Ada sebuah legenda lama yang mengatakan bahwa Monteanu adalah lokasi dimana salah satu seirei terkuat dunia disegel oleh para bangsawan terkuat di era itu. Kekuatan sang seirei yang sangat besar menjadi daya tarik bagi para yuurei yang tidak dapat mengendalikan dirinya dan bergentayangan sepanjang waktu. Itulah yang menyebabkan kenapa Monteanu disebut sebagai kota dengan tingkat kemunculan yuurei tertinggi keempat di Arslandia.
217Please respect copyright.PENANAsw33vFz3m3
Namun sampai hari ini, ratusan tahun setelahnya, tidak seorang pun yang mengetahui lokasi pastinya dimana seirei tersebut disegel. Sementara kekuatannya terus menarik perhatian yuurei dari luar kota untuk membuat kekacauan di Monteanu.
217Please respect copyright.PENANAHPQbYhsgbW
Untuk mengatasi masalah ini, Himawari Anderle merangkul seluruh bangsawan di Monteanu dan bersama memberdayakan para pemuda demi masa depan yang lebih baik. Hal ini telah berlangsung selama hampir tiga puluh tahun dan terus berkembang. Sekarang warga Monteanu tidak perlu lagi mengkhawatirkan kedatangan yuurei yang mengancam ketentraman kota.
217Please respect copyright.PENANAVkGW3Wgd5l
***
217Please respect copyright.PENANASQ5C6gtLQo
"Sampai kapan kau akan terus mengabaikanku??!!!"
217Please respect copyright.PENANAXyMOvQVKfj
"Huh?"
217Please respect copyright.PENANAuW9Ri0kqsC
Hinata terbangun di tengah malam dan mendapati dirinya ketiduran sambil telungkup di atas meja. Sepertinya dia langsung tertidur segera setelah kepala dan telinganya membaik. Untunglah jadwalnya baru dimulai dua hari lagi. Mengemudi selama hampir tujuh jam pasti sangat melelahkan, makanya teman-teman sepakat untuk berangkat paling lambat tiga hari sebelum kerja lapangan dimulai. Jadi mereka bisa beristirahat dengan puas dan memulai pekerjaan dengan ceria.
217Please respect copyright.PENANAapYTTNL091
"Jam berapa sekarang?" Hinata mengucek mata sebentar lalu menatap jam digital di depannya yang telah menunjukkan pukul setengah tiga subuh. "Masih jam segini ternyata…."
217Please respect copyright.PENANA0RSsOU6HXB
Gadis itu dikejutkan oleh suara jeritan seorang wanita dari lantai bawah. Tidak, lebih tepat jika dibilang menangis meraung-raung. Dan tidak hanya sekali, suara itu tidak berhenti hingga Hinata merasa risih. Jika diperhatikan lagi, sepertinya itu bukan suara manusia. Hantu kah?
217Please respect copyright.PENANAPQsN7PmS4d
Ketakutan perlahan merengkuh Hinata, tapi rasa penasarannya justru lebih besar. Akemi dan Hitoshi tidak pernah menjelaskan tentang ini sebelumnya. Pun setelah cukup lama duduk dan menunggu, tidak terdengar reaksi dari penghuni kamar lainnya. Hinata jadi heran, apa hanya dia yang mendengar suara raungan histeris itu?
217Please respect copyright.PENANAsdDeuqVU0q
Tak kenal maka tak sayang, atau malu bertanya sesat di jalan. Semacam itulah. Kita tidak akan tau apa yang terjadi jika tidak melihatnya langsung, begitu pendapat Hinata yang terus terang agak kurang nyambung. Dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya, dia meraih belati di dalam laci dan mengendap-endap keluar dari kamar.
217Please respect copyright.PENANAPwAbOht6YB
Gadis itu sempat tertegun melihat suasana mencekam yang menyambutnya. Koridor yang hanya diterangi cahaya remang-remang kehijauan tampak menyeramkan, sementara suara raungan itu terdengar semakin keras sejak pintu kamar terbuka. Tapi dengan begini, Hinata akhirnya tau kalau suara raungan itu berasal dari lantai dasar. Ketika dia melongokkan kepala untuk mengintip ke bawah tangga, suasana di lantai dasar jauh lebih mencekam lagi. Penerangannya tidak kalah menyedihkan, lebih gelap malah.
