Sudah sekitar seminggu lebih diriku tak bertegur sapa dengan Rian. Setiap kali berpapasan dilorong kelas, ia seakan acuh seperti tak mengenalku. Beberapa kali kucoba untuk menyapanya, namun ia berusaha untuk menghindariku.
Akupun mulai sadar akan posisiku yang kini mulai terlupakan. Kualihkan semua kegundahan ini dengan bertemu orang-orang baru, mencari pertemanan yang setidaknya bisa menggantikan Rian untuk saat ini.
Pertemuanku pun dengan om John masih berlanjut. Kami menyepakati untuk menyempatkan diri bertemu dihari Sabtu atau Minggu. Terkadang pula diriku mengunjungi rumahnya apabila Rian dan tante Mery tak ada dirumah. Dan tentu saja kami berdua melakukan hubungan terlarang itu.
Terkadang kami bercinta tanpa kenal waktu. Beberapa ronde kami lakukan hingga sore hari. Diriku terkadang takut apabila tumpahan sperma om John didalam rahimku dapat membuatku hamil. Sehingga mau tak mau, akupun harus mengkonsumsi pil KB untuk mencegah hal buruk yang akan terjadi.
Status kamipun belum pasti, om John tak pernah mengungkapkan perasaannya terhadapku secara pasti. Kami hanya sekedar bercinta dan memuaskan diri. Aku pun tak tahu, apakah om John memiliki rasa cinta terhadapku seperti aku mencintainya? hanya dia yang tahu.
***
Sudah lewat dari Tiga Bulan. Ujian Nasionalpun telah selesai. Memasuki akhir masa sekolah, para murid dan gurupun berkumpul untuk merayakan kelulusan. Orangtua dan para wali kini diundang untuk ikut dalam perayaan itu. Beberapa dari siswa seakan ikut bersuka cita atas kelulusan mereka bersama dengan ayah dan ibunya. Aku yang tengah duduk bersama dengan Ibu, ikut serta dalam kegembiraan itu, terkecuali Rian.
Aku memperhatikannya dengan seksama, sudah hampir setengah acara dirinya masih saja sendiri. Ia terlihat bingung dan sesekali menelpon seseorang yang kuduga adalah tante Mery. "Apa yang terjadi?" tanyaku dalam hati, apakah Rian dalam masalah? Ingin diriku menghampirinya, tapi rasa bersalahku menghalangi tindakan itu. Aku hanya memperhatikannya dari jauh, sampai ketika ia tiba-tiba menatapku panik, lantas menghampiriku dengan langkah tergesa-gesa.
"Anisa! Tolong bantu aku!" pintanya merengek, sembari menggenggam kedua lenganku
"Kenapa, Rian?"
"Ayah dan Ibuku kecelakaan! Mereka sekarang ada dirumah sakit!"
Mendengar hal tersebut, diriku pun syok dan seketika menarik lengan Rian menuju parkiran sekolah, kutanyai dimana rumah sakit itu dan segera menuju dengan laju motorku.
Aku tak peduli lagi dengan acara seremonial yang masih berlangsung, Ibupun pasti mengerti dengan situasi kami sekarang. Teman-temanpun yang melihatku pasti akan mengerti dan kuharap bisa membantu ibu untuk mengantarnya pulang.
Sesampainya dirumah sakit, kamipun bergegas keruang UGD. Kutanyai para perawat disana tentang kecelakaan mobil yang tengah terjadi. Mereka menjelaskan dan menyuruh kami keruang tunggu operasi.
Wajah panik dari Rian tak sedikitpun berubah, beberapa kali ia berlalu-lalang, berdoa dan berharap bahwa kedua orang tuanya masih bisa diselamatkan.
Setelah kurang lebih Tiga jam kami menunggu, beberapa dokterpun keluar dari ruang operasi tersebut. Rian lantas menghampiri dokter itu merengek dan menanyakan perihal keadaan kedua orang tuanya.
"Tenanglah.." ujar dokter yang menangani operasi tersebut, sembari melepas masker diwajahnya.
"Operasi sudah selesai dan kami usahakan sebaik mungkin. Namun karena adanya pembuluh darah yang pecah disekitar otak, mengakibatkan orang tua anda masih belum bisa sadar dalam waktu dekat ini"
Mendengar penjelasan dokter rersebut, membuat diriku bingung. Rian pun ingin memastikan, orang tua siapa yang ia maksud, apakah ayahnya atau ibunya.
"Ibuku bagaimana, dok?!" tanya Rian, masih dalam kepanikan.
Dokter tersebut seketika diam. Lantas menggelengkan kepala. Tangannya berlalu menggenggam pundak Rian, seakan ingin menguatkan.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, nak. Tapi Ibumu sudah.." Kalimat tersebut tak sempat terucap penuh, Rian kemudian memotongnya dengan erangan, "Ibuku belum mati dokter!! ibuku masih hiduuuup!!" Dokter tersebut hanya terdiam, menyaksikan Rian tertunduk pilu.
"Ibuuuuuu...!!" teriak Rian, tangisnya pun pecah.
Aku yang ikut larut dalam keadaan tersebut, tak sadar meneteskan air mata. Kupeluk Rian dalam dekapanku, seakan berusaha menenangkannya.
