang. Tapi, sungguh, keduanya sangat tergoncang saat pertama kali kata “Lili” diucapkan Qiyo. Tak kalah terkejutnya seperti Brina dan Anan. Namun, keduanya memiliki EQ cukup baik sehingga dapat segera mengatasi kekalutan pikiran dan perasaan atas peristiwa yang terjadi sangat singkat.
Brina tak henti-hentinya tersedu. Dua teman gadisnya tak disisinya dan sedang menghadapi bahaya yang tak bisa dibayangkannya. Bahkan, Anan yang berusaha menenangkannya pun sempat menitikkan air mata. Bagaimana tidak, teman setim sejak lama sekaligus sepupu satu-satunya yang dimiliki, Irina, hilang tanpa tahu rimbanya.
Balin menduga satu kemungkinan besar. Qiyo dan Irina tak lagi berada di Kota More. Selain aplikasi “lihat cincin” tak lagi mendeteksi keberadaan keduanya, tempat terakhir kali Qiyo dan Irina terdeteksi merupakan wilayah diluar teritori Kota More.
“Balin, kau harus segera memberikan keputusan.” Kata Gavin. Menghampiri Balin yang berdiri di Balkon. Meski baru sepuluh menit sejak kepulangan keduanya dari pencarian Qiyo dan Irina. Menurutnya, mereka harus segera bertindak. Keduanya juga sempat berdiskusi ditengah perjalanan pulang ke penginapan tentang yang harus dilakukan. Terbaik untuk Tim Singa Gunung menurut keduanya saat ini.
Balin mengangguk. Ia pun masuk ke dalam, diikuti Gavin dari belakang. Lalu, duduk di kursi seperti biasa mereka rapat, melihat ke arah Brina dan Anan yang kentara gelisah. Apalagi, setelah melihat tempat terakhir hilangnya titik-titik keberadaan Qiyo dan Irina pada tablet Balin.
“Brina, Anan!“ Kata Balin pelan, “Aku dan Gavin meyakini, di suatu tempat, di kota ini, anggota Dipaskus sedang mengawasi kita. Tak mungkin bila prajurit baru seperti kita—belum berpengalaman, dilepas tanpa pengawasan untuk menyelesaikan kasus semacam ini. Bahkan, kedatangan Tim Singa Gunung kemari yang kelihatan mencolok, mungkin saja menjadi pengalih untuk tim SPeN sebenarnya dan sudah lebih dulu berada di sini. Ya, mungkin ini deduksi sementara yang terdengar ingin menghibur tim yang sedang mengikuti ujian. Buktinya, kotak ini diberikan kepada kita.” Balin mengambil kotak berukuran kecil dari dalam saku seragam—selalu dibawanya. Diletakkannya di atas meja. Sebuah kotak yang bila ditekan tombol di dalamnya menandakan tim menyerah dalam misi, dan berarti pula kegagalan. Ya, kotak itu menguatkan deduksi Balin dan juga Gavin yang berpendapat sama. “Aku tak perlu menjelaskan maksudnya. Kalian pun akan paham. Mungkin terdengar egois. Menurutku—dan mungkin kalian, selain menyelesaikan misi, kita juga harus bisa melindungi rekan setim. Jalan yang terpikirkan olehku dan Gavin adalah menggunakan ini.” Balin berhenti sejenak. Menatap Anan dan Brina bergantian. “Apa kalian setuju?”
Anan dan Brina mengangguk, berkali-kali. Keduanya peduli pada ujian misi ini. Tapi, lebih peduli pada keselamatan Irina dan Qiyo.
“Aku tidak tahu, secepat apa mereka akan bergerak setelah tombol ini ditekan. Atau sejauh mana mereka mengetahu perkembangan kita saat ini. Tapi, aku dan Gavin akan segera bergerak mencari Qiyo dan Irina bagaimanapun caranya.”
“Aku dan Anan tak kau libatkan, Kapten?”
“Kalian harus tetap di sini mewakili Tim Singa Gunung. Dan tentu kami pun akan sangat membutuhkan bantuan pasukuan khusus SPeN yang telah matang.”
“Kau yakin dengan keputusan ini?” Anan memastikan. Kecemasannya yang lain—seperti juga Brina, muncul karena fakta tempat yang menunggu Balin dan Gavin bukanlah kota biasa.
“Tentu! Anan, kau paham betul bagaimana kita merencanakan perangkap itu. Kaulah yang akan mengambil alih tanggung jawab menjelaskan rencana operasi tim kita, juga tentang Qiyo dan irina. Berikan gambar dan rekaman singkat yang sempat Qiyo kirimkan kepada kita. Aku percaya, kau tahu apa yang harus dilakukan.”
Anan mengangguk mantap. “Kalian harus kembali dengan selamat.”
Anan dan Brina sangat ingin pergi bersama menyelamatkan dua sahabatnya. Tapi, tanggung jawab yang diberikan Balin pun sama pentingnya untuk keberlangsungan tim.
Entah kenapa, tak hanya kepada Balin, baik Anan maupun Brina merasa jika Gavin yang terlihat lebih individual dari yang lain—dan meski Brina pun kurang menyukai sifatnya, Balin dan Gavin selalu selalu bisa diandalkan. Mungkin karena itulah, Anan dan Brina tidak banyak menentang keputusan ini.
Pintu kamar tertutup rapat. Singa Gunung sedang berjibaku pada ketidakpastian bersama kepercayaan diri yang berulang kali dibangun.
@_@631Please respect copyright.PENANAUAvOv1oSoh