217Please respect copyright.PENANAH16myR9vev
"Mungkin hanya yuurei lemah yang sedang berkeliaran di sekitar mansion," pikirnya. "Sebaiknya aku kembali ke kamar dan lanjut tidur. Para hunter yang sedang berpatroli pasti akan membereskannya dengan mudah."
217Please respect copyright.PENANAXxg26pb20s
Tapi naas, besok-besoknya pun sama saja. Hinata tidak pernah absen mendengar suara raungan wanita itu walau hanya satu malam. Dan parahnya lagi, tidak satu pun dari teman-teman yang mendengarnya. Justru mereka menikmati tidur yang sangat nyaman berkat fasilitas mansion Countess Anderle. Walhasil Hinata selalu bangun dalam keadaan lemas di pagi hari karena tidak bisa tidur dengan nyenyak di malam hari.
217Please respect copyright.PENANA1xn0ADIRlL
Setelah menyajikan cokelat panas untuk Wataru, Junko pun menyodorkan bagian Hinata. Kehangatan pada permukaan gelasnya membuat gadis itu menghela napas berat. Untunglah Junko meletakkan krim dan beberapa potong marshmellow warna-warni di atasnya, setidaknya perasaan Hinata jadi lebih cerah setelah melihat perpaduan imut dari warna-warna pastel tersebut. Meski akhirnya muncul perasaan sayang kalau harus diminum.
217Please respect copyright.PENANAYoq4DqetXv
"Sarapan dulu, kak. Habis itu lanjut tidur," kata Junko.
217Please respect copyright.PENANAcKSkiJJXDm
Seperti biasa, mereka yang mendapat jatah shift pagi langsung bersiap-siap berangkat ke rumah sakit setelah sarapan. Sedangkan sisanya kembali ke kamar masing-masing untuk mengerjakan laporan atau sekedar melaksanakan rutinitas sehari-hari. Hinata adalah satu-satunya yang kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur karena jadwal hari ini adalah shift siang.
217Please respect copyright.PENANA3nCUbaksUa
***
217Please respect copyright.PENANAKfWJclBlBe
"Ini, minumlah," kata Setsuna sambil meletakkan sebotol minuman energi dan satu botol kecil vitamin tablet di atas meja. Ia melepas jas putihnya terlebih dahulu sebelum duduk di sofa yang berhadapan dengan tempat duduk Hinata. Mereka sedang berada di kamar dokter yang terdapat di Instalasi Gawat Darurat. Kebetulan jadwal shift mereka sama, jadi Setsuna selalu mengundang Hinata saat jam istirahat untuk makan bersama atau sekedar menghabiskan waktu dengan mengobrol.
217Please respect copyright.PENANAoq8WWeaUjz
"Wajahmu terlihat menyeramkan selama beberapa hari terakhir, jadi aku juga memberimu vitamin," lanjutnya.
217Please respect copyright.PENANAZrH0Q6w927
"Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa tidur dengan tenang sejak tiba disini," ucap Hinata pelan sedetik sebelum ia meraih botol minuman di atas meja dan membuka tutupnya. Tidak sadar kalau perkataannya itu membuat Setsuna mengerutkan kening.
217Please respect copyright.PENANAwZZ89W6Rqy
"Insomniamu kambuh?" tanya pemuda itu khawatir.
217Please respect copyright.PENANAHS4qv44wnH
Hinata melirik sebentar kemudian lanjut meneguk minumannya. "Mungkin saja," sahutnya. "Bisa minta tolong? Resepkan obat tidur untukku."
217Please respect copyright.PENANATRwTFXynHT
"Segitunya kah?"
217Please respect copyright.PENANASHp1UbwWq9
Setelah meneguk minuman energi pemberian Setsuna sampai tandas, Hinata menyandarkan punggung di sofa dan menengadahkan wajah dengan mata terpejam. "Aku selalu terbangun di antara jam dua dan jam tiga dini hari. Dan penyebabnya selalu sama," jelasnya. "Aku mendengar suara tangisan wanita setiap malam, cukup keras hingga membuatku terbangun. Tapi, nampaknya suara itu hanya terdengar setelah tengah malam."
