Hanan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah, tubuhnya yang atletis terbalut handuk dan hanya menutupi bagian perut hingga bawah tubuhnya saja. Di atas ranjang, terlihat istrinya Naila masih terlelap dalam keadaan telanjang bulat. Hanan tersenyum mengingat bagaimana semalam mereka berdua habis-habisan meneguk nikmat birahi setelah hampir dua minggu lamanya tak bertemu karena Hanan harus menyelesaikan proyek kantornya di luar pulau.
Hanan dan Naila sudah menikah hampir dua tahun, pernikahan mereka sejauh ini berjalan sangat lancar dan jauh dari pertengkaran hebat. Riak-riak kecil akibat perdebatan di dalam rumah tangga selalu bisa mereka selesaikan dengan baik. Tak heran jika mereka berdua bisa begitu saling memahami satu sama lain karena sebelum menikah, Hanan dan Naila sudah menjalin kasih hampir lima tahun lamanya. Bukan waktu yang pendek untuk bisa menyelami karakter masing-masing.
Satu-satunya hal yang perlu dikhawatirkan oleh Hanan saat ini adalah beban pekerjaannya. Sejak dipindah ke divisi logistik, pria berkacamata itu harus sering keluar kota atau bahkan keluar pulau untuk mengecek kelancaran distribusi barang. Tak jarang dia harus meninggalkan Naila untuk waktu yang cukup lama. Meskipun istrinya sama sekali tak mempermaslahkan hal tersebut dan bisa menerima keadaan tapi tetap saja adanya jarak membuat Hanan kadang sering merasakan perasaan was-was.
Naila sendiri juga bukan tanpa pekerjaan, wanita bertubuh sintal itu adalah seorang dosen di salah satu universitas negeri. Kesiibukannya sebagai pengajar di kampus membuat rasa sepi akibat ditinggal Hanan bisa sedikit teralihkan. Naila juga tak pernah memprotes beban pekerjaan baru suaminya, wanita yang selalu berpenampilan tertutup itu justru sangat mendukung Hanan selama ini.
Suara alarm berbunyi pelan, sinar matahari masuk melalui tirai kamar. Sang istri, Naila, perlahan membuka matanya dan mendapati suaminya, Hanan, sudah menatapnya dengan senyum lembut. Naila merenggangkan tubuhnya setelah terjaga. Dua tangannya terangkat ke atas, kemudian beringsut mendekati Hanan yang duduk di tepi ranjang.
"Kenapa kamu bangun lebih dulu? Biasanya aku yang bangunin kamu." Tanya Naila sambil memeluk mesra tubuh suaminya. Hanan tersenyum.
"Hari ini aku pengen jadi yang pertama lihat kamu bangun. Kamu cantik banget waktu tidur." Naila tersipu, menarik selimut ke atas wajah.
"Ah, jangan gombal pagi-pagi, malu tau!" Hanan tertawa kecil, menarik selimut Naila perlahan
"Serius. Aku lihat kamu tidur kayak bayi tadi. Rasanya damai banget. Aku pikir, ini alasan kenapa aku pengen selalu bangun di samping kamu." Naila tersenyum malu sambil menatap Hanan.
"Kamu romantis banget pagi ini. Ada apa? Nyari izin buat beli sesuatu, ya?" Tanya Naila dengan ekspresi menyelidik. Hanan tersenyum lebar.
"Nggak, kok. Aku cuma bersyukur punya kamu di hidupku. Setiap pagi bangun bareng kamu tuh hadiah buat aku." Naila memegang pipi Hanan dengan lembut. Matanya begitu teduh menyasar wajah suaminya itu.
"Aku juga bersyukur. Kadang aku pikir, kamu mimpi yang jadi kenyataan." Hanan tersenyum sebelum kemudian mengecup kening Naila
"Kalau gitu, jangan bangun dari mimpi. Biar kita jalani terus, ya, berdua." Naila tersenyum, memeluk Hanan erat seolah enggan untuk terlepas
"Iya. Kamu aja yang nggak boleh bangun terlalu cepat dari hidup kita. Aku nggak mau jalan sendirian."
"Tenang, aku di sini. Selalu. Pagi, siang, malam. Selamanya." Hanan meremas jemari Naila.
"Kalau gitu, aku maunya kita bangun pagi begini terus. Rasanya hangat." Naila makin merapatkan pelukannya pada tubuh sang suami.
"Setuju. Tapi sekarang, aku bikin kopi dulu, ya? Supaya pagi kita lebih lengkap."
