Sebenarnya ini adalah cerita yang riskan buat aku publish/buat, tetapi apa gunanya menutup jika dari awal aku berkomitmen untuk jujur di buku ini. Untuk pembaca aku harapkan untuk tidak terlalu menyulutkan emosi apapun. Aku hanya menceritakan kembali apa yang aku tau, aku lihat, aku dengar dan aku alami. Tidak ada maksud untuk membuka luka lama, bahkan bukan bermaksud untuk menunjukkan jari ke beberapa suku dari negara tercinta kita ini. Aku harap kalian semua bisa mengerti ini.
Terima kasih
TRIGGER WARNING : ABUSE/VIOLENCE/MURDER/DISTURBING/21+ - [BANYAK LAGI YANG KEKERASANNYA.]
### Penjelasan Sebelum Cerita
Kalian tau apa yang terjadi pada bulan itu? Sebuah kejadian yang hingga sekarang mungkin diingat oleh segelintir orang. Ya, Konflik Sampit atau lebih dikenal sebagai Konflik Dayak - Madura. Konflik ini dimulai di kota Sampit dan malah meluas ke seluruh provinsi termasuk kotaku. Konflik yang pecah pada tanggal 18 Februari 2001 ini mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Bahkan banyak juga dari warga Madura di temukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Sebenarnya ini bukan kali pertama ada konflik antar dua suku ini, dulu jauh sebelum itu pernah ada juga konflik besar yang terjadi kalo gak salah dari Desember 1996 sampai Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas.
Ada beberapa cerita yang aku dengar tentang alasan terjadi kerusuhan itu. Versi pertama bilang katanya warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di suatu desa. Versi kedua ada yang bilang pertikaian antar dua pria Dayak-Madura yang memperebutkan perempuan dan berakhir lelaki Madura itu membunuh lelaki Dayak, maka teman-teman dari lelaki Dayak itu membalaskan dendamnya dengan membakar habis seluruh keluarga lelaki Madura tersebut. [Dulu, kenapa harus membunuh semua keluarganya itu karena ditakutkan anggota keluarga yang masih tersisa akan membalaskan dendamnya lagi. Jadi harus diberantas habis sampai anak kecil. Aku tau itu kejam.]
Sedikit bercerita aja yah, ada beberapa artikel yang membahas tentang ini. Sebelum aku menuliskan ini, aku juga membaca lagi beberapa artikel itu. Ada satu artikel yang menyebutkan bahwa ada pemicu konflik berdarah itu yang belum diekspos di media massa. Yaitu, peristiwa pembunuhan orang Dayak yang tidak pernah terekspos di media massa. Pada 16 Desember 2000, seorang Dayak terbunuh dalam perkelahian di sebuah tempat hiburan di Kareng Pangi (sekitar 100 kilometer dari Sampit ke arah Palangkaraya). Baru setelah itu, terjadi pembunuhan lain, yakni terhadap keluarga asal Madura. Saat itu, orang Madura menuduh pembunuhnya orang Dayak. Mereka membalas pada 18 Februari 2001: membakar sampai tewas satu keluarga Dayak.
“Saat orang Dayak terpojok dan menganggap sudah tidak ada lagi orang atau institusi yang bisa dijadikan pegangan, mereka akan kembali mengingat petuah leluhurnya: "Kalau kamu berada dalam keadaan sangat sulit dan tidak ada jalan keluarnya, panggil kami. Kami akan menolong." Dan yang mereka lakukan sekarang adalah memanggil roh nenek moyang. Mereka memenggal kepala orang. Dan itu dipublikasikan dengan jelas ke seluruh dunia. Bagaimana Anda bilang mereka sedang memanggil roh nenek moyangnya?