217Please respect copyright.PENANAQ89ra1GzBV
"Hei, kau tidak sedang bercanda kan?" tanya Setsuna tidak percaya. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak setelah mendengar alasan itu.
217Please respect copyright.PENANAx4P7RinFrR
"Apa kantung mataku ini sebuah candaan?" Hinata tiba-tiba menatap tajam ke arah sahabatnya itu. "Ini bukan hasil lelehan maskara ataupun eyeliner, Setsu. Setiap aku terbangun setelah tengah malam, walau sampai terbit fajar di horizon timur, suara itu masih terus terdengar."
217Please respect copyright.PENANAiw3lwUm3o1
Setsuna speechless.
217Please respect copyright.PENANArFRfqUJZdH
"Awalnya kupikir itu pekerjaan yuurei, tapi ternyata aku salah."
217Please respect copyright.PENANAVXv8YSlVtE
"Kau sudah mencari tau?"
217Please respect copyright.PENANAst377yOhDi
Hinata menatap datar ke arah Setsuna sebentar lalu berdiri dari duduknya. "Aku sudah bertanya kepada semua orang," tandasnya sembari melangkah menuju pintu. "Tapi tidak ada yang tau soal suara itu."
217Please respect copyright.PENANAn2wNvMTsQt
"Kau tidak keberatan kalau aku menginap di tempatmu?" tanya Setsuna tiba-tiba. Hinata yang tadinya hendak memutar handle pintu langsung mematung. Wajah pucatnya masih tampak datar saat ia menoleh kepada sahabatnya itu.
217Please respect copyright.PENANA8HrU65lyMW
"Kalau kau mau, aku akan menemanimu untuk memeriksanya sebentar malam," lanjutnya. "Sekalian membicarakan masalah pekerjaan."
217Please respect copyright.PENANAyyWsLEMCB2
Sepuluh menit berikutnya, Hinata muncul di sentral opname untuk membantu pekerjaan disana. Kebetulan urusannya di pengolahan sudah selesai untuk hari ini, jadi dia berinisiatif melihat bagaimana petugas menerima pendaftaran pasien sekalian meramaikan. Lokasi SO yang berada tepat di bagian depan bangunan IGD juga memungkinkan Setsuna untuk menengok pekerjaan sohibnya itu sesekali. Kalau sedang free, dia akan menghabiskan waktu dengan nongkrong di depan SO sambil menggoda petugas disana dengan ketampanannya.
217Please respect copyright.PENANARaB18aYyjR
Kebetulan IGD sedang sepi hari itu, jadi Setsuna bisa langsung bersiap untuk pulang begitu masuk jam sembilan. Tim untuk shift berikutnya juga sudah datang semua. Tidak ada alasan untuk tinggal. Sehabis operan, Setsuna meraih jaket dan ranselnya di dalam loker dan mulai melangkah menuju pintu keluar. Tak lupa mampir di SO untuk menunggu sohibnya, tapi ternyata doi masih duduk manis di depan komputer. Dari sejam yang lalu diminta menginput data register lagi ke dalam SIMRUS, soalnya jarinya sangat cekatan di atas keyboard menandingi kelincahan para petugas IT.
217Please respect copyright.PENANAOME5b4nIUs
"Mau kerja sampai jam berapa, sayang?" panggil Setsuna iseng.
217Please respect copyright.PENANA3HXoxkwIka
Nampaknya Hinata bekerja tanpa melihat jam. Karena setelah mendengar panggilan tersebut, dia langsung menoleh ke arah jam dinding di belakang dan bergegas berdiri dari kursi. Melihat gadis itu masih sementara bersiap untuk pulang, Setsuna memasuki bilik SO untuk menyapa petugas yang sedang beristirahat di belakang. Ada juga Hinata yang sedang operan dengan mereka sambil memasukkan ponsel dan handsfree ke dalam tas selempangnya.
217Please respect copyright.PENANAw2OTbsBKK0
"Kalau begitu, kami pulang dulu," ucap Hinata sembari berbalik dan menyambar cardigan abu-abu basah di gantungan.
217Please respect copyright.PENANAKH7m2uZ3nM
Setsuna pun berbalik dan keluar dari ruangan SO lebih dulu. Hinata menyusul di belakangnya setelah berpamitan kepada para petugas. Namun sesaat sebelum kakinya melangkah melewati bingkai pintu, mendadak saja ia merasakan lemas di sekujur tubuhnya. Kedua kakinya kehilangan kekuatan untuk menopang berat tubuhnya sehingga ia akhirnya jatuh tersungkur begitu saja di lantai.