"Nggak. Temenin aku di sini dulu sebentar. Kopi bisa nanti, kan?" Hanan tersenyum lembut.
"Oke. Pagi ini milik kamu, seluruhnya."
Hanan merengkuh kepala istrinya, keduanya saling bertatapan begitu dalam untuk beberapa saat, seolah sedang mengejawantahkan perasaan cinta yang membuncah tanpa batas. Kepala mereka saling mendekat, makin dekat hingga kemudian bibir keduanya sudah menempel satu sama lain.
Suara decakan lidah yang saling bertaut terdengar lirih namun sahdu. Hanan begitu telaten mengais sekaligus menguas bibir tipis Naila yang pasrah. Naila merintih, saat jemari nakal suaminya mulai merayapi tubuhnya yang telanjang bulat. Tangan kanan Hanan hinggap di payudara Naila, mengelusnya, meremas pelan lalu dilanjutkan dengan memainkan bulatan puting wanita cantik itu.
“Ouucchhhh…Sayang…” Desis Naila.
“Sakit ya?” Tanya Hanan. Naila menggeleng pelan sambil tersenyum malu-malu.
“Enggak…Enak…”
“Nakal…” Desis Hanan sebelum kembali mencumbu bibir tipis sang istri.
Cumbuan Hanan yang makin menggila lambat laun membuat birahi Naila terbakar. Tubuhnya jadi menghangat, tiap sentuhan Hanan sukses membawa nafsunya melalang buana. Tak mau kalah dalam percumbuan, Naila mendorong tubug sang suami hingga rebah di atas ranjang. Perlahan jemari lentik Naila melepas handuk yang masih melilit bagian bawah tubuh Hanan. Begitu terlepas mencuatlah batang penis sang pejantan. Sudah keras, mengacung tegak dan siap digunakan.
“Hmmm, sekarang siapa yang nakal?” goda Naila sembari meremas batang penis Hanan.
“Ouucchhh sayang…”
“Kenapa? Enak ya?”
“I-Iya..Enak banget…” Hanan mendengus, nafasnya tersenggal saat Naila mulai menggerakkan tangannya naik turun, mengocoki batang penis yang makin bengkak dan mengeras.
Naila merundukkan kepalanya hingga bibirnya berjarak begitu dekat dengan lubang kencing Hanan yang sudah mengeluarkan cairan precum. Dijilatnya batang kemaluan Hanan, dari pangkal sampai kepalanya, bolak-balik dengan lahap. Dikulum dan dihisapnya dalam-dalam, digenggam lalu dikocoknya batang itu.
Setelah itu lidahnya turun, menyapu kedua buah zakar kekasihnya dengan lembut. Dihisapnya bergantian, dimainkan kedua bola itu dengan mulutnya. Puas bermain, lidahnya kembali turun semakin ke bawah, menelisik masuk ke lubang pantat, menjilatnya dengan perlahan.
"Uuuughhh..!"
Hanan melenguh, merasakan sensasi yang begitu nikmat menjalar dari pangkal pahanya. Tangannya menjangkau, meremas kedua payudara milik Naila, yang saat ini sedang menggantung dengan sempurna.
"Jepitin pake ini sayang." Pinta Hanan.
Naila menghentikan jilatannya, lalu mengarahkan batang itu ke dadanya. Tangannya menekan kedua sisi payudaranya, penis yang sudah sangat tegang itu kini terjepit dengan sempurna. Kemudian Naila menggerakkan payudaranya dengan tangan, ke atas dan ke bawah, berirama. Hanan hanya bisa mendesis, merasakan sensasi hangat dan kenyal yang sangat nikmat, mengurut penisnya dengan lembut.
Tak kuat menahan gairahnya yang sudah di ubun-ubun, Naila melepaskan jepitan payudaranya. Wanita cantik itu kemudian menaiki tubuh Hanan, mengangkanginya, kemudian dibimbingnya penis Hanan menuju vaginanya. Dipegangnya penis itu, lalu digesek-gesekkan ujungnya di bibir kemaluannya yang sudah basah. Ditekannya batang itu dengan perlahan.
"Aaaaahhh....." Desah Naila, saat ujung penis itu ambles, menembus lubang vaginanya.
Ditekannya kembali, hingga batang tersebut tak lagi kelihatan, masuk, terjepit seluruhnya dengan otot-otot vagina. Naila terdiam sejenak, kemudian mulai menggoyangkan pinggulnya, seperti sedang menaiki kuda.
