Melakukan pekerjaan seharian nyatanya memang membuat punggungku lelah. Rutin yang biasa kulakukan setelahnya adalah mandi air hangat, inginnya begitu. Namun bekas mengganjal kemarin, rasa penasaran itu menekan terlalu dalam, seakan memaksaku terus kepikiran tiap hari. Itu karena mulut Tn. Cake yang belum membocorkan artinya. Seperti menonton film yang terpotong di bagian klimaks.
“Eh? Aku tidak terlalu sih. Aku ke sini hanya untuk makan.” Egremont meringis meneguk jus cranberry saat aku bertanya apakah ia penasaran atau tidak.
“Apa ini hanya aku? Huh…” Aku menghela nafas sambl memperhatikan luar kaca, langit petang seakan memaksa toko – toko di sekitar menyalakan lampu bagai kunang – kunang kota.
“Lagipula, kita ini menunggu siapa?”
Spontan Egremont mengangkat bahunya, “Tak ada petunjuk juga.”
Aroma Sphagetti Carbonara mulai merasuk rongga hidungku lalu bersinkronasi ke otak yang secara langsung menyeret insting primitif manusia. Mulut seakan dipenuhi air liur ptialin, sementara perutku mengeluarkan bel natural tanda ingin segera diisi.
“Tn. Cake, apa masih lama?” tanyaku dengan nada agak keras karena kami duduk di dekat pintu masuk, kadang suara tidak terlalu terdengar.
“Apanya?” balik tanya Tn. Cake.
“Tamu kita.”
Menurut hemat Tn. Cake, harusnya sekitar pukul 18:00. Well¸ setidaknya mereka terlambat lima menit. Berganti waktu satu menit, mobil berjenis SUV parkir tepat di depan mobil buatan jepang milik Egremont.
“I-itu kah?”
Egremont mengangkat bahunya, kami segera membukakan pintu depan. Terlihat sekitar empat orang, namun salah satunya berpakaian rapi, khususnya mantel coklat yang tidak asing.
“Maaf tapi, kami ada janji dengan Senior Keymarks,” Wanita berwajah triangular (segitiga) tersenyum ramah memberikan kartu nama.
Sebelas dua belas rambut pendek seperti Egremont. Tamara McDermott, 35 tahun, atau yang paling membuatku tertarik adalah pony pirang separuh hitamnya menutup dahi kirinya, menjuntai ke bawah.
“Su-superintendent McDermott, silahkan.”
Tiga meja persegi dijadikan satu, sebanyak tujuh piring carbonara dengan temannya sendok garpu, serta tujuh gelas berisi air. Kami mengatur tempat duduk mengitu pola persegi panjang. Tiga orang lainnya memperkenalkan diri. Serena Jeph mengenakan jeans dan topi baseball rambut ikal coklat, Ben Savoy dan Tecla Innamorati tidak tampak berbeda dari sebelumnya bertemu.
Aku dan Egremont saling berbisik dan sepakat, bahwa tampak ada kesalahan di sini. Ben Savoy, nadanya merdu berambut putih uban rapi menyamping, aku bahkan tak menyadari apakah matanya terbuka atau tertutup karena alis putihnya lebar dan agak menelungkup.
Sementara Ny. Innamorati, beliau orang italia. Agak frontal dikatakan, tapi sejujurnya badannya lebih membengkak dari sebelumnya. Pipinya yang chubby bak sarangnya senyuman orang sekota.
Perubahan fisik orang yang bagai kilat, memang menakutkan. Mereka berbasa – basi sebentar. Setelah itu, Tn. Cake menyuruh kami untuk menikmati makan malam dulu.
------------------------------AFTER DINNER-------------------------
Superintendent McDermott segera mengeluarkan catatan kecil.
“Bolehkah saya diberitahu soal surat itu, Senior Keymarks?”
Tn. Cake mengangguk lalu menyerahkan surat tersebut.
“Tapi anda memang mengejutkan bisa menelaah surat Monsieur Jeph dengan mudah.” Pria tua Ben Savoy menyeka dahinya dengan sapu tangan yang diambil dari jasnya.
