“Seragam tidak rapi, dasi tidak dikenakan. Dan lagi apa ini?!”
Di tepi lapangan guru kedisiplinan yang sangat galak itu menunjukkan benda yang ada di jarinya. Sebuah puntung rokok, “Sudah merasa hebat ya?!” tongkat kayu yang selalu dibawanya kemanapun teracung di depan wajah seorang siswa. Ujung tongkatnya digunakan untuk menusuk bahu siswa itu beberapa kali, “Selalu membuat masalah, berkelahi, nilai paling rendah, lalu sekarang merokok. Kau mau hidup seperti apa?”.
Siswa yang diajak bicara itu hanya menatap malas, hatinya sibuk menggerutu, merutuki nasibnya yang ketahuan merokok di dekat gudang peralatan olahraga. Bisa-bisanya anggota kesiswaan melakukan inspeksi pagi sedetail itu. Kesal tidak mendapat respon, guru kedisiplinan memilih untuk memarahi lima siswa lainnya. Senang jika gilirannya sudah selesai, kedua matanya menatap sekitar untuk mengurangi kebosanan hingga mendapati dua orang berjalan menuju mereka.
“Sialan, dia ketahuan” umpatnya sambil terkekeh senang
Siswa yang datang itu bergabung dan berdiri di sampingnya.
“Welcome to the club dude” bisiknya sambil tersenyum lebar
Siswa itu hanya bisa mendecak kesal, dan membiarkan guru kedisiplinan memarahi mereka selama beberapa menit lalu memberikan hukuman. Dan disinilah dia bersama orang yang bergabung tadi dan satu siswa lain, membersihkan toilet dengan memegang sikat toilet. Ditemani oleh salah satu anggota kesiswaan untuk mengawasi mereka, kalau-kalau keduanya berbuat ulah atau kabur dari hukuman.
“Jangan lupa taruhannya” ujarnya
“Diam!” yang diajak berbicara berujar sarkas
“Senja! Angin!” tegur anggota kesiswaan itu
Yang ditegur hanya menatap malas, lalu kembali pada kegiatan mereka sebelum saling berkomunikasi lewat tatapan mata. Seakan telah sepakat merencanakan sesuatu. Dan benar saja, pertengahan waktu hukuman mereka dengan cepat Senja melempar ember berisi air kotor serta sarung tangan karet pada anggota kesiswaan, hal yang sama dilakukan juga oleh Angin.
“Angin! Senja! Jangan kabur!” teriak anggota kesiswaan itu
Sayangnya, keduanya sudah lari begitu jauh setelah menyambar tas mereka. Bahkan melompati beberapa anak tangga dengan mudahnya, lalu memasuki ruang laboratorium biologi dan bersembunyi di balik meja. Sambil mengatur napas mereka, keduanya saling bertatapan hingga detik berikutnya tawa keduanya terdengar. “Kali ini apa?” Senja bertanya, terlalu antusias setelah dia menang taruhan jika anak bermasalah bernama Angin ini akan tertangkap oleh anggota kesiswaan lagi.
Keduanya memang sudah cukup mengenal, lebih tepatnya keduanya bertemu saat tertangkap melakukan pelanggaran. Saat itu keduanya masih terbilang siswa baru, namun poin pelanggaran yang mereka dapatnya sudah menumpuk seperti tumpukan pakaian kotor. Hal itulah yang membuat keduanya saling mengenal satu sama lain hingga saat ini. Dan bahkan tidak jarang keduanya melakukan aksi usil atau mengganggu ketenangan sekolah. Selain hal itu, mereka terkenal dengan pemegang rangking satu dan rangking dua dari bawah. Sungguh hebat sekali.
“Tenang, kali ini taruhannya menjadi milikku” ujar Angin jumawa
Dia membuka tasnya, mengeluarkan barang yang dibawanya. Sebuah jam saku antik, “Sial! Kau benar-benar” tentu saja Senja tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya ketika melihat benda itu. Minggu lalu keduanya sepakat untuk bertaruh, jika Angin bisa membawa sebuah benda dari toko manapun. Siapa sangka si anak bermasalah ini membawa jam saku antik, mana terlihat mahal lagi.
“Eits!” Angin menjauhkan jam saku itu
Senja yang ingin melihatnya menatap bingung, tangan Angin terangkat memberikan isyarat untuk memberikan sesuatu lebih dahulu. Senja yang jelas paham hanya bisa mengumpat, “Sialan” lalu merogoh sakunya. Beberapa lembar uang yang nilainya tidak sedikit itu diserahkan pada Angin dengan tidak rela. Padahal Senja sudah berpikir untuk berpesta menggunakan uang itu pulang sekolah nanti.
