
12 hari yang lalu, aku dijemput Mas Danang. Tepat di depan kantor tempat interview keduaku, yang berada di daerah Gandaria. Saat itu aku tidak mendapatkan tawaran khusus, dari perusahaan kedua yang menginterview aku. Jadi aku memang harus terima tawaran Pak Alex.
Aku berjalan dari parkiran gedung, menuju ke depan gedung. Dan di sana sudah ada Mas Danang, yang menggunakan attribute ojek online. Duduk di atas motor, menungguku datang dan mendekatinya. Aku mempercepat jalanku, untuk segera memanggil dan nyapa dia.
“Mas Danang? Gimana kabarnya, Mas? Yaa ampun, sekarang tambah gendut perutnya, hahaha. Maaf yaa, Mas. Kamu harus nunggu lama, soalnya tadi interviewnya memang lama banget.” Aku salim dan cium tangan Mas Danang, karena dalam keluarga besar dia itu kakak.
“Ohh? Gak masalah, tenang aja. Kamu sekarang tambah cantik aja, Ra? Pangling Mas ngeliat kamu. Sekarang kulitnya makin putih, wajahnya tambah cantik. Perawatan mahal yaa kamu? Gak perawatan aja kamu dasarnya emang udah cantik,” jawabnya memuji fisikku.
Aku sudah menduganya, Mas Danang akan langsung melihat penampilanku yang sekarang. Aku tersenyum manis, sambil mengibas rambut ke arah kanan. “Iyaa dong, Mas. Suami aku kan orang kaya, sekarang dia punya perusahaan sendiri. Tapi sayang aku lagi hamil.”
Mas Danang mengangguk pelan, dia sudah mendengar ceritaku dari beberapa hari yang lalu. “Iyaa, Mas ngerti kok. Memang kurang ajar Fahrul itu, Mas aja gak berusaha menyentuh kamu. Setelah kamu menikah, Mas berusaha untuk gak deketin kamu. Meskipun kita 1 kota.”
“Iyaa, Mas. Sekarang aku hamil anaknya Mas Fahrul. Dan aku ngerasa gak enak, kalo tetap menetap di rumah Mas Gema. Sedangkan aku hamil anak orang lain. Jadi aku numpang ya Mas barang seminggu,” mohonku sambil naik ke atas motor, dan memakai helm ojek online.
“Iyaa gak masalah, yang penting Mas dikasih jatah esek esek aja, hahaha. Lagi pula kamu lagi hamil kan? Jadi gak perlu takut kamu hamil lagi. Bisa crot dalam sepuasnya ini, Mas. Iyaudah yuk kita pulang dulu. Biar kamu bisa istirahat,” jawabnya yang langsung tancap gas.
Sepanjang perjalanan, aku memeluk Mas Danang dengan erat. Aku tempelkan payudaraku di punggungnya. Mungkin hanya sebatas ini saja, aku bisa berbalas budi dan berterima kasih. Karena bagaimana pun, aku akan tinggal dengan Mas Danang cukup lama.
Dan tentunya akan banyak merepotkan Mas Danang. Setelah menempuh 30 menit perjalanan. Aku akhirnya sampai di sebuah kontrakan tingkat tiga. Kontrakan yang masih jauh lebih bagus, ketimbang kontrakan yang dihuni sama Rini dan Bima. Ini terlihat jauh lebih baik.
Kontrakannya Mas Danang ada di lantai dua, dan saat tiba di depan pintu kamar kontrakannya. Mas Danang langsung disapa, oleh seorang pria yang tinggal di samping kamarnya. “Weess? Bawa bini dari kampung, Nang? Bini lu cakep amat, bukan bini lu ini mah!”
Mas Danang tersenyum, dan kemudian dia tertawa kecil dengan pria itu. “Hahaha, ada-ada aja lu mah. Ini adek sepupu gua, namanya Zahra Rahmayanti. Zahra kenalin, ini namanya Mas Dodit. Dia umurnya sudah 33 tahun, dia kerja sebagai ojek online juga. Temang Mas ini.”
“Ohh, iyaa. Namaku Zahra, salam kenal Mas Dodit. Aku mungkin akan cukup lama numpang tinggal di sini. Soalnya aku baru aja interview, baru dapet kerja. Nanti setelah 1 atau 2 bulan. Baru aku pindah dari sini,” ucapku memperkenalkan siapa diriku, dan tujuanku di sini.
