(Awal tahun 2000-an, memasuki era milenium)
Aku melihatmu sekarang begitu dekat, di taman kota ini kamu menyambutku dengan senyuman yang sedikit aneh. Seaneh udara kotamu yang tidak mengandung uap air. Aku yang terbiasa menghirup udara sejuk. Tentunya aku kepanasan dengan suhu udara kotamu yang menurutku teramat panas. Dalam beberapa menit saja, tubuh ini berkeringat!
Aroma badan yang dibalur pewangi sebelumnya, kini sedikit terkontaminasi, bau badanku sedikit asam. Kini aku gugup, jangan sampai percaya diriku hilang gara-gara badanku bau hangit.
Aku sadar belum mengenalmu dengan begitu baik. Ternyata sosok kamu yang asli sangat berbeda dengan foto yang dipajang di media biro perjodohan. “Oh Tuhan, kamu begitu manis!”2099Please respect copyright.PENANAWtcoOLYNJJ
“Aku, A.” Tanganku menyalamimu.
“Aku B,” jawabnya singkat.
Aku tidak tahu mau apalagi setelah bersalaman, tidak mungkin aku mencium atau memeluknya. (Kan, baru kenal, itu melanggar norma susila, nanti disangkanya aku lelaki kucing garong).
Sebenarnya aku lelaki penakut bila menghadapi perempuan yang buatku jatuh hati. Kecerdasan emosiku belum stabil harus dilatih terus agar mampu menyampaikan rasa ketertarikan dengan cara yang lebih elegan.
Dengan memberi sekuntum kembang, kah? agar B tahu maksud kedatanganku ingin memanah hatinya, bisa jadi sih. Tapi sayangnya menurut catatan yang kubaca dari biro perjodohan, B tidak suka kembang, ia perempuan yatim-piatu yang merindukan sosok kebapak-an (yang punya jiwa pemimpin dan pengayom). Jadi mohon maaf untuk hal yang romantis dan picisan, yakin ditolak! Ah, jatuh cinta membuat manusia jadi aneh. Bibirku jadi kelu dan kaku (amit-amit: ini bukan gejala penyakit stroke) ini gejala alamiah yang sama ketika aku minum jamu brotowali yang super pahit, tanpa diakhiri minum air gula merah sebagai penawarnya (bibirku hanya bisa nyengir, kerongkongan terasa gahar saking menghayati rasa pahit yang audzubillah).
Hatiku kini kehilangan keberanian, berubah seperti agar-agar lembek! Jadi takut untuk menyatakan cinta. Akan ada momentum yang tepat pastinya. Maka, saksikanlah nanti panggungku akan digelar adeganku dimulai, saat momen itu tiba aku akan memproklamirkan hatiku hanya untuk B.
Dari bulan Januari aku jatuh hati padanya secara fiktif hanya lewat telepon kita berkomunikasi. Kita saling membuka ruang-ruang hati, menyalakan tungku-tungku rindu, dan menikmati gregetnya asmara.
Aku dan dia merasakan kenyamanan dengan gaya komunikasi yang terbangun, (nyambung, santai, ada saling percaya, dan ada saling menghargai.)
Hari ini, jam 10 pagi di bulan Desember, taman kota ini jadi saksi bahwa aku mencintainya secara nyata! Kuberharap B, nantinya menjadi perempuan yang dekat di setiap jengkal waktuku,
Senyum B yang kuanggap aneh ternyata begitu renyah, bentuk rambutnya bergelombang seperti ombak tenang pantai Karimun. Sungguh, ia telah menghipnotisku. Itu pasti membuatku ingin selalu di dekatnya!
Pihak biro memberikan kebebasan juga keleluasaan bagi para pencari jodoh untuk saling kenal. Ujungnya jika banyak pencari jodoh berhasil ke pelaminan. Biro itu akan kebanjiran pendaftar baru (para pencari jodoh). Keuntungan di depan mata, dan lagi-lagi aku salut kepada pemilik biro yang mampu membaca peluang.
B menceritakan banyaknya lelaki yang mendekatinya, dan itu menurutku wajar, karena hanya lelaki gobloklah yang tidak mau sama dia!
Seorang pengusaha kakap asal kota J menunjukkan ketertarikan kepada B. Pihak biro sebenarnya sudah tahu, bahwa pengusaha itu sudah beristri 2. Salah satu oknum biro memanipulasi identitasnya demi upeti dan cuan, (mengganti status beristri dengan status single).
