Ruka, Aku juga tidak tahu nama lengkapnya tapi kebanyakan orang memanggilnya seperti itu bahkan para guru juga.
Siswa yang rumornya jarang masuk kelas saat jam pelajaran, namun selalu mendapat nilai sempurna disetiap ujian. Bisa dikatakan dia adalah seorang jenius.
Asal usul keluarganya pun misteri tidak ada yang tahu pekerjaan dari ayahnya dan tinggal dimana mereka. Namun, yang pasti Ruka tidak benci dengan sekolah sebab dia selalu hadir dilingkungan sekolah walaupun tidak mentaati peraturan yang berlaku.
Dan kini Aku seorang siswa biasa yang dapat ditemukan dimana saja, tengah dituduh melakukan pembunuhan olehnya.
"Kau, kau yang telah membunuh Alwan ya!"
Entah sifatnya yang buruk atau dia sedang bercanda, tapi dia menuduhku yang telah membunuh Alwan tidak dapat dibantah.
"Jadi, sedang apa kau disini?" Tanyaku lemas
"Tidak, tidak apa apa" Jawabnya angkuh
"Aku tidak terlalu perduli dengan omonganmu tadi sih, tapi biar ku perjelas saja. Yang membunuh Alwan bukanlah Aku, kalau Aku pelakunya untuk apa Aku melaporkan kematian Alwan ke guru" Tegasku
"Hoh… Pintar juga pikiranmu itu" Ucapnya tersenyum licik
"Hah?"
Jujur saja Aku tidak paham dengan anak ini, setelah Aku menegaskan pemikiranku itu bukannya acuh atau meminta maaf, tetapi dia malah tersenyum kearahku. Bahkan senyumannya itu sudah seperti senyuman para penjahat ditelevisi.
"Pokoknya akan ku pecahkan misteri ini" Ucapnya angkuh
"Baiklah, berjuang ya… mungkin kau dapat berguna sedikit untuk polisi" Ucapku berjalan meninggalkannya
"Tunggu, kau. Siapa nama kau?" Tanyanya
"Heh…kau menuduhku membunuh Alwan tanpa tahu siapa Aku?" Jawabku lemas
"Maaf" Jawabnya bersalah
"Namaku Fajar, seangkatan denganmu dan teman kelasnya Alwan" Ucapku lesuh
"Hoh, Aku Ruka, salam kenal Fajar" Ucapnya
"Iya, Aku pulang dulu ya, dah"
Setelah bercakap cakap dengan anak aneh yang bernama Ruka itu, Aku pun langsung pulang kerumah dan menghabiskan hari itu dengan rebahan sambil bermain game.
Ke-esokan harinya Aku kembali disuruh pergi kewarung untuk membeli barang dan pulang melewati depan sekolah. Tidak terasa liburku hanya tersisa tiga hari lagi.
"Heh… dia lagi" Keluhku
Namun, dari kejauhan lagi lagi Aku melihat Ruka tengah berdiri didepan gerbang sekolah, tapi kini ia sambil melihat kearah jalan.
Karena akan repot jika harus berbicara denganya lagi, Aku pun mencari jalan lain untuk pulang kerumah dengan memutar kearah belakang sekolah.
Tapi disana tengah diadakan hajatan dan membuatku canggung untuk lewat. Dan kebetulan ada temanku yang sedang naik motor karena melihatnya sendirian Aku pun minta tumpangan untuk sampai kerumah dengannya. Tapi kebetulan sekali ban motornya kempes, jadi Aku tidak dapat menumpang denganya.
Lantas Aku pun kembali ke jalan yang tadi, namun Ruka masih tetap berdiri didepan gerbang. Karena tidak ada pilihan lagi, Aku pun pergi ke jalan besar untuk menghindari bertemu dengan Ruka, walaupun jalan tersebut dua kali lebih lama daripada jalan sekolah.
Entah nasib sial apa yang menimpaku disana tengah terjadi tabrakan, jadi Aku pun tidak dapat lewat. Buntu sudah jalanku, terpaksa akhirnya Aku pun lewat gang kecil yang akan tembus didepan sekolah tepat dihadapan Ruka tengah berdiri.
"Yo, Fajar" Tegur Ruka
"Yo Ruka. Hhh…." Jawabku lesuh
"Ada apa?" Tanyanya bingung
"Tidak, Aku hanya lelah" Jawabku mengelak
"Oh…"
Dengan lesuh kini Aku terseret kedalam obrolan tidak masuk akal lagi bersama Ruka.
"Ngomong ngomong, apa pengendara motor tersebut sudah dibawa kerumah sakit? Luka luarnya memang ringan tapi ada tulang dan sendinya yang rusak" Tanya Ruka
"Pengendara motor?" Tanyaku bingung
"Yang kecelakaan dijalan besar itu" Tegas Ruka
"Oh kecelakaan itu, mungkin sudah dibawa. Aku juga tidak terlalu jelas melihat korbannya" Ucapku
"Oh, lalu kalau hajatan dibelakang? Apa air minumnya sudah dibeli? Pasti akan butuh lebih dari lima kardus lagi" Tanya Ruka
"Hah? Oh hajatan itu, mungkin sudah dibeli. Aku juga tidak kenal siapa yang menggelar hajatan tersebut" Ucapku santai
"Oh, lalu motor saudara Mugi bagaimana? Sudah diganti bannya? Ban dalamnya sudah tidak dapat tambal terus menerus kalau seperti itu" Tanya Ruka lagi
"Oh… Iya sih tadi Aku ingin menumpa--, Heh???"
Dari sekian banyak pertanyaan Ruka di obrolan kami berdua, betapa bodohnya Aku ini sampai tidak menyadarinya dari awal.
"K-kau, bagaimana bisa tahu kalau Aku bertemu Mugi tadi?" Tanyaku gemetar
"…."
Bodohnya Aku ini, seharusnya Aku menyadari ada yang janggal dari obrolan kami. Bagaimana dia bisa tahu mengenai Aku yang ingin menumpang dengan Mugi tadi? Seharusnya dia tidak tahu apapun mengenai itu, sebab sudah jelas dari tadi dia hanya berdiri disini, didepan gerbang sekolah.
Lalu mengenai kecelakaan dijalan besar dan hajatan tersebut, bukankah pertanyaan yang lontarkan olehnya terlalu spesifik. Seharusnya ia tidak tahu korban dari kecelakaan tersebut, karena disana sudah ramai orang yang berkumpul menutupi TKP.
Dan juga kenapa ia tahu bahwa hajatan tersebut kekurangan air minum. Walaupun tidak pasti Aku rasa perkataannya tersebut memang benar. Sebab dihajatan tadi memang terlihat bahwa air minum disana hanya sedikit, dan dijalan besar tadi Aku juga sempat melihat sepeda motor yang sudah hancur diangkut keatas mobil.
"Kau… Siapa kau ini sebenarnya?" Tanyaku gemetar ketakutan
"Hmmm…. Ane? Ane hanyalah seorang siswa dari sekolah Dewarata dan sekaligus seseorang yang jenius. Hm…" Jawabnya sambil tersenyum
BERSAMBUNG……
ns 15.158.61.45da2