#61844Please respect copyright.PENANAgEfHsPHowW
Yogyakarta
1844Please respect copyright.PENANAYIEVAMv8Z1
Sial, hingga hari ini Linda masih tidak membalas chat-ku. Sudah kutelpon berkali-kali, dia tidak mengangkat. Ah, dia tidak bisa memahami kondisiku di sini.
Fokusku untuk melakukan penelitian skripsi pun jadi terganggu. Aku terus kepikiran Linda yang marah. Padahal bukan salahku, di sini memang sinyalnya susah. Harus cari tempat yang ada sinyalnya atau cari wifi.
Akhinya aku memutuskan untuk pergi ke Yogyakarta. Aku pinjam motor nenek menuju ke stasiun. Kemudian lanjut naik kereta api ke Yogyakarta.
Aku pun pamit ke nenek, alasan jika ada urusan mendadak di kampur. Harus ke sana.
“Nek, aku pinjam motornya ya. Dua hari lagi, aku balik ke sini lagi,” kataku.
“Iya Dan, hati-hati ini. Ini nenek kasih uang buat naik kereta,” ucap nenek, sambil menyodorkan sejumlah lembaran uang seratus ribu.
“Tidak usah nek. Aku masih ada uang dari papa.” Aku menolaknya.
“Sudah bawa saja!” Nenek jadi marah karena aku menolaknya. Akhirnya aku ambil saja uang itu.
“Terimakasih nek, aku berangkat dulu.”
Kutancap gas menuju stasiun kereta api. Sebelumnya aku sudah pesan tiket secara online.
Jarak stasiun ke rumah nenek lumayan jauh. Hampir satu jam perjalanan naik motor. Beruntungnya, aku bisa tepat waktu datang sehingga tak sampai ketinggalan kereta.
Di sepanjang perjalanan, aku berkabar ke Linda. Namun ia masih belum membalas pesanku.
“Sayang, aku otewe Jogja naik kereta.” Pesan yang kukirim ke Linda.
Linda hanya membaca pesanku namun tak membalasnya. Saat kutelpon, tidak diangkat.
Pikiranku pun tidak tenang sepanjang perjalanan.
Setelah beberapa jam di kereta, akhirnya aku sampai di Yogyakarta sebelum Maghrib. Lalu aku naik ojek online ke kosku. Linda masih belum membalas pesanku.
Sampai di kos aku mandi, dan segera ke kos Linda. Kupanasi motorku yang sudah beberapa hari tak terpakai. Lalu segera gas menemui Linda.
Sampai di kosnya, Linda masih tak mengangkat telponku.
“Aku di depan kosmu sayang. Ayo keluar.” Kukirim pesan WA Linda.
Linda lama tak membalas pesanku. Aduh, jauh-jauh ke sini masak tidak bisa menemuinya.
Hampir setengah jam aku menunggu di depan gerbang kosnya. Aku sudah putus asa, dan ingin balik ke kos. Ia masih marah, tidak mengangkat telpon dan membalas pesanku.
Akhirnya, aku benar-benar putus asa. Kunyalakan motorku, aku sudah berniat balik ke kosku.
Namun… Saat akan ku gas motorku, kulihat Linda berjalan ke pintu gerbang. Melihatnya aku senang sekali. Namun wajahnya cemberut.
“Sayang, kangen…” kataku.
Linda diam saja. Lalu membuka pintu gerbang kosnya.
“Ayo masuk!” ucapnya, cuek.
Setelah parkir motor, aku diajak masuk ke kamarnya.
Kami pun berdua di kamar ini. Kamar ini sudah beberapa kali menjadi saksi percumbuanku dengan Linda.
Namun kali ini Linda diam saja. Dia memakai celana pendek dan kaos oblong warna putih. Kulihat dia tidak memakai BH. Kelihatan putingnya nyeplak. Libido jadi naik melihatnya.
“Sayang, jangan marah ya. Di sana memang susah sinyal. Di sana itu desa terpencil,” kataku.
“Sudah jangan bahas itu lagi,” katanya.
“Sudah tidak marah kan?” tanyaku.
“Tidak,” jawabnya singkat.
Kami pun kemudian mengobrol seperti biasanya. Linda memang gini, bisa dengan mudah mood-nya berubah.
Libido pun makin naik melihatnya. Apalagi Linda sudah mulai tersenyum saat aku bekelakar di hadapannya.
Kemudian, aku mendekati dia dan memeluknya.
“Sayang kangenn…..” ucapku di telinganya. Pelukanku begitu erat. Payudara Linda sampai tergencet di dadaku.
Linda diam saja.
Kemudian kucium bibirnya. Ia membalas ciumanku. Bibir dan lidah kami pun saling beradu. Kami melepas rindu.
Bibir kami sama-sama basah. Sudah lama aku dan Linda tidak berciuman. Libidoku makin naik.
Sambil terus mencium bibirnya, tanganku kini meraba payudaranya. Tidak puas seperti itu, lalu kususupkan tanganku ke dalam kaosnya. Kini aku bisa meremas payudaranya dan memilin putingnya dengan bebas.