“Ohh, siaap, Mbak Zahra. Tenang aja di sini mah aman. Meskipun harga kontrakannya murah, tapi kualitasnya apik tenan. Semoga betah di sini yaa. Biar gak butek ngeliat laki terus setiap hari di sini, hahaha.” Mas Dodit sosok yang sangat ramah, dia juga sangat humoris.
Mas Danang membuka pintu kamarnya, dan setelah kami segera masuk. Di sana, aku melihat kontrakan Mas Danang. Yang kontrakan 3 petak biasa, tapi di sini lebih luas, dan tidak terlalu banyak barang. Ada dapurnya juga, dan dapurnya cukup luas. Ada kamar mandi satu.
Dan tempat tidur di ruang tengah, yang juga sebagai ruang nonton tv. “Iyaa, hanya begini saja kontrkaan tempat tinggal Mas di Jakarta. Hahaha, gak sebesar rumah istanamu toh? Yang ada di daerah Pondok Pinang itu? Kalo mau mandi ada di belakang, udah kamu istirahat.”
Aku saat itu duduk di atas kasur, dan melihat semua bagian kontrakan ini sudah tersusun rapi. Naahh, tempat tinggal seperti ini yang enak. Gak besar gak masalah, yang penting rapi. “Mantep banget kamarnya, Mas. Seenggaknya bersih dan rapi, aku cukup nyaman di sini.”
Aku perlahan melepaskan jas abu-abu, yang aku gunakan saat interview. Menyisakan kemeja warna putih, dan rok warna hitam pendek selutut. Mas Danang langsung geleng-geleng kepala. Matanya terfokus ke kedua buah dadaku, yang menonjol di balik kemeja warna putihku.
“Haduuh, nantang banget ini. Mas padahal rencananya mau langsung cabut lagi. Mau langsung narik buat biayain anak dan istri di kampung. Tapi kalo kaya begini, bisa beda cerita ini sih.” Matanya menatap mesum, bibirnya tersenyum kegirangan, aku balas dengan senyuman.
“Pegang, Mas. Remas jika kamu memang ingin meremasnya. Selama aku di sini, aku adalah milik kamu.” Aku buka kancing kemeja putihku dengan perlahan, satu demi satu terlepas dengan perlahan. Semakin ke bawah kancing yang aku lepas, semakin bra warna merah tuaku.
Terpampang nyata di hadapan pria berusia 32 tahun itu. Aku lepaskan kemejaku sepenuhnya, hingga sekarang hanya tersisa bra warna merah tua. Beserta rok warna hitam pekat, yang menempel di seluruh tubuhku. Mas Danang juga melepas jaket ojek onlinenya itu.
Dilepas satu persatu pakaiannya, sampai dia telanjang dada di hadapanku. Bulu dadanya yang lebat, perutnya yang buncit, dan bahunya yang menurun. Terlihat semuanya dengan jelas di mataku. Secara mendadak, layaknya kucing yang lapar. Mas Danang mencengkram kuat.
Kedua payudaraku, yang masih terbungkus bra warna merah ini. Direbahkan tubuhku olehnya, sampai kulit punggungku langsung menyentuh kasur. Telentang aku tepat di hadapannya, sambil bibirnya menyerang leher sebelah kananku. Dijilatinya, dikecup lembut.
Dia sudah mahir melakukan hal ini, dialah sang penakluk wanita. Yang merenggut keperawanan, seluruh saudara perempuanku. Baik itu saudara kandung, saudara sepupu, ataupun saudara tiri. Kedua tangannya menopang di kedua payudaraku, lidahnya menari lincah.
Dihisapnya belakang telinga kananku, dengan lembut namun terasa kuat. Membangunkan bulu jaketku, merangsang hasratku, mempercepat detak jantungku, dan meningkatkan gairahku. “Aaahhh, Maas. Kamu nakal, baru dateng sudah diserang sama kamu.”
Mulutnya diam, tak bicara, tak membalas perkataanku sepatah pun. Bibir fokus menjilati belakang telingaku, kedua tangannya fokus, meremas kedua payudaraku. Mas Danang terlihat mulai tak sabar, bra berwarna merah tuaku ini. Disingkap olehnya ke atas sampai terlepas.
