#32354Please respect copyright.PENANAb5ELJFJ9qb
Rumah Nenek
2354Please respect copyright.PENANAv3mznGghou
Beberapa bulan kemudian, proposal skripsiku telah disetujui. Aku pun mulai melakukan penelitian. Sesuai rencana, aku akan melakukan penelitian pohon jati di desa nenek.
Aku diantar oleh papa dan mama ke rumah nenek. Mungkin aku di sini sekitar dua minggu. Setelah itu, akan dijemput lagi oleh orangtuaku.
Sebenarnya aku nyaman tinggal di sini. Udaranya sejuk dan lingkungan yang masih asri. Namun ada satu kendalanya, di sini susah sinyal. Kalau butuh internet yang lancar, harus pergi ke kafe yang lumayan jauh atau beli voucher wifi di dekat balai desa.
Oh ya, aku perlu jelaskan kondisi rumah nenek. Jadi, rumah nenek ini halamannya luas. Rumah orang di desa rata-rata begitu. Biasanya buat jemur padi kalau pas lagi panen.
Kemudian rumah nenek ini merupakan bangunan lawas. Bangunannya perpaduan antara tembok dan kayu jati. Hampir setengah dari bangunan rumah nenek ini terbuat dari kayu jati.
Tapi rata-rata memang gitu, rumah di sini seperti itu. Ya karena mereka rata-rata punya lahan pohon jati. Jadi tidak perlu beli. Bayangkan kalau beli berapa harganya.
Jadi di dalam rumah nenek, antar ruangan atau kamar disekat dengan kayu jati, bukan tembok. Dan nenek pernah bercerita, rumah ini adalah peninggalan buyutku. Jadi bayangkan, betapa bagusnya kualitas jatinya yang bertahan sampai sekarang.
Nenek telah menyediakan kamar tidur untukku. Tepat di sebelah kamarnya. Nenek senang aku tinggal di sini untuk sementara waktu. Karena dia jadi ada temannya.
“Kamu senang kan tinggal di sini? Betah kan tinggal di desa?” tanyanya.
“Iya nek, menyenangkan tinggal di desa,” kataku.
Oh ya, nenek usianya 60 tahun lebih. Dia dulu nikah muda dan punya 5 orang anak. Mamaku adalah anak pertamanya.
Tapi yang aku herankan, di usianya yang sudah mau ke kepala 7, tapi masih terlihat sehat bugar. Memang kerutan di wajahnya terlihat, tapi kulit nenek masih tidak terlalu kelihatan keriput. Rambutnya juga belum putih semua.
Bahkan, kulihat bokongnya masih terlihat bulat. Juga payudaranya masih menonjol, tidak terlalu kendur. Aku bisa mengatakan ini, karena nenek kadang saat di rumah, hanya pakai BH saja saat gerah. Dia sepertinya tidak malu dengan keberadaanku.
Tapi memang, kadang kulihat ibu-ibu tua atau nenek-nenek di sana, juga punya kebiasaan seperti itu. Kadang kulihat mereka saat jemur gabah, tidak malu hanya pakai BH saja.
Aku yang penasaran, tanya soal ini ke nenek.
“Nek, tidak malu dilihat orang pakai gitu aja?” tanyaku.
“Ngapain malu, sudah tua. Lagi gerah siang-siang gini,” jawab nenek.
“Sudah biasa ya nek wanita di sini, kadang hanya pakai BH saja di luar rumah?” tanyaku.
“Iya yang tua-tua pasti biasa gitu, kalau yang muda-muda ya malu pasti kalau mau pakai BH ja,” ucapnya.
“Lah itu nek, kenapa yang tua-tua aja, aku maunya lihat yang muda. Haha,” ucapku, disusul tawa antara aku dan nenek.
“Emang kamu lihat punya nenek gak tertarik?” tanya nenek.
Pertanyaan nenek langsung bikin aku bingung mau jawabnya.
“Haha…. bercanda. Kan nenek bilang apa, nenek udah tua, ngapain malu. Lagian sudah gak ada yang mau. Haha,” ucap nenek.
“Tapi.. nenek masih belum terlalu kelihatan tua loh,” kataku.
“Eh kamu, bisa aja bikin nenek besar kepala. Haha,” nenek ketawa dengan ucapanku.
Aku pun biasa melihat nenek hanya pakai BH saja di rumah. Melihat belahan payudaranya yang menurutku masih menggoda. ***
ns 15.158.61.8da2