Angin yang menerima uang itu dengan senang hati memberikan jam saku itu pada Senja, lalu menjadikan lembaran uang itu sebagai kipas. Meratapi uangnya yang berpindah kepemilikan Senja memilih untuk mengamati lebih dekat pada jam saku itu. Jam itu terlihat sangat mahal, Senja sedikit pesimis jika jam itu hilang maka Angin bisa membayar gantinya dengan mudah.
“Mau kemana?”
Senja bertanya saat Angin sudah beranjak dari duduknya, membersihkan sedikit debu yang menempel, “Kelas, sebentar lagi bel” ujar Angin. Senja yang mendengar itu mengerjap tidak percaya, Seorang Angin si anak bermasalah masuk ke dalam kelas, tentunya hal itu perlu dipertanyakan kebenarannya. “Sudah, ayo kembali” Angin hanya memberikan senyuman rahasia pada Senja, hingga keduanya lalu berjalan keluar dari laboratorium biologi itu.
“Hoi! Senja!”
Yang dipanggil menoleh, bertepatan dengan sebuah bola basket yang terlempar ke arahnya. Beruntung dia memiliki refleks yang cukup baik, sehingga bola itu bisa tertangkap olehnya, “Sialan! Sengaja ya!”. Senja mengumpat lengkap dengan senyuman miringnya, sementara pelaku pelempar bola basket dan teman-temannya hanya tertawa. Senja membawa bola basket itu menuju kursinya, “Ada cerita apa hari ini?” tanyanya antusias, teman-temannya hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
“Seperti biasa, wali kelas mengamuk karena ulahmu”
“Hei! Aku bahkan tidak ada di kelas” protes Senja
“Justru itu, karena kau ketahuan merokok satu kelas jadi ada inspeksi mendadak tahu! Kita kena imbasnya”
Senja hanya terkekeh mendengar itu, lagian siapa suruh mereka membawa sekotak rokok ke sekolah. Sudah tahu wali kelas mereka garang seperti singa betina, masih saja keras kepala. Sepertinya Senja lupa jika dia pengedar utama kotak rokok untuk seluruh kelas dua. “Tapi barangnya aman?” mereka menatap Senja penuh harap, jangan ditanya apa. Tentu saja rokok. Senja tersenyum lebar, mengambil tasnya lalu membuka resleting tersembunyi bagian dalam tasnya. Terlihat ada beberapa kotak rokok juga pemantik api murah ada disana, entah bagaimana Senja bisa mendapatkan sebanyak itu.
“Memang selalu bisa diandalkan teman kita ini!”
Kelas olahraga adalah kelas yang selalu ditunggu oleh Senja, dia segera mengganti seragamnya. Bergabung dengan teman-teman kelasnya di lapangan, setelah melakukan pengambilan nilai lompat jauh, guru olahraga mereka memutuskan untuk membebaskan sisa waktu kelas olahraga. Dan tentu saja siswa laki-laki memutuskan untuk bermain sepak bola, tidak jarang siswa dari kelas lain bergabung untuk bermain.
Hingga bel waktu makan siang berbunyi menyudahi permainan mereka. Senja dan teman-teman kelasnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin, tentunya setelah mencuci wajah mereka yang penuh keringat. “Angin!” pekikan kesal itu terdengar nyaring sekali, membuat Senja terdiam sejenak sambil menerka apa yang sudah dilakukan anak bermasalah itu.
Senja merangkul salah satu temannya berjalan memasuki kantin, hingga sudut matanya melihat orang yang dicarinya, si anak bermasalah. Berada bersama barisan antrian dengan siswa lainnya, “Hei bodoh” dengan santai Senja menyapa. Tentu saja yang disapa menoleh lalu tersenyum miring mengetahui siapa yang menyapanya, “Hei yang lebih bodoh”. Senja menyela antrian dan berdiri di belakang Angin, keduanya terlibat obrolan dan sesekali melempar umpatan satu sama lain.
“Aku mendengar teriakan guru di koridor, ulahmu?”
Senja bertanya sambil menyendok makan siangnya, sementara Angin sendiri hanya mengangkat kedua bahunya acuh namun dengan senyum yang lebar sekali. “Hanya meletakkan lem super pada penghapus papan tulis” jawabnya membuat Senja mengumpat penuh takjub, “Sial”. Keduanya kembali menyelesaikan makan siang mereka, “Kau masih menjualnya?” tanya Angin membuat Senja menatapnya sebentar.
“Ah, itu. Tentu saja”
“Kurasa kau harus berhenti” ujar Angin
“Tiba-tiba?” Senja cukup terkejut
Angin mencondongkan badannya.
“Ketua kesiswaan itu sepertinya tahu” bisiknya
Sial!
ns 15.158.61.17da2