***
Dihari pemakaman, Rian seakan masih belum menerima keadaan. Wajahnya lesu, matanya sayu meratapi kepergian Ibu tercintanya.
Saya tahu, keadaan ini seperti menjadi suatu dejavu bagiku. Mengingat sepeninggalnya ayah Rian, akupun juga ikut serta dalam pemakamannya.
Aku masih tetap disampingnya. Kugenggam jemari Rian, berharap kehadiranku bisa sedikit menguatkannya.
Setelah pemakaman tante Mery, Rian masih saja menyendiri dikamar. tak ada satu orangpun yang menghampiri dan menyemangatinya. Beberapa teman kantor tante Mery dan teman sekolah hanya sekadar turut berduka cita, tanpa benar-benar berduka akan hal itu.
Om John pun masih belum sadar hingga sekarang. Dirinya diagnosis oleh dokter mengalami kelumpuhan otak yang membuatnya terbaring cukup lama dirumah sakit.
Diriku seketika tertampar, "apakah semua ini adalah kutukan oleh tuhan? Tapi mengapa penderitaan ini ditimpakan oleh Rian? apa salah sahabatku? mengapa bukan aku saja yang meninggal?!" pekikku dalam hati.
Dimalam hari, setelah kuberkunjung kerumah sakit menjenguk om John, aku lantas menuju kerumah Rian. Kudapati rumah itu sepi tanpa penerangan, hanya lampu teras rumah yang menyala remang-remang.
Aku berinisiatif untuk menemui Rian, barangkali kehadiranku bisa membuatnya sedikit terobati akan kesepian yang ia alami kini. Kutekan bel pagar itu, berharap ada jawaban dari balik pintu tersebut.
"Siapa?"
"Aku teman Rian" jawabku.
"Rian tak ada dirumah"
"Dia pergi kemana?" tanyaku penasaran. Aku tahu bahwa Rian mungkin saja ada dirumah namun menghindariku.
"Tolong katakan bahwa Anisa mencarinya" tegasku kemudian, berharap Rian mendengarnya dan dapat merespon kehadiranku.
"Baik..."
Tak menjelang berapa lama, suara lelaki yang kukenalpun menjawab, "Masuklah, aku ada dihalaman belakang"
Pintu pagarpun bergeser dengan sendirinya, mempersilahkan diriku masuk untuk menemui sahabatku.
Sesampainya dihalaman belakang, kudapati Rian tengah duduk dipinggiran kolam renang. Seakan situasi ini membuatku terharu. "Apa yang aku lakukan terhadap sahabatku ini? sungguh jahat diriku" pekikku dalam hati
Rian lantas menyadari kehadiranku, ditatapnya diriku penuh harap. Ia menjulurkan tangannya, berharap diriku datang untuk menyambutnya. kugenggam tangan Rian, lantas diriku kemudian dengan sigap memeluknya.
Aku tak ingin melepaskan sahabat karibku lagi. Aku sungguh berdosa padanya, dan biarkan masa lalu itu terkubur dalam.
Aku menemani Rian malam itu, kita mengobrol bersama hingga larut. Beberapa kali kudapati Rian mulai tersenyum disaat diriku melontarkan candaan. Aku menyayanginya, dan tak akan kusia-siakan perasaanku ini.
"Bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?" Pertanyaan Rian seketika membalikkan suasana.
"Pacar?"
"Iya! kamu punya pacar, kan.." jawab Rian, memastikan. "Apa kamu masih berhubungan dengannya?" sambungnya, penasaran.
"Aku sudah tidak berkomunikasi dengannya"
"Apa kamu meninggalkannya?"
"Tidak.."
"Ataukah dia yang meninggalkanmu?"
"Tidak! Rian, semua ini tidak seperti yang kamu kira"
Rian terdiam dengan apa yang aku katakan, raut wajahnya menampilkan ketidak tahuan tentang apa yang aku ucapkan.
"Aku tidak memiliki pacar!"
"Lantas? Apa yang kamu lakukan di penginapan waktu itu"
Aku hanya terdiam, tak menjawab. Suasana hening seketika, aku tak bisa menjelaskan kepada Rian bahwa yang aku lakukan adalah bercinta dengan ayahnya sendiri.
"Terlepas apa yang kamu lakukan waktu itu, aku masih tetap menyukaimu Nisa" Rian kemudian menatapku sembari menggenggam tanganku.
Kami berdua tersenyum dan tetesan air mata mulai membasahi pipiku.
"Apa kamu masih mencintaiku, Rian?"
Rian mengangguk perlahan.
"Apakah kamu ingin hubungan kita lebih dari sekedar teman?"
ia kembali mengangguk, kemudian disusul dengan pelukan dan ciuman di dahiku.
"Aku sangat menyayangimu, dan aku ingin kamu menjadi milikku" ucap Rian, kemudian mencium bibirku dengan lembut.
Dimalam yang dingin dan penuh haru itu, kamipun berkomitmen untuk menjadi sepasang kekasih. Batasan persahabatan kita sudah terlepas, kini Rian sudah resmi menjadi milikku.
Bersambung...
72Please respect copyright.PENANAS57YVW3exZ
ns 15.158.61.8da2