217Please respect copyright.PENANAPuO34y2tEh
Suara jatuhnya yang cukup keras membuat Setsuna menoleh dan seketika melempar ranselnya ke atas meja setelah mendapati sosok sahabatnya terkapar di lantai. Petugas SO yang lain pun tidak kalah hebohnya sampai terdengar seantero IGD. Walhasil sebagian petugas dan dokter jaga turut berhamburan ke sumber suara dan menemukan Setsuna tengah merengkuh tubuh Hinata. Ia hanya menatap dalam diam sementara pemuda itu menepuk pipinya dan menggenggam tangannya bergantian.
217Please respect copyright.PENANAmMzKYxEF8r
"Hinata, jangan melihatku saja! Katakan sesuatu!" ucap Setsuna yang berusaha untuk tetap tenang. Namun tidak ada gunanya. Karena tak lama setelahnya, kelopak mata Hinata mulai menutup seiring kepalanya yang ikut condong lalu tersandar di dada bidang pemuda itu.
217Please respect copyright.PENANAmehBTWoMuC
"HINATA!!!"
217Please respect copyright.PENANAR3ZEwIXgEd
Setsuna panik bukan kepalang. Para perawat segera berlari untuk mengambil brankar. Beberapa dokter magang rekan Setsuna pun bergegas memisahkan mereka, tiga di antaranya berusaha menenangkan Setsuna yang tidak bisa lagi berkata-kata. Dan yang langsung mengambil alih adalah Dokter Naomi.
217Please respect copyright.PENANAEQpFKdF8ab
Bahkan ketika brankar datang dan tubuh Hinata dipindahkan ke atasnya, Setsuna masih terdiam dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Sebenarnya dia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Hinata yang dikenalnya selama ini adalah sosok yang kuat seperti Hizashi. Dia seorang hunter dan mewarisi titel superhuman khas keturunan Aozora. Tapi kenapa?
217Please respect copyright.PENANAayg8M90krp
"Kenapa bisa seperti ini?" Setsuna berpikir keras. Selagi ia duduk termenung di bangku ruang tunggu, Ryohei pun datang tergopoh-gopoh. Ia hanya menoleh sekilas setelah mendengar bunyi gemerincing kunci di tangan ajudannya itu lalu menunduk lagi.
217Please respect copyright.PENANAFVCDHexDin
"Aku sudah membawa mobilnya," tukas Ryohei khawatir. "Padahal biasanya kan Anda pulang dengan jalan kaki. Tidak enak badan?"
217Please respect copyright.PENANAALjnRpaG05
"Itu alasan sekunder," jawab Setsuna dingin sembari berdiri dari duduknya dan berlalu melewati Ryohei menuju bagian terdalam IGD dimana ruang observasi berada. "Alasan utamanya ada disini."
217Please respect copyright.PENANAMojk9CHxSn
Kebingungan Ryohei semakin bertambah setelah Setsuna menyibak salah satu tirai yang ada di ruang observasi. Dan tampak Hinata yang masih terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan sebotol cairan infus berukuran mungil menggantung di sebelahnya. Dia sudah siuman beberapa saat yang lalu, namun dari ekspresinya nampaknya masih belum stabil.
217Please respect copyright.PENANABPblN85ZAS
"Sudah selesai?" tanya Setsuna pada Dokter Naomi yang baru saja mengalungkan stetoskopnya di leher.
217Please respect copyright.PENANAhi6SKgnI2h
"Iya. Aku ke depan dulu untuk mengisi berkasnya. Kita akan bicarakan hasilnya nanti," ucapnya sambil lalu.
217Please respect copyright.PENANASpw4VScipP
"Baiklah." Setsuna berusaha untuk tersenyum walau terasa sulit. "Terima kasih."
217Please respect copyright.PENANAymqKomPI9K
Sepeninggal Dokter Naomi, Hinata melirik sosok Setsuna yang baru saja menduduki sebuah kursi di sebelah pembaringan. Dia hanya menatap Hinata dan tidak mengatakan apa-apa sehingga gadis itu mengangkat tangan untuk menepuk pundaknya perlahan.
