“Ha?!”
Angin tidak mempercayai pendengarannya, sepertinya guru kedisiplinannya sudah lelah menghadapinya. Atau dia yang terlalu sering datang ke ruang guru kedisiplinan untuk mendapat omelan, sehingga pendengarannya menurun. Diedarkannya pandangannya pada tiga orang yang ada di sebelahnya, “Bapak bercanda ya? Kenapa aku harus mengikuti kelas khusus? Bersama mereka?” protesnya. Angin jelas tidak terima jika hukumannya seperti itu. Matanya menatap tajam pada siswa yang ada di belakang guru kedisiplinan itu, berdiri dengan wajah santai.
“Saya sudah lelah dengan segala tingkahmu yang sama sekali tidak jera, mau dihukum seperti apapun juga tidak membuatmu berubah”
“Kenapa tidak di keluarkan saja sih” gumam Angin
“Lalu kenapa harus dengan mereka?”
Guru kedisiplinan menatap empat orang yang ada di hadapannya.
“Melanggar peraturan, membuat masalah” tunjuknya pada Angin
“Selalu tidur saat kelas dimulai, menginvasi dapur kantin” menunjuk siswa disamping Angin
“Selalu berkelahi, pengedar rokok kelas dua” yang ditunjuk selanjutnya mendecih
“Tidak pernah mengikuti kelas sama sekali” ia menunjuk siswa terakhir
Sebuah buku pelanggaran diletakkan ke atas meja dengan kasar, “Kalau ada penghargaan siswa dengan segunung poin minus dalam waktu singkat, kalian lah yang pertama” sindirnya. Angin mengerang kesal, dia jelas tidak akan pernah menerima hukuman konyol semacam itu. Setelah guru kedisiplinan menjelaskan hukuman mereka selama beberapa menit, mereka diizinkan untuk keluar dari ruangan.
“Ulahmu kan?!”
Dalam sekian detik Angin sudah menerjang orang yang ikut keluar bersama mereka, mencengkram kerah seragamnya. Yang bersangkutan hanya menghela napas jengah, “Ini sudah hukuman paling mudah bagi kalian” ucapnya yang membuat Angin semakin marah. “Terus terang saja, kau ada dendam padaku kan?” tebak Angin membuatnya mendapat kekehan kecil.
“Jingga”
Seseorang maju dan membantu melepaskan cengkraman Angin, “Sialan! Kau di pihak siapa sebenarnya?!” umpat Angin. Yang diumpati hanya bisa menatap tajam, dirinya juga pihak yang dirugikan. “Dengar” empat orang itu menoleh hampir bersamaan, “Bagaimana jika kita membuat sebuah kesepakatan?” tawarnya sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat pada Angin.
“Orang sinting! Sial! Brengsek!”
Angin mengumpat sambil terus menggigit kuku ibu jarinya, tidak lama pintu ruangan terbuka. Menampilkan sosok lain yang tentunya tidak begitu dikenal oleh Angin, namun insiden tempo hari masih melekat jelas di ingatannya. “Oh si pesuruh kesiswaan datang” ujarnya dengan nada mencemooh, yang disambut nampak tidak peduli memilih duduk di kursi yang ada disana. Pintu lalu terbuka dan terdengar suara kekehan, “Wah?! Apa ini? Angin kalah lagi?” lalu dilanjut dengan tawa terbahak-bahak.
“Diam Senja!”
Bukannya berhenti Senja malah terus tertawa, membuat Angin menerjangnya. Dan ya, acara selanjutnya adalah drama perkelahian dua siswa pemegang rangking bawah. “Duo bermasalah” gumam seseorang, Angin yang hendak memukul berhenti, kepalanya di dongakkan dan seorang siswa menatap mereka simpati. Begitu juga Senja yang mencengkram kerah seragam Angin, wajah mereka terlihat tidak terima begitu saja.
“Hei!” teriak Angin
Siswa itu malah tidak peduli dan duduk di kursi samping Jingga, melipat tangannya lalu menenggelamkan kepalanya di sana, mulai tidur. Angin dan Senja sudah berdiri, melupakan drama perkelahian mereka sejenak,
Apa-apaan anak itu!