"Eehhmmmmhhh..." Desah Naila, sambil tangannya meremas kedua gundukan montok miliknya. Hanan hanya bisa pasrah, keenakan, merasakan sensasi hisapan vagina istrinya yang memijat dan mengurut batang penis.
"Ouuchhh! Pinter banget kamu sayang!” Lenguh Hanan di tengah gempuran Naila yang begitu bersemangat.
“Enak ya?” Goda Naila sambil terus menggoyang penis Hanan dari atas.
“I-Iya sayang…Legit banget memekmu!”
Naila menggerakkan pinggulnya makin cepat, maju dan mundur, naik dan turun. Payudaranya berayun-ayun bergerak mengikuti irama goyangannya. Melihat hal itu, tangan Hanan tak tinggal diam. Dicengkramnya payudara besar itu dengan gemas, membuat Naila semakin beringas.
"Aaaaakkhhh! Aaaahhkkk! Haaahhhhsss!” Satu hentakan, diiringi dengan getaran hebat. Naila mengejang, tubuhnya dilanda kenikmatan orgasme yang barusan dialaminya. Mulutnya menganga, sampai liurnya menetes beberapa.
"Eeeemmmhhhhh..." Lalu Naila ambruk, tepat di atas badan suaminya. Tenaganya terkuras, lemas, tapi ia sangat menikmatinya.
Hanan segera memutar posisi, dibaliknya tubuh Naila tanpa melepas batang penisnya, kali ini dia yang di atas, memegang kendali permainan. Tak memberikan waktu bagi Naila untuk istirahat, Hanan langsung menghujami lubang vagina Naila, dengan sodokan dari batang penisnya secara bertubi-tubi. Bunyi vagina becek yang tercipta saat bersenggama, memenuhi kamar. Naila semakin meracau, tak karuan.
"Oouughhh..!! Sayaaang, penis kamu enak bangeett.. Eeeemmmmhhh!!"
"Suka ya? Hah? Kamu suka diapain?"
"Sukaa banget! Aku suka di entotin kamuuh sayanghh.. Aaagghh!"
Kalimat demi kalimat jorok nan vulgar yang keluar dari mulut Naila, membuat Hanan makin menjadi-jadi. Sodokannya semakin kencang. Naila hanya bisa pasrah keenakan, kedua tangannya ke atas, mencengkram bantal, membuat kedua payudara besarnya bergerak dengan bebas. Melihat hal itu, Hanan kian bernafsu. Ditamparnya kedua payudara besar itu dengan keras, dicengkeram, lalu digoyang-goyangkannya bersamaan.
Setelah itu, dicumbuinya ketiak Naila. Aroma feromon yang menguap dari keringat di ketiak Naila, semakin membuatnya bergairah. Pinggulnya masih terus bergerak, sementara lidahnya menjilat setiap jengkal, dari ketiak putih dengan bulu-bulu jarang, milik Naila. Dijilatnya kiri dan kanan, bergantian.
"Eeeegghhh...! Aku mau.. Aku mau keluar sayang…" Bisiknya, dengan terengah-engah, di telinga Naila.
"Iyah.. Iyah sayang.. Keluarin, keluarin yang banyak biar kamu puas. Uuuughhhhh..!" Ujar Naila.
Penis Hanan terasa semakin keras, sedangkan jepitan vagina Naila semakin mencengkram erat. Gerakan pinggul Hanan makin cepat, jauh lebih cepat dari sebelumnya.
"Aaaaagghhhh..!! Fuck!!! Enaakkk bangeeeeet, ngentot!" Naila tidak tahan untuk tak berteriak, bola matanya berputar, menyisakan warna putih saja di kedua kelopak matanya. kemudian disusul dengan lenguhan panjang dari Hanan,
"Ouuuugghhhh... Oooough!!!" Tubuh Hanan bergetar, semburan demi semburan cairan hangat dari penisnya, memenuhi lubang kenikmatan milik Naila.
Dibiarkannya penis Hanan tetap tertancap di dalam, sementara otot-otot dinding vagina Naila mengurut penis itu, seakan ingin menguras habis setiap tetes sperma yang masih tersisa di salurannya. Mereka berdua terkulai lemas.
“Hahhhhhh! Gila, kamu hot banget sayang.” Puji Hanan sembari menikmati sisa-sisa orgasme.