217Please respect copyright.PENANAb41QdWm3kl
Mereka belum meninggalkan IGD ketika hari berganti. Teman-teman Hinata langsung berdatangan tak lama setelah kejadian, mungkin dihubungi oleh Dokter Naomi selepas pemberian tindakan. Mereka baru pulang jam sebelas tadi karena harus beristirahat untuk kegiatan besok, hanya Wataru dan Madoka yang tetap tinggal. Toh sebentar lagi cairan infusnya habis dan mereka bisa membawanya pulang untuk beristirahat.
217Please respect copyright.PENANAm7oFC0GAy0
Di bangku ruang tunggu, Setsuna duduk dengan jaket menutupi pundaknya ditemani Ryohei. Wataru datang tak lama kemudian dengan empat gelas kopi panas. Setelah memberikan bagian Madoka di ruang observasi, dia kembali dan duduk di bangku yang sama dengan Setsuna dan Ryohei.
217Please respect copyright.PENANA5SXlA1ARe5
"Kenapa kalian tidak mengabariku setelah kejadian di hari pertama?" tanya Setsuna kesal.
217Please respect copyright.PENANAZqzh3dh4eu
Wataru tidak langsung menjawab. Dia menyesap kopinya terlebih dahulu lalu menarik resleting jaketnya hingga menutupi leher. Maklum, udara semakin dingin karena sudah lewat tengah malam.
217Please respect copyright.PENANATTFxaTsi71
"Hinata tidak ingin membuat Anda khawatir, jadi dia melarang kami untuk memberitahu Anda," jawabnya kemudian. Setsuna pun mengernyit mendengar alasan itu. "Dia pikir itu mungkin gejala kelelahan setelah jadwal yang begitu padat menjelang magang. Kami pun berpendapat begitu karena kondisinya kembali sehat setelah sadar."
217Please respect copyright.PENANArSZK1jZmoQ
Sekarang pun begitu. Saat terbangun, dia akan terlihat seperti orang yang habis bangun tidur. Dan akan merasa segar kembali setelah beberapa saat.
217Please respect copyright.PENANAP17c88NaAT
"Tapi yang menjadi masalah disini adalah sebelum dia kehilangan kesadaran," lanjut Wataru. "Sama seperti yang Anda katakan, tiba-tiba saja tubuhnya terasa lemas dan kehilangan kendali. Lalu kesadarannya akan menghilang tak lama setelahnya."
217Please respect copyright.PENANAwx6ZtppXz6
"Jadi semuanya persis dengan beberapa hari yang lalu?" Ryohei mengernyit khawatir.
217Please respect copyright.PENANAHleq7YeuaD
"Benar." Wataru menyesap kopinya sekali lagi. "Karena itu, kami juga tidak punya alasan untuk memintanya agar tetap beristirahat di mansion."
217Please respect copyright.PENANA28R8BPlkp0
***
217Please respect copyright.PENANAg9yEIUkwmg
Sesuai janjinya tadi, Setsuna menginap di mansion Countess Anderle untuk menemani Hinata sampai pagi nanti. Baru saja pintu mobil dibuka, kepala Hinata mendadak menoleh ke arah lantai dasar bangunan kiri. Posisi mobil yang mengarah tepat ke bangunan utama membuat reaksi itu terlihat kontras sehingga Setsuna bisa langsung mengetahuinya. Hinata pasti mendengar suara raungan itu lagi.
217Please respect copyright.PENANAkrNwYaAb8d
Madoka, Wataru dan Ryohei meninggalkan mobil seakan tidak terjadi apa-apa. Maklum, mereka pasti tidak mendengarnya. Setsuna pun menyusul mereka dan berakting sewajarnya, seolah-olah dia tidak tau apa yang dipikirkan Hinata. Ia hanya membantu gadis itu turun dari mobil sementara yang lain menunggu di beranda.
217Please respect copyright.PENANAwZUvRUHui0
"Kau baik-baik saja?" tanya Setsuna pelan.
217Please respect copyright.PENANAxwp6Ciz5N8
Hinata hanya mengangguk sebelum menerima uluran tangan pemuda itu.