Payudaraku yang berukuran 38B ini, langsung mencuat keluar bebas. Laksana burung yang lepas dari sangkarnya, kedua putingku sudah mengeras. Sungguh, tak sampai 5 menit, aku sudah berada di dalam kendalinya. Meski hanya seorang ojek online, namun dia sangat lihai.
Kedua jarinya yang kasar itu, menyentuh kedua putingku yang tegang. Akhirnya setelah sekian lama, putingku bertemu dengan jari hitam dan kasarnya itu. Disentuh lembut, dengan sedikit penekanan, dengan perlahan diputar ke arah dalam. Sampai payudaraku ikut bergerak.
Mengikuti arah jari telunjuknya berputar, leher sebelah kananku semakin terasa basah. Tercium aroma air liur lelaki, yang tercampur dengan aroma tembakau rokok. Baunya sangat ciri khas, semerbak sedikit menganggu. Namun aku berusaha membiasakan diriku saat itu.
Hasratku, yang sudah meninggi tak terbendung lagi. Mengalahkan rasa jijik, akan aroma air liurnya yang tercampur rokok. Sampai akhirnya, perlahan jilatan lidahnya bergerak merangsang sampai ke leher depan. Dua rangsangan aku terima, aku semakin tak berdaya lagi.
“Aaahhh… Mass… Cepat hisap putingku. Aku sudah gak kuat, aku kangen dengan hisapan bibir dan permainan lidahmu,” pintaku dengan nafas yang memburu. Namun Mas Danang, seolah memilih alur permainannya sendiri. Dia lebih tau, cara membuat aku tunduk.
Dan tak kusangka, jilatannya perlahan naik dengan berkala. Mendaki leher depanku, melewati daguku yang sedikit lancip, dan berakhir di bibirku. Seketika bibirnya yang hitam itu, menyentuh bibir merahku. Dikecup dengan lembut awalnya, seiring dengan permainan jarinya.
Mulai berubah dan berganti, dari menekan putingku dan diputar melingkar keluar. Sekarang jarinya bergerak naik turun, menggesek putingku yang semakin tegang. Bibirku disantap dengan lahap olehnya, lidahnya yang panjang itu, masuk ke dalam rongga mulutku.
Mencari keberadaan lidahku, namun tanpa perlu bersusah payah, dia langsung menemukannya. Karena aku juga ikut mengangkat lidahku, menyentuh ujung lidahnya dengan ujung lidahku. Mataku seketika terpejam, menikmati lidah kami yang saling bertemu beradu.
Laksana sebuah pedang, lidah kami bertemu dan beradu dengan lincahnya. Selalu berhasil aku temukan lidahnya, aku apit lidah kakak sepupuku it dengan gigiku. Aku gigit lembut, dan aku hisap lidah merah lunak itu. Air liur Mas Danang ikut mengalir masuk ke mulut.
Seiring dengan hisapan kuat, yang aku lancarkan di lidahnya. Aku telan air liurnya yang masuk ke dalam mulutku. Dan aku hisap terus, kedua tanganku aku angkat, memegang kedua pipinya yang berkulit kasar. Ada beberapa bopeng di wajahnya, bekas jerawat yang dia congkel.
Hasratku yang semakin menggila, membuat rasa jijikku hilang sepenuhnya. Aku hisap terus lidahnya, sambil menikmati nikmatnya permainan jarinya di putingku. Aku akan menuntutnya, untuk menghisap kedua payudaraku dengan sekuat tenaga rahang dan bibirnya.
Kedua payudaraku ini sudah menunggu, putingku sudah meronta-ronta. Butuh sesuatu yang bisa melampiaskan rasa gelinya. Dan untungnya, setelah kami saling menghisap lidah satu sama lain, sekitar 3 menit lamanya. Mas Danang melepaskan bibir hitamnya dari bibir kecilku.
Dia menghentikan permainan kedua jari telunjuknya, dipandanginya dengan seksama kedua payudaraku. Beserta kedua putingku yang sudah tegang luar biasa. Dia tersenyum mesum, lalu memuji aku. “Sekarang terasa padat yaa? Padat, kencang, putih, dan juga mulus.”
