LARAS POV
Aku masih memandangi layar ponselku yang menyala terang. Deretan kalimat chattku dengan Pak Jasmin tertera di sana, di bagian pojok kiri atas tepat di samping foto profil Pak Jasmin tertulis keterangan "MENGETIK..."
Gemuruh dadaku layaknya seorang gadis yang sedang menunggu balasan pesan dari kekasihnya. Ada apa denganku? Kenapa kemarahanku pada Mas Danar justru membuatku mudah larut dalam obrolan mesum bersama Pak Jasim? Hujan di luar masih sangat deras, sesaat Aku melirik ke arah jendela kontrakanku, keadaan di luar juga sangat sepi, Mas Danar masih cukup lama kembali pulang.
PAK JASMIN: Apa perlu saya ke sana? Mumpung suamimu belum pulang.
Aku tertegun membaca chatt balasan dari pemilik kontrakanku itu. Di satu sisi jiwa kebinalanku memberontak, menginginkan sesuatu yang lebih dibanding hanya melihat foto telanjang Pak Jasmin. Tapi di sisi lain otak warasku masih mencoba menebar ketakutan bagaimana nanti kalo Mas Danar pulang dan memergokiku sedang bersama pria lain di dalam rumah? Di tengah kekalutan isi kepala dan perang batin, jemariku mengetik chatt balasan begitu saja diarahkan oleh instingku.
AKU : Emang berani?
Dadaku makin bergemuruh setelah mengetik chatt balasan itu. Apakah Pak Jasmin benar-benar serius dengan tawarannya tadi? Atau hanya iseng menggodaku? Aku hanya menginginkan konfirmasi ulang dari pria tua itu, tapi bagaimana jika Pak Jasmin justru menganggapnya sebagai tantangan dan dia nekat mendatangiku saat ini? Aku harus bagaimana nanti jika hal itu benar-benar terjadi? Lama sekali Pak Jasim tidak membalas pesanku hingga kemudian terdengar pintu kontrakanku diketuk dari luar.
TOK
TOK
TOK
Gila! Apakah Pak Jasim benar-benar datang ke sini? Perlahan Aku mendekati pintu, saat mengintip dari balik jendela, sosok Pak Jasim sudah berdiri di depan pintu rumahku dengan badan basah kuyup akibat terguyur hujan. Pria tua itu benar-benar sudah nekat! Penuh keraguan pada akhirnya Aku memberanikan diri untuk membuka pintu kamar, sumpah dadaku seperti mau meledak saat ini.
"P-Pak Jasim..." Sapaku tergugup, pria tua di hadapanku itu tersenyum ramah sembari menganggukkan kepalanya.
"Mbak Laras..."
Sesaat kami berdua hanya saling berpandangan, seolah tak tau apa yang harus dilakukan selanjutnya. Suara gemuruh petir di luar terdengar sesekali, membuatku ketercenganganku buyar. Jujur, Aku belum siap untuk ini, menghadapi secara langsung pria tua yang beberapa saat lalu mengirimkan foto telanjangnya padaku.
"Apa nggak lebih baik kita masuk ke dalama? Nggak enak kalo sampai ada yang lihat Mbak." Ujar Pak Jasim.
"Ta-Tapi Pak...Mas Danar nggak ada di rumah." Aku masih berupaya untuk menghalau pergi kehadiran Pak Jasim meskipun di dalam dadaku ada pertarungan sengit antara nurani dan sisi liarku sebagai seorang wanita.
"Loh, Saya kesini kan bukan untuk menemui Mas Danar. Saya kesini untuk menjawab tantangan Mbak Laras." Sahut pak jasim, seringai mesum langsung tergambar jelas di wajahnya. Ekspresi yang beberapa saat lalu Aku bayangkan hingga membuatku terangsang.
"Gimana? Boleh Saya masuk Mbak?" Tanya Pak Jasim, sebuah barisan kata yang seperti todongan senjata mengarah langsung padaku. Ambil kesempatan ini, atau usir dia pergi dan kembali menjalani kehidupan rumah tangga membosankan bersama Mas Danar.
"Ba-Baik Pak, silahkan masuk."
Pada akhirnya nuraniku sebagai seorang istri setia harus runtuh akibat dorongan birahi sesat. Aku biarkan lelaki lain masuk ke dalam rumahku di saat suamiku tak berada di sisiku. Pak Jasim melangkah tenang melewatiku, pria itu dengan santainya langsung duduk di kursi ruang tamu. Aku sempat berdiri bengong di depan pintu sebelum buru-buru menutupnya kembali dan menyusul Pak Jasim.
"Mau minum apa Pak?" Tawarku.
"Ah nggak usah repot-repot Mbak."
"Nggak repot kok Pak, sebentar saya buatin kopi dulu ya."