217Please respect copyright.PENANAQT7Vi6Ih3k
Sementara Wataru membuka pintu dengan kunci cadangan yang dibawanya, Hinata dan Setsuna melihat-lihat kondisi di ruang tamu melalui kaca jendela. Yukari sengaja membiarkan lampu menyala untuk malam ini sehingga mereka bisa melihat kondisi di dalam rumah dengan jelas. Dan tidak seseorang atau sesuatu pun di dalam sana. Kosong dan sepi, namun suara menakutkan itu terus menggema di ruang pendengaran Hinata.
217Please respect copyright.PENANAtibhnWo44c
Begitu pintu terbuka, mereka melangkah masuk sementara Wataru mengunci pintu di posisi paling belakang. Selangkah sebelum menginjakkan kakinya di anak tangga pertama, Hinata tiba-tiba melihat ke lorong gelap di sebelah kanannya. Setsuna lagi-lagi tidak melewatkan momen itu dan merangkul Hinata sebelum seseorang menyadari tingkah anehnya. Hinata pun seakan mengerti dengan tindakan sahabatnya dan hanya menurut menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.
217Please respect copyright.PENANAk5af3RpZR2
Sampai disana, Setsuna meletakkan ranselnya di atas karpet setelah menggantung jaketnya di tiang gantungan depan ruang tengah. Hinata langsung masuk ke kamar untuk mengganti pakaian ditemani Madoka, takutnya dia kembali pingsan tanpa ada yang melihat. Ryohei segera mengambil tempat di belakang konter untuk memanaskan air setelah sebelumnya meminta ijin menyiapkan teh kepada si pemilik kamar.
217Please respect copyright.PENANAFYwU0UDZhP
Madoka keluar dari kamar tidur bertepatan dengan Ryohei yang menata beberapa cangkir teh di atas meja bersama tekonya. Kedua pemuda itu terdiam menunggu Hinata menyusul kemunculan Madoka, tapi yang bersangkutan tidak kunjung muncul bahkan setelah gadis itu memuji kenikmatan teh hitam buatan Ryohei.
217Please respect copyright.PENANA71Ptyf0BAr
"Hinata tidak keluar?" Setsuna tidak mampu menyembunyikan rasa penasarannya. Sebenarnya seupil rasa khawatir yang muncul di benaknya sudah menstimulasi kedua kakinya untuk bersiap hengkang menuju kamar Hinata, namun akal sehatnya melihat sikap tenang Madoka menahannya.
217Please respect copyright.PENANAhrvMH8EL6j
"Kak Hinata lanjut tidur. Pusing, katanya," ujar Madoka santai tanpa beban. Tidak tau dia kalau perkataannya barusan membuat dada Setsuna mencelos seketika.
217Please respect copyright.PENANAQihGlBYyo5
"Pusing?" longo pemuda itu. Nampaknya akal sehatnya baru saja jatuh dan tak bisa bangkit lagi.
217Please respect copyright.PENANAVafcUJRoDQ
"Sepertinya masuk angin," lanjut gadis itu. "Maklum, kak Hinata tidak terbiasa begadang sampai jam segini."
217Please respect copyright.PENANAmU4W6Hy57j
"Begitu?" Tanpa sadar Setsuna dan Ryohei serempak menghela napas lega mendengar kalimat terakhir.
217Please respect copyright.PENANAvLlo9LSECM
Tanpa menunggu lanjutan lagi, Setsuna segera beranjak dari tempat duduknya menuju kamar tidur. Madoka dan Ryohei juga tidak punya alasan untuk menahannya. Mereka maklum karena Setsuna adalah sahabat Hinata yang menyayanginya sejak masih kecil. Dan mereka menyadari sepenuhnya kekhawatiran yang dirasakan pemuda itu setelah melihat sahabatnya tiba-tiba ambruk tanpa penyebab pasti begitu.
217Please respect copyright.PENANAY8bj0eAqNz
Ketika Setsuna membuka pintu dengan hati-hati, dia mendapati Hinata sudah terbaring di atas tempat tidur dengan piyama mirip kimono berwarna biru muda. Setelah memasuki kamar, ia menutup pintu perlahan agar tidak sampai membangunkan Hinata. Dia putar satu-satunya kursi yang ada di dalam kamar itu menghadap tempat tidur lalu duduk disana.
