Arga rebah di samping tubuh Naila, nafasnya tersenggal beberapa kali setelah mendapat ejakulasi. Setelah berhasil menguasai dirinya sendiri, Naila bangkit duduk. Kedua pahanya mengangkang lebar, terlihat dari celah sempit vagina wanita cantik itu meluber sperma yang baru saja disemprotkan oleh penis Arga.
“iihhhh…Kenapa dikeluarin di dalem sih?” Gerutu Naila, ujung jarinya coba mencolek tetesan sperma dari liang senggamanya.
“Hehehehehe, maaf sayang. Udah nggak tahan tadi.”
“Nakal banget!” Naila mencubit gemas pipi Arga. Pria muda itu langsung mendekapnya, memeluknya dengan hangat.
“Sayang, apa kamu nggak bosen hubungan kita kayak gini-gini aja?”
“Maksudmu apa? Kamu tau kan kalo aku sudah bersuami. Jangan bilang kamu ingin aku cerai dengan suamiku.” Ujar Naila tegas.
“Hehehehehe, bukan itu maksudku sayang.” Arga tertawa kecil, pandangannya menerawang ke langit-langit kamar.
“Aku mau jujur, tapi kamu harus janji nggak akan marah setelah mendengarnya.” Perhatian Naila kini benar-benar teralihkan. Ucapan Arga terdengar begitu serius hingga membuatnya lupa jika belum membersihkan sisa sperma pria muda itu di dalam rahimnya.
“Kamu mau jujur soal apa?” Tanya Naila dengan ekspresi menyelidik.
“Janji dulu, kamu nggak akan marah.”
“Iya janji.” Arga melepas dekapannya dari tubuh Naila. Pria muda itu kemudian mengambil posisi duduk bersandar pada bagian ujung ranjang.
“Hmmm, hampir setiap malam aku selalu membayangkan kamu disetubuhi suamimu. Membayangkan kamu melayani penis lain selain penisku menimbulkan sensasi aneh. Bukan aneh dalam artian yang jelek, tapi aneh yang membuatku penasaran.”
“Penasaran gimana maksudmu?”
“Ya, aku merasa cemburu dan…” Arga tak melanjutkan kalimatnya. Sejenak dia memandangi wajah Naila yang makin penasaran.
“Dan apa?” Cerca Naila tak sabaran.
“Ehmmm, dan aku terangsang.” Arga memanti reaksi yang akan diberikan oleh Naila, pria muda itu bahkan sudah siap jika akhirnya Naila mendampratnya habis-habisan setelah ini.
“Hahahahaha! Kamu ini aneh-aneh aja! Kebanyakan nonton bokep Jepang ya kamu? Hayo nagku kamu!” Diluar dugaan Arga, Naila justru tertawa cukup keras setelah mendengar penjelasannya.
“Aku serius.” Ujar Arga sembari memegang tangan Naila.
“Jadi kamu mau melihatku bersetubuh dengan suamiku? Sudah gila kamu? Mana mungkin bisa kayak gitu ih?” Cerocos Naila.
“Nggak harus dengan suamimu.” Naila seketika menatap tajam wajah Arga.
“Maksudmu kamu mau aku tidur dengan laki-laki lain???” Suara Naila berubah jadi meninggi. Arga berusaha untuk tetap tenang.
“Tenang dulu, kan kamu tadi janji nggak bakal marah.”
“Ok aku nggak marah sekarang.” Ujar Naila meskipun masih dengan raut wajah cemberut.
“Kamu tau kan kalo aku sangat mencintaimu? Meskipun kamu sekarang sudah bersuami, aku tetap mencintaimu dan nggak menjalin hubungan dengan wanita lain. Yang aku omongin tadi bukan bermaksud untuk memaksamu melakukan sesuatu yang nggak kamu suka, tapi aku cuma mau jujur tentang fantasiku sama kamu Nai. Nggak ada maksud apa-apa.” Kata Arga menjelaskan panjang lebar.
“Jadi kalo aku nggak mau, kamu nggak apa-apa kan?” Naila bertanya balik. Arga memaksakan senyumnya.
“Ya nggak apa-apa sih…”
“Tuh kan, sekarang ganti kamu yang kayak gitu.”
“Kayak gitu gimana?” Tanya Arga.
“Ya kayak gitu, nggak suka sama jawabanku.”