Sebenarnya yang memenggal kepala orang Madura itu roh nenek moyang. Mereka melakukannya dalam keadaan kesurupan-itu yang mereka yakini. Saat kesurupan, mereka merasa membunuh binatang yang berbahaya yang akan menyerang mereka. Karena itu, kepalanya yang mereka potong. Baru beberapa hari kemudian mereka sadar. Jadi, budaya yang telah dipendam 100 tahun itu muncul karena dirangsang oleh budaya kekerasan.” [Fridolin Ukur, 2001, http://www.oocities.org/haiho1961/fridolin.html, 1 April 2001]
Ada juga artikel yang dengan jelas menceritakan kronologinya. Kalian bisa lihat di https://learningonlinestore.wordpress.com/2016/04/18/tragedi-kerusuhan-sampit-suku-dayak-vs-madura/ dan http://saufiandaris.blogspot.com/2015/02/sejarah-perang-dayak-vs-madura.html 437Please respect copyright.PENANAFHNvU06X6c
Oke segitu dulu penjelasan yang mau aku kasih tau sebelum bercerita ya. Dan sekarang waktunya aku bercerita tentang pengalaman yang aku alami sendiri. Tidak ada unsur dilebihkan-dikurangkan, dan aku berusaha di POV ku sendiri tanpa memihak siapapun.
###
Februari 2001
Jalanan lenggang. Sepi. Tidak ada yang berani keluar rumah walaupun itu siang hari. Sekolah dan perkantoran pun diliburkan secara paksa. Pusat perbelanjaan pun lenggang, gak ada seorangpun yang berada di jalanan. Kecuali, sekumpulan orang-orang yang memang mengharuskan untuk disana. Berjaga-jaga jika sesuatu yang mengerikan terjadi.
Bulan ini merupakan bulan paling mengerikan menurutku - mungkin menurut orang lain juga yang tinggal di pulau ini.
Semalam mama bercerita, akan ada banyak suara-suara keributan dan teriakan yang terdengar di malam hari maupun siang hari. Awalnya aku gak mengerti kenapa karena mamah hanya bilang ‘jangan keluar, jangan melihat ke arah jendela’. Ngomong-ngomong rumah nenekku itu lantai dua.
Dirumahku tinggal nenek, kakek, mamah, bapak, adikku,serta beberapa om dan tanteku. Mereka mengungsi dari kota sebelah yang memang sedang ricuh, pulang kembali kerumah nenek dan kakekku. Memang rumah nenek terhitung paling besar waktu itu dan rumah paling tua. Dulu rumah nenek itu rumah panggung (Betang) dan sekarang sudah berganti menjadi rumah biasa pada umumnya tetapi masih menggunakan fondasi kayu bukan semen atau beton.
Aku ingat, hari itu aku sedang bermain dengan sepupuku dan juga adikku di ruang tengah lantai dua. Suara teriakan dan juga raungan masih terdengar jelas saat itu. Pintu dan jendela rumah tertutup rapat, tapi aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi diluar sana.
“Tha, kam jangan mandakat jendela lah.” teriak nenek. [read : Tha, kamu jangan deketin jendela ya.]437Please respect copyright.PENANA58kroL6nn1
“Iya nek” jawabku singkat, tapi ya namanya juga anak kecil jadi aku menilik sebentar ke arah luar jendela yang dipasangi tirai itu.
Yang aku lihat biasa aja, gak ada apa apa. Hanya jalanan kosong. Setelah itu aku melanjutkan bermain dengan sepupuku itu. Tak berapa lama terdengar suara nyaring dari arah belakang rumah dan suara teriakan beberapa orang. Buru-buru semua orang di rumah berkumpul dan sebagian berlari menuju pintu belakang rumah di lantai satu. Suasana tiba-tiba menjadi tegang seketika, seperti sedang menunggu sesuatu yang mengerikan. Jujur disitu aku sama sekali tidak mengerti dan paham sebenarnya kami ini ada di situasi seperti apa, apa yang sedang terjadi? Kenapa orang-orang dewasa seperti ketakutan? Kenapa setiap aku memandang mata mereka, seolah-olah mereka siap akan kemungkinan yang terburuk?
Sebagian lelaki di keluarga aku sedang berjaga di pintu masuk depan dan belakang di lantai satu, sedangkan yang lain termasuk aku berkumpul di tengah rumah lantai dua. Dan karena itu juga pengawasan terhadapku mengendor. Akhirnya karena penasaran aku memberanikan diri untuk mendekati jendela. Setelah diintip memang aku gak melihat apa apa dan karena penasaran [atau bisa dibilang bandel juga] aku membuka pintu balkon dan mendekati pagar batas balkon.
Baru sebentar aku melihat jelas keributan seperti apa yang ada di depan rumahku.
Saat itu aku langsung termenung. Masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi ku lihat jelas keadaan kacau.
Jalanan terlihat mengerikan dengan banyaknya..
Tumpukkan mayat yang berserakan..