“Di—Dia sudah meronta, Mas. Putingku sudah berdiri tegak, tolong kasihaniku. Hisaplah putingku, Mas Danang sayaang. Jangan buat aku merasa tersiksa seperti ini. Aku mohon, Mas.” Aku tau itu yang dia tunggu, kata mohon yang keluar dari bibirku ini. Dia memang seperti itu.
Sewaktu kami pertama kali bersenggama, aku yang tersentak awalnya menolak. Namun dia terus menyerangku, merangsangku hebat, terus bergerak tanpa ampun. Sampai akhirnya dia berhasil membuatku bergairah tinggi. Lalu dia terdiam, dia memandangi aku dengan licik.
Terus begitu, walaupun ada kesempatan untuk kabur dan pergi. Namun aku yang sudah terkuasai oleh hasrat seksual yang tinggi. Sama sekali tak ada keinginan untuk pergi, yang aku inginkan adalah, dia melanjutkannya. Namun dia diam, sampai akhirnya aku tak kuasa lagi.
Aku memohon kepadanya, memohon dengan sangat, agar dia memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Setelah waktu itu, dia menjilati vaginaku tanpa henti. Sampai aku hampir orgasme, dan hanya menunggu waktu sampai cairan cintaku. Tumpah ruah keluar seperti air.
Malam itu, tepatnya jam 2 pagi. Akhirnya sambil berlinang air mata, aku berkata dan memohon kepadanya. “Tolong, Maas. Aku mohon jangan seperti ini, aku sudah tak kuasa menahan hasratku. Maas, tolong setubuhi aku! Aku sudah tak tahan, vaginaku butuh penismu.”
Mas Danang tersenyum licik, dia memperhatikan dan memandangi mataku. Dengan sorot mata yang memiliki arti yang tidak aku pahami. Lalu dia pun berkata, “Katakan sekali lagi, Zahra. Ucapkan lebih keras, pertegas bahwa kamu memang ingin aku setubuhi sampai puas.”
Aku menelan salivaku, berusaha menyeka kedua air mataku yang mengalir ke pipiku. Saat itu dengan terpaksa, sudah tak bisa aku kendalikan lagi. Aku tersenyum, dan aku memohon lagi. “Maas, cintaku sayaang. Aku butuh penis kamu. Aku ingin disetubuhi kamu.”
Dan pada malam itu, terjadilah apa yang dia inginkan. Meskipun dengan sedikit rasa sakit dan perih, aku merelakan keperawananku direnggut olehnya. Aku saat itu menatap kosong ke langit-langit rumahku. Menyadari bahwa sudah ada satu pria, yang dia telah berhasil.
Memasukkan penisnya ke dalam vaginaku, sesaat pikiranku sempat jernih kembali. Hasrat seksualku saat itu sempat menurun, namun Mas Danang tak membiarkannya. Setelah entah sudah berapa menit, penisnya yang panjang, besar, dan gagah itu di dalam vaginaku.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya, dihentak kuat vaginaku berkali-kali. Rasa sakit yang sempat aku rasakan, perlahan memudar dan berganti menjadi rasa nikmat. Mas Danang yang sudah sangat mahir, dia mengayunkan pinggulnya sangat cepat. Berdampak dengan penisnya.
Yang juga semakin cepat bergerak maju mundur di dalam vaginaku. Semenit, dua menit, tiga menit berlalu, sampai entah sudah berapa menit. Aku merasakan kenikmatannya. Rasa nikmat yang menjalar ke sekujur tubuh, sampai seluruh bulu kudukku berdiri malam itu juga.
“Aaahhh… Aaahhh… Mas Danaang… Tubuhku merinding, Mas. Aaahhh… Aaahhh… Mas tolong jangan kasih tau ke saudara yang lain yaa. Aaahhh… Aaahhh… Jangan sampai pacarku juga tau. Cukup ini jadi rahasia asmara kita berdua Mas,” ucapku yang sudah sangat terlena.
“Aaahhh… Aaahhh… Kencengin lagi, Mas. Kencengin lagi kaya tadi. Aaahhh… Aaahhh… Vaginaku langsung keluar banyak air begini. Tapi rasanya nikmat bukan main. Aaahhh… Aaahhh… Ra—Rasanya sangat nikmat, Mas.” Sejak saat itu, aku jadi salah satu budak gairahnya.1416Please respect copyright.PENANAxkUbfc5Of4
1416Please respect copyright.PENANAJ92gp6hvUS