"Ah, boleh-boleh. Maaf sebelumnya ya Mbak Laras."
Aku bergegas menuju dapur untuk menyiapkan suguhan pada pemilik kontrakanku itu. Saat merebus air pikiranku makin dibuat tak tenang, sesekali Aku melirik ke ruang tamu yang berjarak hanya beberapa meter dari tempatku berdiri. Pak Jasim masih duduk dengan tenang, sambil tersenyum ke arahku. 1141Please respect copyright.PENANADOLymBgYwd
Dadaku masih berdebar mengalami momen seperti ini, tapi nasi sudah menjadi bubur, Aku sudah mengambil keputusan gila ini, Aku harus menyelesaikannya sampai tuntas. Entah tuntas yang seperti apa, pikiranku masih kalut menakar segala kemungkinan yang bakal terjadi padaku karena mengundang pria lain masuk ke dalam rumahku.
"Silahkan diminum Pak." Aku meletakkan secangkir kopi hangat di atas meja. Pak Jasim mengangguk sambil tersenyum sebelum menyruputnya pelan-pelan. Aku memilih duduk bersebrangan dengannya.
"Wah, enak banget Mbak. Dingin-dingin gini emang enak kalo minum kopi, apalagi kalo pake susu, hehehehehe." Cerocos Pak Jasim, matanya melirik ke arah dadaku yang hanya terbalut daster tipis sebatas lutut.
"Ah, Pak Jasim bisa aja." Balasku sedikit kikuk, tanpa sadar Aku mulai membenahi pakaianku yang terlihat minimalis. Aku belum terbiasa dengan tatapan mesum seperti itu.
"Ngomong-ngomong bener nggak ada yang bocor Mbak? Hujannya deres banget loh ini."
"Hah? Bo-bocor? Ohh...Eng-enggak ada kok Pak. Aman semuanya." Jawabku sedikit terbata, kata bocor yang diucapkan pria tua itu seolah mengingatkanku pada barisa chatt mesum kami beberapa saat lalu.
"Yakin nggak ada yang bocor Mbak...? Hehehehe..."
Ya Tuhan! Akhirnya momen ini benar-benar terjadi! Dengan percaya diri, Pak Jasim bangkit dari duduknya kemudian memilih tempat duduk di sampingku. Bulu kudukku langsung meremang ketika dengan sengaja pemilik kontrakanku itu menyentuh pergelangan tanganku yang berbulu tipis menggunakan ujung jarinya. Bergerak pelan dari bagian pangkal hingga ke siku yang sama sekali tak tertutup kain. Tubuhku seperti terpaku pada kursi, sama sekali tak bisa bergerak karena tegang sekaligus takut.
"Kok diem aja Mbak? Ah, pasti masih takut ya?" Tebak Pak Jasim seolah bisa membaca isi kepalaku saat ini.
"Pak..Jangan seperti ini..." Aku akhirnya menyingkirkan tangannya dari pergelangan tanganku. Pak Jasim hanya tersenyum.
"Terus maunya seperti apa Mbak?" Penolakanku sepertinya sama sekali tak berarti bagi Pak Jasim, justru kini dia makin berani. Tubuhnya yang sedikit tambun makin merapat, membuatku terdesak ke sisi luar kursi.
"Pak...Saya takut Mas Danar pulang." Ujarku.
"Ah tenang, shift malam pabrik berakhir nanti di jam 11 malam. Sekarang masih jam 9 kan? Waktu kita masih panjang." Bantah Pak Jasim. Aku tak bisa lagi berkutik. Hingga beberapa saat kemudian tangannya meraih daguku, bibirnya yang tebal bergerak maju sebelum akhirnya mengecup bibirku.
"Emmmcchhhhh....Eeemmmcchhhh..."
Aku melenguh, seumur hidup baru kali ini Aku dicium oleh pria yang bukan suamiku. Mataku hanya bisa terpejam saat lidah Pak Jasim berusaha menerobos masuk makin dalam ke mulutku. Penolakanku tak berarti, aroma tembakau bercampur kopi langsung bisa Aku rasakan ketika lidahnya bertemu dengan lidahku. Aku bisa mendengar dengusan nafasnya yang memburu, lidah kami saling membelit, mengecap, dan menjilat satu sama lain.
Detik itu Aku memasrahkan semua kehormatanku sebagai seorang istri pada pria tua mesum. Kami berdua larut dalam ciuman memabukkan, lidah Pak Jasim terus menjilati lidahku, membelit serta membalurinya dengan air liur beraroma kopi. Kami bak sepasang kekasih yang dilanda kerinduan sekian purnama. Desahanku terdengar lirih, berkejaran dengan dengusan nafas Pak jasim yang makin memburu.