Pengusaha itu merayu B dengan nuansa dusta yang dibumbui rayuan gombal ala playboy( tjap jengkol kembar). Ia memanjakan B, ia sering mengajak B makan di berbagai Resto. Ia menampilkan sikap pura-pura kebapak-an kepada B, contohnya ketika makan di resto ayam AFC; pengusaha itu menyuir daging ayam, memisahkan tulang dari daging ayam lalu dengan telaten menyuapi B. Dan B terbuai, akhirnya B pun menunjukkan sikap penuh kasihnya dengan gak sungkan-sungkan balik menyuapi pengusaha itu di depan public!
B begitu detail menceritakan itu. Dan aku jijik mendengarnya! nazis! bahkan aku membayangkan dan sampai menyumpahi ketika mulut pengusaha itu menganga saat disuapi B, (semoga saja mulutnya mirip mulut kudanil menganga) dan orang-orang di resto berubah menjadi singa lapar yang melumat habis kudanil itu. Sepertinya aku cemburu! dan kehilangan kesopanan saat B menceritakan itu. Astagfirullah!
Kejujuran B bercerita seperti itu, adalah nilai tambah (point plus) tentunya aku apresiasi dan kuhargai, akan tetapi ego sentris lelakiku mengatakan “Sayang aku tidak mau kamu menjadi pesek (perempuan second)? Cintamu dilarang jatuh kepada dua orang (dia Sang Kakap dan aku Sang Newbie).”
Aku mencoba menasehati diriku sendiri untuk tidak melibatkan perasaanku terlalu jauh. Takutnya bila B bukan jodohku, dan B memilih si Kakap atau sipapun. Aku tidak terlalu patah hati.
Ibu-bapakku berpesan, lelaki sejati hanya menangis ketika bersujud. Untuk segala urusan dunia kamu harus tegak berdiri, seperti karang di lautan. Serahkan segala urusan kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Kepada Allahu Somad (Allah tempat bergantung seluruh makhluk). Termasuk urusan jodoh. Begitu pesan mereka. Dan ini cukup menguatkan!
Yang terpenting sekarang aku menikmati pertemuan dengan B, urusan jodoh biar Tuhan yang atur! Waktu pertemuan ke-1 sudah berlalu dan penantian momen pun tiba.
B mengajak bertemu ke-2 kalinya, aku jadwalkan di akhir Desember ini. Kabar itu terdengar ketika aku berbincang dengannya di wartel pinggir jalan (aku belum punya HP), terserah tanggal berapa, terserah aku punya uangnya. Karena B tahu, untuk bertemu dengannya, aku harus menyiapkan ongkos PP naik bus antar kota. Ajakkan itu adalah surprise bagiku untungnya uang bukan suatu masalah, kebetulan uangku banyak sekarang, (hasil dari ngamen, juru parkir, dan jualan buku di pasar dadakan). Cukuplah untuk ongkos naik bus, makan bakso dan minum es berdua di taman itu. Asyik!
Akan ku kabari saat ku nelpon di wartel nanti, aku siap bertemu dengan B. Dan aku merasa tersanjung jadinya. “Aku akan stanbye di taman tempat pertama kali kita bertemu. Jam 3 sorean, ya. Sambil kita menyambut tahun baru.” Begitu janjiku saat aku mengakhiri pembicaraan di wartel.
Aku menyiapkan pergi ke kota B, lamunanku sudah melayang-layang ke arah taman yang tempo hari ada senyum renyah menyambutku. Ku siapkan lagu ciptaanku untuk B sebagai pengganti sekuntum bunga. Tidak lupa Aku membawa gitar akustik kesayanganku. Lirik laguku ‘tentang seorang lelaki yang menyatakan cinta yang enggan cintanya bertepuk sebelah tangan’.
Bus melaju dari terminal kotaku dari jam 10 pagi, perkiraanku sebelum jam 3 sore pasti sudah sampai. Akhir tahun ternyata bukan aku saja yang bepergian, jalanan padat, kendaraan hilir-mudik. tempat wisata, mall, dipenuhi sesak. Jalan tol yang dialui busku, melaju dengan padat merayap.
Akhirnya aku sampai juga, untungnya tidak telat, arah jam masih menunjukkan jam 3 kurang seperempat. Ku pesan minuman dingin kepada pedagang di sekitaran taman. Sambil menunggu B, kubuka gitar dan aku berlatih menyanyikan lagu yang kuciptakan sendiri.
Adzan Ashar berkumandang, aku sedikit terhenyak! Ternyata waktu Ashar sudah lebih dari jam 3 sore. Permainan gitarku berhenti. Sambil mengembalikan botol kepada pedagang minuman, sekalian ku tanyakan, pastinya jam berapa sekarang. (Padahal aku juga pakai jam tangan).