Tanpa kepala..
Ditinggalkan begitu saja..
Di udara aku bisa mencium bau anyir darah tercampur dengan bau yang membuat hidungku merasa gatal sekaligus panas di tenggorokan. Bau yang tak kukenali.
Sampai aku melihat persis di depan sebelah kananku. Ada dua orang yang saling berhadap-hadapan. Satu orang itu memegang sebuah Mandau dan satu lagi memegang Clurit panjang. Entah apa yang sedang mereka lakukan, yang aku rasakan hanya hawa tidak enak, seolah-olah menarik paksa udara yang aku hirup.
Beberapa kali aku melihat mereka berkelahi dengan entah gerakan yang seperti terorganisir dan langkah yang matang. Sekali lagi aku melihat orang yang membawa Mandau itu melemparkan Mandau nya ke atas sedangkan mulutnya berkomat-kamit seperti mengucapkan mantra. Dan yang aku lihat lebih hebat lagi.
Mandau yang dilemparkannya itu tidak jatuh kembali ke bawah, tapi malah seperti melayang-layang di udara!!
Bahkan yang lebih hebatnya lagi adalah Mandau itu seperti punya jiwa dan keinginannya sendiri, Mandau itu melesat maju kearah orang yang membawa Clurit dan dengan sekali tebasan dari atas..
Orang yang membawa Clurit itu terbelah menjadi dua bagian dengan isi kepala yang terlihat!437Please respect copyright.PENANAFrzKeWA5pj
Setelah orang yang satunya lagi itu mengambil Mandau nya, dia sempat melihat kearahku, mengangguk kecil dan berjalan pergi. Aku melihat tidak jauh dari situ ada satu-dua orang berseragam aparat sedang bersembunyi dari balik tembok, keluar dari persembunyiannya dan menarik mayat di jalanan untuk dibersihkan dan di gotong kedalam truk. Mungkin seperti membersihkan area, atau mencoba menyelamatkan yang mungkin masih bisa hidup jika waktu dan situasinya memberikan peluang.
Setelah semua itu selesai, aku tidak menyadari ternyata aku ditarik masuk kedalam oleh mamah. Beliau marah-marah sampai menangis.
‘Kenapa menangis? Kan cuman lihat aja.’ begitu pikirku
“Kam tu jangan gitu bah. Jangan bikin mamak ketakutan cam itu tuh! Kedida takut-takutnya kam tu lah.” masih sambil menangis mamah memarahiku. [read : “kamu itu jangan gitu lagi. Jangan bikin mamah ketakutan kaya gitu! Gak ada takut-takutnya kamu tuh sama yang gitu.”]437Please respect copyright.PENANApsyhal9uyV
Setelah itu aku sama sekali gak inget apa apa lagi, maklum sudah lama kejadiannya. Yang pasti kerusuhan itu lumayan lama hampir setahun kalau gak salah ya. Tapi aku sama sekali gak bisa inget setelah kejadian hari ini. Serius, aku gak punya memori apapun selama beberapa bulan setelah itu.
Oh iya satu lagi sebelum aku lupa. Jadi itu kan dibilang kerusuhan antara suku Dayak - Madura, sedangkan yang lain tidak kena imbasnya seperti suku Jawa yang menetap disana [yang aku tau]. Setiap orang Dayak yang berpapasan dengan Madura akan di bantai, begitu sebaliknya. Tapi ada teman aku yang pernah nanya gini sama aku.
‘Kalau mereka salah bacok gimana? Contohnya kalau orang Madura papasan sama orang lain terus dia ngebantai, emang dia tau kalau itu dayak atau bukan?’
Nah, yang aku tau itu kalau suku Dayak sebelum berperang, mereka dibekali ‘kekuatan magis’ yang mampu membuat mereka membedakan mana musuh dan mana keluarga [sesama suku atau suku lain]. Dan banyak juga dari warga yang memasang semacam tanaman daun panjang berwarna merah [maroon?] di samping pintunya agar suku Dayak tau kalau itu rumah dari masyarakat setempat [dayak] juga bukan keluarga dari Madura.
Sekian dulu cerita ini. Inget, ini adalah cerita pengalaman aku. Tidak bermaksud untuk menjelekkan atau menunjuk suatu suku. Harap pengertiannya yah manteman..
ns 15.158.61.44da2