Jemari Pak Jasim mulai melakukan aksi, pelan namun pasti aku bisa merasakan sentuhan jemarinya di payudaraku, membuatku hampir meloncat dari kursi, namun sekali lagi aku terlalu larut dalam kegilaan ini. Tak puas hanya bermain dari luar, tangan kekarnya menerobos masuk ke dalam dasterku.
"Ouuuucchhhhh....." Lenguhku pasrah, gundukan kenyal payudaraku kini tersentuh tangannya tanpa penghalang.
Bulu kudukku makin meremang ketika jemari Pak Jasim memilin pelan puting payudaraku lalu membetotnya tiba-tiba untuk kemudian dilepaskan begitu saja. Pria tua itu terus mengulangi gerakan itu sampai berkali-kali, memancing birahiku makin meninggi.
"Bener-bener gede nenenmu sayang...." Bisiknya di tengah segala bentuk rangsangan yang diberikannya pada tubuhku.
Kini hanya sebelah tangannya yang memainkan payudaraku, tangan satunya terus menuruni dada, perut dan, hinggap di timbunan bukit bercelah bertumbuhkan bulu-bulu hitam tipis. Vaginaku! Kali ini nafasku mulai tak beraturan, antara tegang, marah, takut dan, terangsang hebat bercampur aduk.
Jemarinya mulai menjamah permukaan vaginaku, lalu menyentil pelan klitorisku, terus beberapa menit, sampai kemudian jemarinya membuka bibir vaginaku. Mengusap-usapnya, lalu perlahan memasuki vaginaku. Jarinya menggeliat-geliat di dalam lalu menariknya setengah keluar untuk kemudian didorongnya masuk kembali, terus seperti itu, semakin lama semakin cepat. 1141Please respect copyright.PENANAUAVVoDwf8n
Nafasku makin tak teratur, antara perasaan terhina dan marah sekaligus malu. Malu mendengar suara vaginaku yang basah sedabg dikerjai oleh jemari pria yang bukan suamiku. Tapi gerak tubuhku seolah bertolak belakang, kedua pahaku terbuka makin lebar, terangkat begitu saja di atas kursi dengan posisi mengangkang.
"Oohhh...Sudah basah banget rupanya...." Ucap Pak Jasim penuh kemenangan. Rayuannya memang menang telak malam ini, mengalahkan segala macam norma yang secara sadar telah Aku langgar.
Pria itu merubah posisi badannya, kini dia merunduk di depan kursi. Kepalanya mendekati liang senggamaku yang terbuka lebar. Aku menggigit bibirku sendiri, suaraku parau, pandangan mataku mengarah pada gerakan kepala Pak Jasim yang semakin dekat dengan area vaginaku. Lalu beberapa saat kemudian Aku merasakan sensasi basah dan hangat sekaligus ketika lidahnya yang kasar mulai bergerak liar diantar celah sempit permukaan liang senggamaku. Bergerak naik turun secara pelan sambil sesekali mengecupi klitorisku yang telah menegang sempurna.
Tubuhku terasa ringan, menggelinjang bak cacing kepanasan.Pak Jasim membawaku terbang tinggi bahkan mungkin ini adalah titik tertinggi kenikmatan bercinta yang pernah aku capai. Desahanku berubah menjadi raungan parau, persetan jika sampai suaraku didengar oleh para tetanggaku, aku sudah tak lagi peduli. Otak warasku seolah telah terpotong beberapa bagian karena racun birahi yang tengah diberikan oleh Pak Jasim.
"Aaauuuuucchhhhh....Aaacchhhhh Pak...."
Aku meraih kepala Pak Jasim, menariknya agar lebih dalam lagi lidahnya menjamah tiap jengkal vaginaku. Pria tua itu lalu kembali menggunakan dua jarinya untuk mengorek bagian dalam vaginaku sambil terus menjilatinya. Kembali ia hujamkan jarinya ke dalam liang dimana itu adalah tempat sakral bagi kemaluan suamiku. Dua jarinya bergerak maju mundur, mengocoknya secara pelan namun lambat laut gerakan itu berubah menjadi makin cepat. Aku bisa mendengarkan lagi suara hisapan mulutnya. Terus begitu hingga Aku merasakan sesuatu yang besar akan keluar.
"AARGGHHTTTTT! PAAAKKKK! AKU KELUAR!!!!"
Pekikku histeris seraya menjambak rambutnya keras-keras. Tubuhku melenting ke atas sebelum akhirnya gelombang orgasme yang selama ini tidak pernah Aku dapatkan dari Mas Danar meledak begitu saja secara sempurna. Pak Jasim menyudahi aksinya, senyumnya merekah lebar kala menyaksikan wajah sayuku tergolek lemah di atas kursi. Tulang-tulangku terasa tak punya daya, yang bisa Aku rasakan hanyalah kenikmatan luar biasa.
1141Please respect copyright.PENANAxUoAXM6rCI
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.54da2