“Bang, ini jam 3 lebih 30 menit, kan?”
“Betul.”
Aku melihat jarum jam di tanganku juga, ternyata sama persis dengan omongan si Abang penjual minuman tadi. Tidak ada yang salah dengan jam tanganku. Jam menunjukkan jam 3.30.
Sambil mencari masjid untuk menunaikan solat, aku juga mencari wartel yang terdekat. Selepas solat rencananya aku akan telepon B, untuk memastikan apakah dia jadi menemuiku dan sudah pergi ke taman ini atau belum.
Di wartel, sudah kesekian kaliannya aku kontak B, al hasil tidak ada satu kalipun kontakku tersambung, ada kebingungan yang hinggap. Berbagai prasangka tentang B berseliweran. Puluhan tanya mengapung ke udara terbang ke arah dahan-dahan pohon yang ada di taman itu.
“Ada apa sebenarnya ini?” dalam hati aku bicara.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore hari, pasangan-pasangan ABG sudah bermunculan memenuhi bangku taman, aku tersudut! Yang kulakukan hanya bisa bengong, ada tahi burung yang jatuh mengenai tas gitarku yang berwarna hitam. Aku bersihkan dengan selembar kertas yang dilemparkan orang yang tidak tahu cara membuang sampah dengan baik. (padahal ada tong sampah bertuliskan organic dan un organic).
Yang paling menyedihkan, sekarang aku menjadi kambing congek saat pasangan ABG itu saling lempar rayuan disusul tangan-tangan gatal lelaki ABG yang menyusup pada baju perempuan ABG pasangannya.
“Dimanakah B?”
“Sejahat itukah B!”
Aku riang sekali ketika kulihat dari jauh aku melihat ada B dengan penampilan berbeda, tetapi setelah aku perhatikan dengan mata yang benar-benar fokus itu ternyata bukan B. Hanya mirip saja! Perempuan yang mirip B menuju taman, langkah kakinya cepat dan tergesa-gesa hingga posisi kerudungnya tersingkap dan sedikit terbuka. Tanpa sengaja aku melihat lehernya yang putih-bersih. Nafasnya tersengau-sengau!
“Kamu A, Kan, ayo ke rumah sakit!”
“Rumah sakit….”
Aku, anak-anak yatim piatu, dan bapak- ibu pengurus Yayasan yatim- piatu berkumpul di pelataran RS. Diruang UGD, sosok yang kunanti tadi sore sedang tergeletak. Sesekali aku melonggok lewat kaca pintu dan kaca jendela ruang UGD. Kakiku lemas jadinya! melihat sosok orang yang kudamba lemah tak berdaya.
Kabarnya, sebuah mobil sedan mewah menabraknya dari belakang, sekarang pelakunya sedang berada di kantor Polisi untuk dimintai pertanggung-jawaban. Kabar tambahan lagi bahwa pelaku berkendara sambil mabuk karena narkoba!
Alat rekam detak jantung tidak menunjukkan perkembangan. Gelombang jantung B terdeteksi hanya satu frekuensi lalu hilang, selang beberapa detik frekuensi jantung muncul lagi, begitu seterusnya.
Sementara tim Dokter secara intensif terus berkoordinasi menyelamatkan nyawa B.
Dokter perempuan memompa dada B (pasien) yang kondisinya terlihat banyak luka robek dan darah yang sudah mengering di beberapa bagian tubuhnya.
“Ayo tekan lagi, Dok. Terus pompa!” Kata Dokter pria.
“Siapkan alat kejut jantung nya!” perintah Dokter perempuan itu.
Tim Dokter yang menangani pasien B langsung kerja cepat, mengambil alat kejut jantung. Ruangan UGD seketika terlihat sibuk lalu berganti senyap.
“Innalillahi Wa Innalillahi Rojiun….”
Teman-teman B berteriak histeris. Tangisan sahut-menyahut, banjir air mata tidak terhindarkan. Ada yang terlihat pingsan pula. Situasi jadi kurang terkendali. Aku, bapak- ibu pengurus yayasan, teman-teman B harus menerima kenyataan pahit-perih ini. Merelakan perempuan manis dengan senyum renyah pergi untuk selamanya.
Para pengurus yayasan yatim-piatu masuk ke ruang UGD, berbincang dengan tim Dokter sebagian pengurus yayasan langsung memeluk tubuh B.
Menyaksikan B seperti itu, membuatku rapuh dan merasa bersalah. Kini aku berjalan gontai menuju mushola rumah sakit, aku bersujud di atas sajadah lalu menangis sejadi-jadinya.
ns 18.68.41.140da2