Percaya atau tidak, gang – gang sempit perkotaan tidaklah selamanya gelap dan menyeramkan seperti di film – film. Apalagi jaman sekarang yang rentan inflasi dan semacamnya, semua orang dituntut bekerja keras bagaikan tak ada hari esok. Ritme persaingan memutuskan pengusaha awalan untuk menyewa tempat penekan tarif ekonomi semaksimal mungkin. Bukannya mustahil, blok – blok kecil yang awalnya sepi bagai rak kosong, sekaran menjadi sebuah distrik perbelanjaan.
Kendala umumnya adalah jalan yang bercabang penuh simpangan, sebagian orang menyebutnya blok labirin. Sebagai kaum hawa, terjebak dalam labirin warna – warni tidak masalah, apalagi kata ‘wanita’ dan ‘distrik perbelanjaan’ erat bagai darah dan jantung. Berlama – lama pun tak akan berpengaruh. Bosan satu toko? Pindah ke toko lain.
Well, tapi aku prihatin bila wanita itu mengajak suaminya. Bila istri seperti mengendap dalam bilik surga dunia, maka suami bagai menderita selamanya. Bagaimana tidak? bukan hanya ngilu di kaki atau pegal di tangan, mereka harus rela berkorban uang jajan.
“Terima kasih, semoga hari anda menyenangkan, Nona Feline.” Tn. Galdston yang botak beruban, menyerahkan produk yang telah kubayar.
“Sama - sama, Tn. Galdston.” Lambaian tanganku ditemani senyuman ramah sebelum mendorong pintu depan.
Sebagai wanita penurut dan rajin menabung, dua tanganku telah dipenuhi barang belanjaan. Pria yang jarang sekali memuji dan seringkali mengkritik, Tn. Cake, menyuruhku membeli beberapa perlengkapan sebagai penjamin keamanan stok. Well, itu karena akhir – akhir ini, selera orang terhadap kue meningkat. Mungkin itu yang membuat botol selai kami mudah sekali sisa seperempatnya.
“Feline, aku tidak mengerti ternyata ada juga wanita yang tumbuh karena nafsu makan, atau….” tambahku menirukan gaya bicara dan nadanya yang sok keren, “Ah, rasa rakusmu, berarti kau ini baik – baik saja. Dia pikir aku hanya sapi yang diberi makan?”
Setelah mengatakan itu, aku berhenti sejenak sambil memegangi perut yang terasa puas. Aku baru ingat, sekurang – kurangnya telah membeli dari tiga toko makanan yaitu sosis bakar, donat, dan susu kocok.
“Apa itu dihitung rakus?” pikirku sedikit menyesal, kemudian menggeleng sekuat – kuatnya dan mengatakan penolakan diri. “Tentu tidak, Feline! Ini hanyalah konsep fine dining yang telah dimodifikasi! Sosis bakar adalah hidangan utama, donat dan susu kocok adalah penutup! Aku hanyalah gadis yang berkembang menerima saran! Kalau tidak begitu untuk apa menunggu dua minggu pakaian yang kau pesan dari Tn. Galdston? Benar! Ini hanyalah perspektif masing – masing!”
Dadaku dibusungkan dengan bangga, kata – kata penyemangat itu seakan membakar jiwa. Pernak pernik lampu di blok – blok kecil seakan bersaing kilaunya dengan bola mataku. Langkahku lesat dipercepat bercampur semangat, aku segera pulang untuk memberikan perspektifku pada Tn. Cake. Aku tak sabar menanti wajahnya yang dibungkam seribu fakta mengejutkan.
.
.
Dengan begitulah kupu – kupu melepas diri dari jaring emas laba – laba yang menawan, aku dengan niat tekad bulat, melepas diri dari blok – blok kecil distrik perbelanjaan yang menuai banyak perhatian. Hatiku lurus mantap tanpa dipetak – petakan. Ucapan selamat tinggal untuk kotak kecil segudang perhiasan.
.
.
Beberapa langkah sesaat, aku berbelok sebentar membeli es krim stawberry mint laksana penuh kenikmatan.