“Sebenarnya saya belum sepenuhnya yakin bila surat itu memang ditulis oleh Tn. Jeph,” ucap Tn. Cake.
“Yeah, itu memang asli kok. Saya sering melihat M. Jeph menulis. Kadang beliau meminta saran apakah pesannya sudah jelas dan ramah atau belum.”
McDermott mengerutkan dahinya, “Tapi, bagaimana bisa Tn. Jeph mengirim surat ini di hari pesawatnya jatuh?”
Itu adalah hal pertama yang paling membuatku penasaran.
“Colombe Parcel. Tulisan itu mungkin dibuat jauh sebelumnya meskipun tertulis 6 maret atau jumat lalu. Menurut Nona Netanya, CS Colombe Parcel, mereka bisa melakukan penambahan waktu. Hal yang paling mungkin adalah, Tn. Jeph telah menyelesaikan surat tersebut, lalu dibekukan di Colombe Parcel.”
“Sebentar, tapi bukankah waktu langsung dikirim berupa kado, kan? Tak ada bekas yang menunjukkan benda itu dikirim dari Colombe Parcel?” tanyaku.
“Karena itu, benda itu dikirim ke alamatnya sendiri, Westfield. Lalu Tn. Savoy memeriksanya, dan mengirimkannya ke alamat kita. Walaupun aku tak bisa memastikan apakah isinya lengkap atau Tn. Jeph menginstruksikan hal lain pada Tn. Savoy.”
“Ah, sebenarnya M. Jeph menyelipkan kertas kecil.” Dari sakunya, Tn. Savoy menyodorkan sebuah kertas kecil digelung.
Kertas itu bertuliskan dua hal. Yang pertama, jangan buka kain hitam kecuali Tn. Cake. Kedua, kirim pada alamat Tn. Cake, Market street, Cambridge, CB8. Sebuah intruksi yang singkat dan padat.
Tn. Cake lalu menyuruhku mengambil kue red velvet dengan keju mascarpone ke kulkas. Jus Cranberry pun dua liter dua botol ikut serta dikeluarkan. Tanpa lupa mengambil piring kecil, kue itu dipotong berdasarkan jumlah orang dan dibagikan.
“Bagaimana pun surat itu jauh mengganjal dari yang anda perkirakan, Mademoiselle McDermott. Diawali dengan ‘lelucon atau sungguhan’. Sekarang itu dipikirkan lebih dalam, tidakkah anda merasa surat itu kurang konsisten?”
Manisnya kue di lidah membuat pikiran orang seisi ruangan lebih tenang dan fokus. Namun semua orang tampak mengalir pada pendapat Tn. Cake.
“Anggaplah saya menganulir semua keterangan ini dan saya bukan detektif. Saya anggap ini adalah lelucon.” Superintendent McDermott menjawili dagunya dengan heran. “Tapi kalau lelucon, kenapa harus ditulis? Maksudku cukup tulis tulisan aneh dan omong kosong, kan?”
“Karena itulah, kurang konsisten. Tapi sesuatu akan menunjukkan jawabannya.” Tunjuknya pada tulisan dekat alamat pengirim. “Tulisan ini, Saya telah memberi anda coklat, adalah kuncinya. Tentu ia tidak sendiri.”
Saat Tn. Cake hendak mengeluarkan sesuatu dari jasnya, semua mata saling melirik penasaran satu sama lain. Mereka mencoba mengatakan ‘apakah orang ini serius?’
Tn. Cake menunjukkan benda yang dibalut kain hitam. Aku tahu benda itu.
“Inilah coklat yang dimaksudkannya. Dengan kotak yang beraroma sama, maka itu memainkan persepsi orang.” Kain hitam itu dibuka, kilatan emas membuat mereka sangat terkejut. “Maaf ternyata bukan coklat, tapi emas asli. Itulah yang surat ini katakan pada saya.”
“Jadi maksudnya kau anggap Tn. Jeph membayar tunai karena betapa seriusnya masalah tersebut?” Egremont asal bicara setelah piring kecilnya habis bersih tanpa menyisakan bekas kue secuil pun.