217Please respect copyright.PENANA6oWNrQqS4L
Puas melihat wajah damai sahabatnya, ia menoleh ke arah susunan buku di atas meja. Tidak begitu banyak, dan tidak sampai sepuluh buah buku. Sepertinya Hinata hanya membawa buku teks yang paling penting dan materinya sulit ditemukan di internet. Dan di antara lampu belajar dan deretan buku terdapat bola salju pemberian Reiko.
217Please respect copyright.PENANAf8uda2uWS2
Setsuna meraih benda tersebut dan memperhatikan setiap detilnya. Senyumnya mengembang setelah menyadari keindahan replika di dalamnya, dipahat dan dicat dengan sangat mendetail dan penuh kehati-hatian. Pembuatnya pastilah seseorang yang sangat terampil dan berpengalaman selama beberapa dekade.
217Please respect copyright.PENANAEi3PIhQRcO
Kerutan muncul di antara kedua alis tebalnya kala pandangannya terhenti di plat berwarna keemasan yang mengukir nama lengkap Hinata. Di bawahnya terdapat dua baris ukiran ornamen yang tidak begitu panjang. Setsuna merasa kalau ornamen itu seakan tidak asing, entah dimana dia pernah melihat sesuatu yang mirip dengan tiap corak ornamen tersebut yang terpisah-pisah menyerupai huruf-huruf asing.
217Please respect copyright.PENANALzd07imfA5
"Apa ini sebuah tulisan?"
217Please respect copyright.PENANA5u4O1S81pW
Setsuna memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya sejak ia mulai mengguncang benda di tangannya hingga butiran-butiran putih di dalamnya bertebaran. Pemuda itu kembali terkesima dengan keindahan yang ditemukannya. Jika melihat setiap detail yang ada, bukankah ini lebih pantas disebut sebagai sebuah mahakarya?-pikirnya. Dia jadi bertanya-tanya, dari mana Hinata bisa mendapatkan benda ini?
217Please respect copyright.PENANALiow2PJLAE
Mata Hinata kembali melek tepat jam empat subuh. Ia menoleh setelah mendengar suara kertas yang dibalik dari arah meja kerja. Dan ternyata ada Setsuna yang sedang mengerjakan laporan ditemani segelas kopi hangat. Pemuda itu pun seperti menyadari kalau sahabatnya terbangun karena sempat melirik sekilas sambil tersenyum.
217Please respect copyright.PENANA7hu7aNKR9H
"Baru jam empat. Tidurlah lagi," ujarnya tanpa mengalihkan perhatian dari tumpukan kertas di hadapannya. Tangan besarnya yang tampak kuat begitu lincah menggoreskan ujung pena di atas kertas.
217Please respect copyright.PENANAeF4pSSkCrH
"Suaranya berasal dari lorong itu...."
217Please respect copyright.PENANA5bIS2J2AIe
Laju pena Setsuna seketika terhenti mendengarnya. Ekspresi pemuda itu berubah horor kala ia menoleh pada satu-satunya sahabat sejatinya yang baru saja bangkit dari tempat tidur. Sebaliknya, Hinata hanya menoleh sebentar lalu beranjak meninggalkan tempat tidurnya untuk mengambil haori berwarna biru tua yang tergantung di belakang pintu.
217Please respect copyright.PENANAiIeBkkRJsO
"Berhubung ada teman, aku ingin mengecek lantai dasar sebentar," lanjutnya.
217Please respect copyright.PENANAJjIBj7BmXz
"Hah?"
217Please respect copyright.PENANAV4pXP7yMKs
Mereka benar-benar nekad ke lantai bawah untuk mencari sumber suara misterius yang selama ini selalu mengganggu tidur malam Hinata. Lampu lantai dasar sudah dimatikan oleh Wataru sejak tadi sebelum naik ke kamarnya di lantai dua. Hanya sinar bulan purnama dari luar jendela yang menjadi sumber pencahayaan. Setidaknya cukup untuk memfasilitasi mata kedua pemburu muda tersebut ditambah bantuan cahaya blitz kamera dari ponsel masing-masing.
217Please respect copyright.PENANAjSr12uP1vL
Suasana mansion yang biasanya hangat oleh keramaian pengunjung restoran di bangunan kanan pada siang hari kini terasa begitu sunyi bak kuburan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan bahkan dari bangunan kanan di depan sana. Restoran selalu tutup tepat jam sebelas malam dan para pegawai yang tinggal diluar mansion akan segera pulang setelahnya.