Berjalan dengan cepat, segera kuraih pintu toko bertuliskan pada lisplang “Moncake” yang di dalamnya boleh jadi seseorang menunggu.
Suara lonceng kecil nan sederhana terdengar saat tanganku mendorong pintu kaca.
“Halo, halo!” sambutku semringah.
Alih – alih dibalas, “Oh, kau sudah bersenang – senang?” atau “Kau sudah kembali? Baik, letakaan dan mandilah air hangat dulu di atas.” aku hanya mendapat tatapan tajam dari dua orang pria. Bahkan salah satunya aku tidak tahu kapan dirinya datang.
Tangan Tn. Cake menengadah seraya menagih. “Bagus, boleh aku lihat notanya?”
“Eh? No-nota?” Wajahku panik memerah, kedua tanganku mulai tambah berat, seberat mengangkat bumi.
“Empat kilo nanas, satu kilo masing – masing anggur dan blueberry, dan jahe. Empat liter susu murni dan empat kilo tepung kue. Lima ratus pounds, harusnya kembali- tidak bahkan itu sisa banyak,” tambahnya setelah menyebutkan benda – benda yang harus kubeli dengan lengkap. “Kenapa kau berhenti, mendekatlah!”
Seperti tahanan yang hendak menerima hukuman, aku berjalan pasrah sambil menyerahkan dua barang dari dua tangan yang berbeda. Alis Tn. Cake yang terangkat sebelah seolah menambah rasa gugupku.
“Coba sini lihat.” Tn. Cake menggeledah seluruh isi bawaan yang kubawa dari tangan kiriku. Gumamnya membaca dan mengihitung lalu mengangguk, tapi kini matanya memandangku dalam – dalam.
“Baik… satu tas ini lengkap sesuai yang ingin kuminta. Aku yakin kau juga keliling toko makanan dan pasti habis di jalan. Masalahnya, kenapa ada kresek satunya lagi? Apalagi tertulis Galdston’s Garments?”
Tangannya segera menyidak seluruh isi tas kresek yang kubawa dengan tangan kanan. Konon katanya, tangan kanan adalah tangan pembawa kebenaran. Jadi apapun yang dibawa, harusnya aman dari kesalahan.
“Baiklah, sudah cukup.” Ucap Tn. Cake sambil menghembuskan nafas penuh kelegaan yang sama kurasakan. Sudah kubilang, benar kan?
Tiba – tiba…
“Tegaaap grak!” kata Perintah Tn. Cake seakan mirip seperti apel pagi institusi kepolisian. Aku segera mengikuti perintahnya dengan penuh heran.
“U-untuk apa ini, Tn. Cake?” tanyaku padanya.
“Balik di tempaaatt, grrrraak!” timpalnya tak menggubrisku yang tidak juga memberi pilihan. Aku ikuti maunya.
“Mundur satu langkah, grrrak!”
Aku pun mundur tepat pantatku merasakan meja kasir. Aku benar – benar tak punya petunjuk tentang apa yang Tn. Cake mainkan.
“Sebentar, Tn. Cake apa yang-“ kataku yang sengaja tidak dilanjutkan karena dua tangan mengepal telah menyapaku penuh misteri.
.
Misteri dipecahkan, setelahnya kepalan itu diputar bagai bor listrik.
.
“BUODDOOOHH!! Kenapa kau habiskan lima ratus pounds sekali jalan! Lagipula, kenapa tiba – tiba pesan pakaian, gadis boros!?”
“MA-MAAFKAN SAYA TUAN CAKEEE!!!”
Kepalaku terombang – ambing bagai kapal kena ombak pesar, seluruh isi perutku seakan nekat memanjat sampai tenggrokan. Dengan menahan semua itu, aku berusaha memberikan beberapa nota itu pada Tn. Chad yang asik menyeruput kopinya dengan tenang. Berharap orang itu bisa memberiku bantuan.