“Nggak kok sayang, aku nggak apa-apa.” Arga berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Sejenak ada keheningan di antara pasangan selingkuh ini, tak ada kata yang terucap dari bibir mereka.
“Kamu udah bosen ya dengan hubungan kita?” Suara Naila memecah keheningan.
“Iya, aku bosen selalu jadi pilihan yang kedua saat suamimu pulang.” Suara Arga sedikit serak. Naila merapat ke tubuh pria muda itu.
“Maafin aku ya, kita sama-sama tau konsekuensi dari hubungan ini. Tapi tolong jangan pernah bosen sekarang karena aku membutuhkanmu.” Kata Naila. Arga menghela nafas panjang sebelum kemudian mendekap tubuh wanita cantik itu.
“Kamu nggak perlu minta maaf sendirian, kita berdua yang salah. Aku yang lebih dulu jatuh cinta padamu.” Dada Naila berdebar kencang, tiap kata romantis yang keluar dari bibir Arga seolah jadi candu.
“Ehmmm, kalo aku turutin fantasimu apa yang akan terjadi kemudian?” Arga terperanjat, wajahnya jadi kembali bersemangat.
“Ka-Kamu serius??”
“Yeeee, langsung semangat dia. Huuuu, dasar ABG gampang ngambekan.” Ledek Naila sembari tertawa.
“Jawab dulu dong sayang, kamu beneran mau?” Arga terlihat makin tak sabaran.
“Tergantung, kamu tau kan aku nggak pernah kayak gitu. Jadi aku harus tau bagaimana detailnya, siapa prianya, dan yang paling penting aku harus nyaman dengan itu semua.” Ujar Naila yang langsung disambut pelukan mesra Arga.
“Terimakasih sayang! Terima kasih banget! Kamu memang selalu bisa ngertiin aku!” Pekik Arga penuh kegembiraan.
294Please respect copyright.PENANAGx1ci4w59F
***
294Please respect copyright.PENANAM40dNvyuim
Di luar matahari masih gagah menyinari dunia, sebagaian besar penduduk kota kuga sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tapi di klub Lumière, salah satu tempat paling eksklusif di kota, ada kehidupan lain yang tak banyak diketahui oleh orang. Musik bass yang dalam bergetar, menembus dinding kaca besar yang membatasi dunia luar dengan dunia dalam yang penuh kilau dan gemerlap. Rangkaian lampu sorot berputar, memantulkan bayangan yang berubah-ubah di setiap sudut. Di dalam, atmosfernya terasa seperti mimpi yang tak pernah ingin berakhir, di mana waktu seolah berhenti.
294Please respect copyright.PENANAIAq2g6RrIX
Genta dan Hanan sudah berdiri di depan sebuah pintu dengan tulisan VVIP di bagian atasnya, memandang sekeliling dengan tatapan tajam. Genta, dengan penampilannya yang selalu terawat, mengenakan jas hitam yang sempurna, rambutnya disisir rapi memberi kesan ketenangan yang dingin. Sementara Hanan, tak kalah menonjol dengan jaket kulit hitam dan celana jeans yang dipadu dengan sepatu bot tegas. Wajah mereka tenang tak menunjukkan tanda-tanda kegugupan, mungkin hanya Hanan yang terlihat sedikit canggung karena ini pertama kalinya menginjakkan kaki ke dalam dunia yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-hari.
Di depan mereka, dua orang pria yang mengenakan setelan hitam dan kacamata hitam berdiri di sisi pintu masuk. Mereka adalah petugas keamanan klub yang sudah terlatih, pandangannya tajam, dan gerakan mereka serba hati-hati. Hanan melirik ke arah Genta, lalu melangkah lebih dekat ke pintu, sementara Genta tetap tenang, seolah sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Hanan berbisik dengan nada setengah penasaran.
"Kamu yakin kita bisa masuk ke sini? Ini bukan tempat sembarangan.” Genta menatap pintu masuk dengan tatapan tenang, lalu memandang Hanan dengan senyum tipis.
"Di dunia ini akses lebih penting daripada sekadar uang atau ketenaran. Begitu kita punya kunci, pintu apapun akan terbuka."