“Persis! Karena itulah Tn. Jeph mengubah perspektif saya. Saat anda berpikir surat itu serius, maka isinya lebih gawat dari yang dibayangkan. Perhatikan kalimat ini.”
Tn. Cake menunjuk pada kalimat yang mirip dengan hemat Egremont kemarin.
“Tidak membukakan pintu pada siapapun kecuali Tn. Cake. Padahal saya tak diberitahu sebelumnya, bahkan tahu pun tidak.” Wanita bernama selena itu menggeleng yakin.
“Itu benar, senior. Jadi bagaimana bisa Serena mengetahuinya?”
Suara bas ibu – ibu keluar dari mulut Ny. Innamorati, “Mohon maaf bila saya lancang, tapi kalau makna itu dibuka lebih lebar, tidak hanya berarti harus Nona Serena yang bertemu. Tn. Cake dalam hal ini boleh saja berinisiasi lebih dulu. Dan karena yang ditemui bukan Nona Serena, ia segera tahu kalau pasti ada masalah.”
Penjelasannya masuk akal walau aku merasa janggal pada bagian ‘ia segera tahu kalau pasti ada masalah’. Sementara semua orang tampak terhenti masih kurang paham.
“Baik, saya akan menerjemahkannya.”
Tn. Cake keseluruhan surat tersebut, sementara seisi ruangan tampak mematung memperhatikannya.
“Tolong sampaikan pada orang rumah bahwa saya tak akan pulang karena urusan, diartikan sebagai saya berhalangan pulang, tolong sampaikan pesan,” lanjut Tn. Cake. “Katakan pada Serena, untuk mengirim paket pada alamat yang nanti tertera di bawah dan tidak membukakan pintu siapapun selain Tuan Cake. Ibu dan Ayah menunggu di 16 Millfield, Portpatrick, diartikan begini…”
.
“Tn Cake, saat ini tidak ada seorang pun di rumah selain Serena. Bila ada, tolong konfirmasi ulang pada Ibu dan Ayah saya di 16 Millfield, Portpatrick. Setelahnya, tolong suruh Serena untuk menyerahkan paket itu.”
Spontan berbarengan, kami semua kaget. Aku dan Egremont mulai memandangi kedua orang, Tn. Savoy dan Ny. Innamorati.
“Kenalan saya membantu konfirmasi itu di Portpatrick karena lokasi kami kejauhan. Intinya, informasi itu lebih dulu masuk, barulah saya bertindak.”
“Karena itu anda menyuruh kami bertingkah sebagai Investor?” tanyaku.
“Anda memang luar biasa, Senior!” Tepuk tangan McDermott diikuti oleh semua orang.
Dengan senyuman lebarnya, Tn. Cake memberitahuku bahwa, tidak ada supir pribadi yang suaranya serak kasar, menyeka dahinya dengan tangan, berdiri tapi kakinya tremor, mengunyah permen karet atau keluar suara bentakan dari mulutnya. Atau pembantu yang memegang platter dengan gemetaran. Ditambah mereka memang paket komplit yang terpisah dari penerima tamu rumahan ideal, setidaknya dengan wajah yang tak bersahabat itu.
Mendengar itu aku mulai paham mengapa Tn. Savoy dan Ny. Innamorati saat ini lebih terlihat baik hatinya dan kalem.
“Jadi karena itu kau menghalangiku minum teh?” Aku menoleh pada Egremont.
“Hm? Bila monyet bertingkah aneh, aku pun berpikir demikian. Kalau sudah begitu, maka kupikir lebih baik berhati – hati.”
Aku sedikit sebal karena Egremont mendahuluiku. Tapi biarlah, toh Egremont berniat baik.
.
.
Malam semakin larut, Sebelum mereka pulang, Serena menyelipkan sesuatu mirip kaleng permen pipih bulat pada saku Tn. Cake. Berdasarkan pesan ayahnya, hanya Tn. Cake dan orang yang diizinkan olehnya tahu.
END
ns 15.158.61.54da2