“Hm? Freshco Mart, empat kilo nanas untuk tiga koma empat pounds, sekilo anggur merah seharga empat pounds, sekilo blueberry segar untuk sembilan pounds, sekilo jahe organik lokal dihargai delapan koma tujuh pound, hm.. murah juga. Empat liter susu murni seharga delapan pounds dan tepung kue empat kilo untuk lima koma dua pounds, totalnya Cuma tiga puluh koma dua lima pounds,” Kata Tn. Chad membaca salah satu notaku.
“Bagus, tolong baca lainnya, Tn. Chad.” Kata Tn. Cake padanya sambil memperkuat dorongan kepalannya itu.
“Sosis bakar jumbo empat tusuk total sepuluh pounds… Hm? Donat choco delight set delapan pound.” Tambah Tn. Chad hendak mengganti kertas nota lainnya, nadanya semakin heran. “Eh? Susu kocok jumbo coklat putih lima pounds, es krim strawberry mint ukuran sedang tujuh pounds.”
Kini tangan Tn. Cake menarik pipiku lebar – lebar. “Lanjutkan Tn. Chad.”
Pria itu mengelus janggutnya, ia tampak seperti mengatakan, “wanita ini rakus sekali.”
“Total jajanan tadi sekitar tiga puluh, ditambah bahan pokok tadi sekitar enam puluh pounds.”
Tibalah saatnya ia membuka nota berkualitas yang agak kaku berkilauan emas, firasatku berkata buruk.
“Gaun victoria vintage klasik rok kue berlapis satu set warna putih modifikasi Galdston’s garment… hmm…” Tn. Chad mendekatkan kepalanya, matanya dipicingkan. “ Blimey! (astaga!) e-e-empat ratus empat pu-puluh pounds!?”
Tn. Cake melepas pipiku yang telah memerah, keluar dati tempat kasir lesat meraih pinggangku. Ia menggelitiku tanpa ampun.
“Maafkan aku,” Tn. Chad melipat nota itu, lalu dipinggirkan seolah bukan urusannya. Ia menyeruput kopi dan kembali fokus pada korannya.
“Oh tidak, Tn. Chad! KYAAA AHAHAHAHA!”
.
Rintihan namun tidak menyakitkan. Aku menderita gelitikan.
.
“Dasar gadis nakal, rasakan ini!”
Gelitikan itu bertahan sepuluh menit. Semakin lama, aku menggila.
“To-tolong, ampuni akyuu Tn. Cakyyee~ Ahiye AHAHAHA!” Aku ngos – ngosan sambil terbatuk – batuk. “U-uang saya utuh, kok! Sa-saya pandai menabuwung~ KUYIHAHAHA uhuk, uhk!”
Kembali tangannya mengepal dan membombardil pelipisku.
“Justru itu bagian parahnya, gadis nakal! Kau pakai uang orang lain!” Tn. Cake semakin membara.
.
.
Setengah jam terlewatkan…
.
“Hah…”
.
Hembusan suara terdengar letih itu, menarik perhatian Tn. Cake. Hari semakin malam, tapi Tn. Chad memandang seisi koran dengan pening sebagai kawan.
“Tidak biasanya, Tn. Chad?” Tn. Cake melepaskan hukumannya padaku, akhirnya.
.
Aku tergeletak di lantai, badanku lemas nan ringan…
.
“Kami sejujurnya agak kuwalahan. Orang – orang nekat semakin banyak, kasus penculikan selalu muncul di koran.” Ia menggeleng resah sambil memukul – mukul ringan pundak kanannya.
Dari saku mantel coklatnya, diambilah sebuah rokok.
“Yah mau bagaimana lagi, kan? Penculikan tak bisa dikontrol dan sudah umum.” Tangan Tn. Cake memencet pematik lalu dihadapkan pada rokok yang telah bersiap di mulut Tn. Chad.
.
Ia meniup sedalam – dalamnya, lalu dihempaskan ringan semua keluhan dalam asap ke arah langit – langit…
.
“Jaringan mereka luas, Cake. Aku membicarakan komplotan Route 54B.”
ns 15.158.61.54da2