“Kamu juga hebat, enak banget. Aku puas.” Balas Naila. Wanita itu kemudian memeluk tubuh Hanan sebelum kemudian mengecup pipi sang suami.
“Aku mandi dulu ya, ada jadwal kelas pagi.” Kata Naila beberapa saat kemudian.
“Mau mandi bareng?” Tawar Hanan sambil tersenyum lebar.
“Iiihhh genit, kalo kamu ikut mandi nanti bakalan lama. Aku nggak mau dicap sebagai dosen tukang ngaret.”
“Hehehehe, okey sayang.”
Naila kembali mengecup bibir suaminya sebelum kemudian beranjak dari atas ranjang dan melangkah menuju kamar mandi. Sesaat Hanan masih terlentang di ranjang, matanya menatapi plafon kamar sembari menikmati sisa-sisa persetubuhannya dengan Naila. Namun perhatian Hanan teralihkan ketika suara ponsel istrinya berdering. Sebuah pesan masuk.
Tak seperti biasanya, Hanan tergelitik untuk melihat ponsel istrinya. Pria itu kemudian beranjak mendekati meja kecil yang berada di samping ranjang, tempat dimana ponsel Naila tergeletak. Layar ponsel masih menyala dengan sebuah notifikasi dari sebuah nomor yang diberi nama “Arga Kampus”.
Hanan meraih ponsel istrinya, sesaat dia melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup diiringi suara gemercik air dari sana. Hanan ragu, namun rasa penasarannya sedang berkecamuk di dalam dadanya. Hanan ragu sejenak, merasa bersalah untuk mencurigai wanita yang selama ini ia cintai. Namun, dorongan kuat untuk mencari kebenaran akhirnya mengalahkan keraguannya.
Bukan masalah besar baginya untuk membuka kunci layar ponsel Naila, sebuah angka kombinasi hari ulang tahun pernikahan mereka berdua diketikkan oleh Hanan lalu dia mulai bisa mengakses seluruh isi ponsel sang istri. Dengan tangan gemetar, Hanan membuka ponsel Naila yang tidak terkunci. Pria itu membuka isi pesan dari sosok bernama “Arga Kampus”.
“Selamat pagi Bu Dosenku yang paling cantik. Aku udah booking di hotel biasanya ya, aku udah nggak sabar ketemu kamu lagi.”
Membaca pesan itu sontak membuat dada Hanan bergemuruh. Bukan sebuah pesan biasa karena “Arga Kampus” juga tak lupa menyematkan sebuah emoticon ciuman dan gambar hati. Jantung Hanan berdegup kencang, seperti akan melompat keluar dari dadanya. Ia kembali membaca pesan singkat itu berulang kali hanya untuk memastikan kebenaran dari apa yang dilihatnya saat ini.
Setelah berhasil menguasai dirinya sendiri, Hanan menggerakkan jarinya di atas layar ponsel. Mencari percakapan lainnya antara Naila dan sosok bernama “Arga Kampus” ini. Sayangnya selain chatt singkat barusan taka ada lagi percakapan lain yang tersimpan. Hanan yakin jika istrinya sudah menghapus semuanya. Tak berhenti sampai di situ saja, Hanan mengalihkan penyelidikannya pada isi galery ponsel. Satu persatu foto dan video yang tersimpan dilihat oleh Hanan dan hasilnya juga sama, tak ada bukti kongkrit tentang perselingkuhan Naila.
Hanan buru-buru meletakkan kembali ponsel Naila ke atas meja ketika mendengar gagang pintu kamar mandi berderit. Tak lama Naila muncul dari dalam kamar mandi dengan hanya berbalut handuk. Wanita cantik itu tersenyum manis melihat Hanan yang duduk di tepian ranjang.
“Kamu kenapa? Kok tiba-tiba bengong?” Tanya Naila yang tak mengetahui jika Hanan baru saja melihat isi ponselnya.
“Nggak apa-apa kok.” Jawab Hanan singkat.
Pria itu masih belum bisa meyakini jika istrinya telah bermain gila bersama pria lain. Hanan tidak ingin memancing keributan sebelum mendapatkan bukti nyata tentang perselingkuhan Naila.
“Aku mandi dulu deh.” Hanan bangkit dari duduknya kemudian melangkah melewati Naila yang masih bingung dengan sikap dingin tiba-tiba dari sang suami.
4520Please respect copyright.PENANAIHASlrPNe9
BERSAMBUNG
Cerita "SETUBUHI RAGA ISTRIKU" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI
ns 15.158.61.51da2