Sepertinya Angin perlu belajar cara mengendalikan emosi dan tidak mudah tersinggung. Dia bahkan sudah hendak menghampiri jika sebuah suara tidak menginterupsi mereka berempat. “Karena semua sudah berkumpul bisa kita mulai kelasnya?”, Angin hanya bisa mendengus kesal lalu memilih kembali ke kursinya. Begitu juga dengan Senja, orang yang berbicara tadi lalu masuk dan berdiri di depan keempatnya.
“Apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Angin
Keduanya saling mengadu tatapan.
“Bagaimana jika kita memulai perkenalan lebih dahulu”
Brengsek!
Angin mengumpat, tatapannya yang diputus begitu saja, begitu juga ucapannya yang diabaikan. “Memangnya ini kelas anak TK, katakan saja yang sebenarnya?” Senja berujar spontan, dan empat orang itu menatapnya dalam berbagai tatapan. Dirinya hanya tersenyum tipis, “Bagaimana jika kita membuat kesepakatan” dia malah balik bertanya. Tiba-tiba saja Jingga memukul meja dengan kasar, “Bercanda ya?! Setelah kekacauan yang kau buat, kau ingin membuat kesepakatan?!”.
“Ini pilihan terbaik” jawabnya
“Terbaik?” siswa yang tidur tadi angkat bicara
“Kau begitu yakin sekali jika ini yang terbaik. Tahu darimana?” sambungnya
“Laut”
“Ayolah, ketua kesiswaan yang terhormat” sindir Laut sambil melipat kedua tangannya di depan dada
“Duo bermasalah dan dia ada benarnya. Kau melakukan ini tentunya bukan sebuah kebetulan” tambahnya
Angin tersenyum senang, Aha, kena kau!
Sepasang mata itu mengedar, menatap satu-persatu empat siswa yang ada di hadapannya. Tatapannya tidak berubah, mereka berlima terdiam cukup lama. Hingga dia kembali tersenyum, “Benar” ujarnya mengakui. Dia lalu duduk di meja guru, “Akan sangat tidak masuk akal jika aku tidak memiliki tujuan” ucapnya santai. Dia mengangguk sebentar,
“Akan ku katakan pada kalian, tujuanku”
Mereka berempat menatapnya, menunggu
“Jika kalian bisa lulus dari sekolah ini”
Angin langsung saja berdiri setelah memukul meja, “Brengsek! Kau main-main denganku?!” teriaknya. Terlihat sangat jelas jika dia sangat marah, Angin langsung berjalan menerjang dan menarik kerah seragamnya kasar. Dia hampir memukulnya jika Senja tidak segera bertindak untuk menghentikan, “Kau tidak ingin dipanggil guru kedisiplinan kan?” bisiknya membuat Angin urung melanjutkan.
“Hei”
Ketiganya menoleh menatap Laut,
“Katakan jika kami bersedia menjalani hukuman konyol ini. Penawaran apa yang akan kau tawarkan?”
Dia tersenyum sambil merapikan seragamnya.
“Tentu saja, kalian akan mendapat hal yang kalian inginkan tanpa mendapatkan masalah” ujarnya
Mereka berempat hanya bisa menatapnya tanpa berkata lagi, “Nah, bagaimana jika kita mulai dengan saling mengenal satu sama lain?” ujarnya dengan nada ceria. Dengan paksaan Senja membawa Angin kembali duduk, dan keempatnya memilih untuk menuruti ucapannya. Mereka berempat lalu saling memperkenalkan diri,
“Jingga”
“Laut”
“Senja!”
Angin berdiri dari kursinya, pandangannya mengedar angkuh “Angin”
“Bagus! Selanjutnya kalian akan menjadi teman satu kelas. Aku akan memberikan beberapa peraturan khusus dan jadwal kelas kalian hari ini”
Dan hari itu, adalah sebuah awal dari hal yang tidak terduga. Awal dari sebuah cerita mereka, cerita yang belum menemukan akhir.
ns 18.68.41.179da2