Kamu menyiram sisa air kencing, berusaha terlihat seperti maha dewi. Ramuan bunga menampar tiap adam, kasar. Sekadar semilir risih menggugah hati. Mata turun ke hati, kata orang pintar.
Tapi, kamu hanya fana. Bibir merona tak dapat dijamah seketika, apalagi harga diri tak terhingga. Kamu tetap merana, adammu tak ada. Tidak, dia ada, bersama pujaannya.
Kamu naik pitam. Sodoran uang mengacau hubungan, akibat si sakti bertindak. Kamu bersama adam yang buta fakta, diikuti tanggungan nyawa. Kau paham, setan haus persembahan.
Setetes darah tuan sudah muak dibagi, jijik. Ia minta kamu berserah hati. Tenggat waktu menghampiri. Kamu gelisah seorang diri, akhirnya adammu pergi karena kamu suka jasmani. Lalu, tinggal kamu dan ketidakkekekalan duniawi. Semua diulang kembali, cari adam lagi.
Prambanan, 20 Juli 2020
ns 15.158.61.20da2