“SSsshhh… ahhh….” terdengar desahan dari mulut Linda di tengah ciuman kami.
Aku makin sange saja mendengarnya. Ciumanku makin lair ke mulutnya. Linda mengimbangi ciumanku, bibir dan lidahnya juga ikut bergerak.
Aku sudah tidak tahan, kini tanganku beralih ke paha mulus Linda, lalu pelan-pelan menuju ke selangkangannya.
Namun, ketika aku mau menyentuh vaginanya, dia memegang tanganku. Menghentikan aksiku.
“Jangan ya kalau sekarang,” ucapnya. Aku kecewa. Padahal kami sudah beberapa kali melakukan ini, kenapa kali ini Linda menolaknya.
“Ayo sayang, aku sudah tidak tahan. Kenapa?” tanyaku.
“Jangan di sini. Nanti ada ibu kos curiga, kalau lama-lama kamu di sini,” ucapnya.
“Biasanya juga lama di sini. Bahkan boleh nginap di sini,” kataku.
“Sekarang, ada aturan baru. Mulai ketat. Tamu pria sebenarnya tidak boleh masuk. Apalagi menginap,” katanya.
“Oh, ya udah bentar aja ya. Yang penting punyaku keluar.” Aku tidak tahan.
“Jangan sekarang pokoknya. Jangan di sini.” Linda menolak.
“Terus di mana, kapan?” tanyaku.
“Besok aja. Kamu pulang aja sekarang. Sebelum ibu kosku datang,” katanya. Aku kecewa.
“Ya sudah, kita ketemu besok,” pintaku.
“Iya,” jawabnya singkat.
“Padahal aku masih kangen loh, baru aja ketemu bentar,” kataku.
“Ya besok lagi ketemu,” ujarnya.
Aku pun akhirnya pamit ke Linda. Sebelum pulang, aku kembali berciuman dengannya.
1844Please respect copyright.PENANArhwO06j47r
Keesokan harinya…
1844Please respect copyright.PENANA0VMTgf7byI
Pagi-pagi sudah ku-chat Linda, aku akan mengajaknya ke beberapa tempat di Jogja hari ini sebelum balik ke desa nenek untuk melanjutkan penelitian skripsi.
Tapi… Linda tak kunjung membalas pesan yang kukirim ke dia. Saat aku telpon dia juga tidak merespon. Mungkin Linda masih tidur.
Namun hingga siang hari ia tetap tidak ada kabar. Akhirnya aku putuskan untuk ke tempat kosnya.
Aku berada di depan gerbang cukup lama. Kembali ku telpon dia, namun tetap tak diangkat.
Hingga akhirnya ada sosok ibu-ibu menemuiku. Mungkin ini ibu kosnya.
“Cari siapa mas?” tanyanya.
“Cari Linda bu, ada?” kataku.
“Dia sudah berangkat pagi tadi, entah ke mana,” jawabnya.
Ha? Linda pergi ke mana? kenapa tidak pamit ke aku? Sial.. aku pun jadi kepikiran aneh-aneh lagi tentang dia.
Aku kemudian cari makan sambil menunggu kabar darinya. Setelah makan, ia masih belum membalas pesanku. Anjing, sial, kemana sih kamu?
Setelah makan, aku cari kafe untuk menenangkan pikiran. Kupesan kopi favoritku dan membakar rokok Sampoerna.
Sudah satu jam lebih aku di sini. Aku masih menunggu kabar darinya.
Pukul 12 siang lebih, akhirnya muncul notifikasi dari Linda di ponselku.
“Maaf aku pulang mendadak. Ada urusan penting,” tulisnya.
“Urusan apa sayang, kenapa tidak bilang. Aku panik, bingung,” balasku.
“Maaf bikin kamu panik, mulai sekarang jangan cari aku,” balasnya lagi, bikin aku bingung membacanya.
“Maksudnya sayang?” aku tambah bingung.
“Sudah jangan cari aku lagi, jangan hubungi aku lagi. Kita PUTUS!” pesan dari Linda kali ini seperti begitu tajam, menusuk hatiku dengan dalam. Sakit.
“Ha? Kenapa tiba-tiba putus sayang?” tanyaku. Namun pesanku tak terkirim, hanya centang satu. Kemudian aku telpon, ponselnya tak aktif.
Nomerku diblokir? Anjing… sial… kenapa tiba-tiba begini. Pikiranku tambah kacau. Kenapa tiba-tiba memutusku?
Tak terasa air mata menetes di pipiku. Aku segera menghapusnya, takut ada pengunjung warkop ini melihat ini. Daripada menangis di sini, lebih baik aku balik ke kos.
Di kos aku seperti orang linglung. Akhirnya kuputuskan saja kembali ke desa nenek. Aku pesan tiket kereta api, nanti malam aku akan berangkat. ***1844Please respect copyright.PENANADVUfJGVo4Y