217Please respect copyright.PENANA3woP8DokmX
"Kau masih mendengar suaranya?" bisik Setsuna yang mengekor dari belakang.
217Please respect copyright.PENANA3ijU7mjCmw
"Ya, dan semakin kesini suaranya jadi semakin keras," jawab Hinata dengan nada jengkel.
217Please respect copyright.PENANA6ffYMsiqwR
Ya jelas jengkel, dia tidak menyangka kalau semakin keras suara itu maka semakin merinding dibuatnya. Mana kedengarannya seperti wanita yang menangis meraung-raung seakan tengah merasa kesakitan atau kehilangan sesuatu yang berharga. Lebih tepat disebut memilukan sih, dan bisa menggetarkan jiwa siapapun yang mendengarnya. Hm... Hinata jadi tambah jengkel jika memikirkan kalau hanya dirinya yang mampu mendengar suara itu.
217Please respect copyright.PENANAcYWdeMKhjI
Tanpa ragu mereka memasuki lorong di sebelah kanan tangga yang dipandangi Hinata sebelumnya. Mulai dari sini mereka hanya bergantung pada pencahayaan dari blitz kamera ponsel masing-masing karena sinar bulan terputus tepat di hadapan lorong. Jangankan Hinata, Setsuna pun merinding begitu melangkahkan kaki memasuki lorong. Suhu udara yang jatuh perlahan-lahan adalah penyebabnya.
217Please respect copyright.PENANAulVUfp20Ol
Tidak sampai lima menit, sampailah mereka di hadapan sebuah pintu ganda yang terbuat dari kayu terbaik. Dibandingkan dengan setiap pintu di rumah ini yang telah Hinata lihat sebelumnya, pintu satu ini seakan berada di dimensi lain. Kedua pintunya dipenuhi ukiran berbeda yang saling berkesinambungan satu sama lain, seakan menggambarkan sesuatu. Saat Setsuna menaikkan cahaya blitz ponselnya lebih ke atas, mereka bisa melihat ilustrasi seorang bocah laki-laki yang tengah menggiring seekor kuda putih di bawah tirai pepohonan. Ia tampak mengenakan sebuah jubah berwarna hitam dengan sebilah pedang menyilang di punggung. Dan di sekelilingnya terdapat begitu banyak binatang hutan yang memandanginya.
217Please respect copyright.PENANAIQkTWHgXDZ
Hinata dan Setsuna saling berpandangan setelah gagal mencerna maksud dari ukiran tersebut. Tapi satu yang pasti sekarang, sumber suara misterius itu berada tepat di balik pintu ini. Setsuna menyadarinya ketika tangan Hinata bergerak meraih handle pintu dan bersiap memutarnya. Namun sebelum ia sempat melakukannya, sepasang tangan tiba-tiba muncul dari belakang dan menepuk pundak keduanya secara bersamaan.
217Please respect copyright.PENANAXrfybTDniM
Kedua pemburu muda itu terkejut bukan main. Setsuna refleks pasang kuda-kuda dengan membiarkan ponselnya jatuh ke lantai, sementara Hinata dengan sigap mengarahkan blitz ponselnya ke belakang. Suasana di antara mereka sudah pasti tegang jika si pemilik tangan juga tidak menjerit karena cahaya lampu yang diarahkan tepat ke matanya.
217Please respect copyright.PENANAyXfR1BVr0H
"Kyaaa!!!"
217Please respect copyright.PENANAvnBQmXNCDb
Setsuna dan Hinata tertegun mendengar jeritan anggun itu. Sempat terbersit di pikiran mereka kalau sosok misterius itu adalah hantu, tapi urung karena kakinya yang beralaskan sendal indoor masih napak di lantai. Barulah Setsuna sadar akan identitas sosok itu setelah doi menurunkan tangan yang sebelumnya digunakan sebagai penghalang cahaya blitz kamera ponsel Hinata.
217Please respect copyright.PENANA7npA2SFtHI
"COUNTESS ANDERLE??!!!" pekik Setsuna paling keras di antara ketiganya.
217Please respect copyright.PENANAlbTL58Cxs6
217Please respect copyright.PENANAGUFfNE9iJV