Mereka berdua melangkah maju. Genta meletakkan tangan di saku jas, sementara Hanan berusaha sedikit lebih rileks meskipun matanya terus bergerak mengamati suasana yang sangat berbeda. Genta seolah telah mempersiapkan semuanya. Sekarang, mereka berdiri tepat di depan dua petugas keamanan yang masih menatap mereka dengan ragu, melihat ke arah kartu VIP yang dipegang Genta. Pria itu mengangkat tangannya, kartu itu memantulkan cahaya dalam kilatan logam. Salah satu petugas keamanan melirik kartu, kemudian menatap Genta dan Hanan dengan kewaspadaan.
"Kartu ini sah. Tapi, Anda tahu di mana Anda berada, kan?" Genta tersenyum sedikit, suaranya tenang namun penuh kepastian.
"Tentu saja. Kami hanya ingin menikmati hari yang berbeda."
Petugas itu membuka sedikit jalan, memberi isyarat dengan tangan. Pintu otomatis klub terbuka perlahan, dan dengan suara gemuruh musik yang mulai menguasai ruangan, mereka melangkah masuk. Begitu kaki mereka menjejakkan tanah di dalam ruangan, dunia luar seolah menghilang. Lampu-lampu berkilau di sepanjang langit-langit tinggi, menari seiring dengan irama musik elektronik yang berdebar-debar.
Di dalam, suasana penuh dengan orang-orang berpakaian mewah, beberapa dengan gelas champagne di tangan, sementara yang lainnya duduk di meja-meja yang tertata rapi di sisi ruang, bercakap-cakap dengan gaya hidup yang hanya bisa dijangkau oleh segelintir orang.
Genta dan Hanan berjalan perlahan menuju pintu berlapis besi yang terletak di belakang bar utama, pintu yang hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki izin khusus. Seiring mereka mendekat, suasana seakan semakin tegang. Semua orang yang ada di ruang utama menatap sekilas ke arah mereka, beberapa dari mereka mengenali Genta. Pintu itu terbuat dari kaca gelap, dengan pengaman otomatis yang hanya bisa dibuka oleh kode tertentu.
“Kita mau masuk kemana lagi bro?” Hanan berbisik dengan sedikit cemas, namun mencoba tetap tenang.
“Sebentar lagi kamu akan tau bro. Tenang aja, setelah ini aku jamin kamu pasti happy.” Jawab Genta dengan senyum datar.
Begitu mereka sampai di depan pintu, Genta mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan beberapa kode yang hanya diketahui oleh beberapa orang di luar sana. Beberapa detik berlalu, dan pintu kaca itu terbuka perlahan, memperlihatkan lorong sempit yang mengarah ke ruang VVIP yang tersembunyi.
Suasana berubah seketika. Musik luar terdengar samar, dan yang terdengar sekarang adalah bisikan suara-suara yang lebih pribadi, lebih misterius. Hanan menggigit bibir, merasa ada sesuatu yang aneh. Genta melangkah pertama kali memasuki lorong, dengan percaya diri.
"Asal kamu tau bro, banyak orang ingin berada di sini, tapi hanya sedikit yang benar-benar tahu cara memasuki ruangan ini. Yang penting bukan hanya siapa kita di luar, tapi siapa kita di dalam." Kata Genta.
Mereka melangkah lebih dalam, menuju ruang VVIP yang terletak di ujung lorong. Begitu pintu besi terbuka, suasana di dalam semakin terasa eksklusif. Ruangan itu diterangi cahaya lembut yang memantulkan warna keemasan dari dinding, dengan dekorasi yang mengutamakan kesan mewah tanpa berlebihan.
Sebuah bar panjang dengan berbagai pilihan minuman mewah terhampar di sisi kiri ruangan. Di tengah ruangan, beberapa sofa kulit hitam mewah dengan meja marmer putih tampak dikelilingi oleh orang-orang yang jelas berasal dari kalangan elit, bisnisman, selebritas, dan orang-orang dengan pengaruh besar. Genta dan Hanan berdiri sejenak di pintu, membiarkan mata mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini. Mereka tak terburu-buru, mereka tahu ini adalah dunia yang sudah menunggu mereka.
"Selamat datang bro, di sini, kita bukan sekadar tamu. Kita adalah bagian dari permainan."
Mereka melangkah masuk, dan seiring pintu tertutup perlahan di belakang mereka, dunia luar terasa semakin jauh. Di balik pintu VVIP ini, mereka tahu, adalah tempat di mana peraturan tak lagi sama.
294Please respect copyright.PENANAimcpj3HdFS
BERSAMBUNG
Cerita "SETUBUHI RAGA ISTRIKU" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan di KLIK INI
ns 15.158.61.46da2