#1 Pembukaan116Please respect copyright.PENANAeM0qycXgVn
116Please respect copyright.PENANAYbx0jNumd5
“Umi cuma punya dua tangan!” Seruku kepada mereka berdua yang sibuk ke sana-kemari. “Abi, makan dulu, ih!” seruku lagi kepada suamiku sambil membolak-balik ayam di penggorengan dengan gemercik minyak yang meletup-letup kecil.116Please respect copyright.PENANARTge4UU76r
116Please respect copyright.PENANAjUuixLsALo
“Abi gak ada waktu, mi. Udah telat!” Jawab Suamiku, Dimas. Ia terlihat sibuk membenarkan dasinya yang sedikit miring. “Abi berangkat dulu.” Dimas menghampiriku dan memelukku dari belakang, tak lupa ia mengecup puncak kepalaku dengan mesra.116Please respect copyright.PENANAZrGHDfczCZ
116Please respect copyright.PENANAcim17WGi8i
“Adit jangan sampe telat!” Kata Dimas kepada Adit, anakku.116Please respect copyright.PENANAz5IJuMcu3s
116Please respect copyright.PENANAWUz0UAVeQF
Adit mengangguk. “Hati-hati, Bi.” Ia duduk di meja makan dengan seragam rapi. Dimas tersenyum dan kemudian menghilang dari meja makan.116Please respect copyright.PENANACXXOlXcUkp
116Please respect copyright.PENANAZ6j5ShBrX6
Aku meletakan dua ayam goreng di meja makan, lalu duduk berhadapan dengan Adit, anakku satu-satu-nya. Adit sangat mirip dengan suamiku, dari wajahnya, sifatnya, pun caranya makan, seperti kloningan sempurna tanpa cacat.116Please respect copyright.PENANA79Q8ZRDxWT
116Please respect copyright.PENANASHgIH7btRc
Adit menyendok Nasi ke piringnya dan mengambil satu goreng ayam bagian paha.116Please respect copyright.PENANAKWKzN9fN94
116Please respect copyright.PENANAw6XnjfufA4
“Jangan buru-buru, sayang.” Aku menuangkan air ke gelas dan menyodorkan kepadanya.116Please respect copyright.PENANARA92ay1f5M
116Please respect copyright.PENANAnGcA9tTnGo
“Takut telat, bun,” kata Adit. Hari senin memang sangat sakral bagi sebagian anak SMA kelas tiga seperti anakku ini.116Please respect copyright.PENANA6BqAvBS238
116Please respect copyright.PENANAUePtsquB1e
“Nanti keselek, lho,” kataku, memperingatinya.116Please respect copyright.PENANA9zout9lrLw
116Please respect copyright.PENANAFiUEMPeMOK
Adit menghiraukan. Ia makan dengan terburu-buru. Tak lama kemudian, ia berdiri. “Adit berangkat dulu, ya, bun.” Ia menghampiriku. Aku berdiri dan mengulurkan tangan. Dengan takzim Adit mencium punggung tanganku.116Please respect copyright.PENANAGXMnDjb3Xp
116Please respect copyright.PENANADyJDBuBqqV
“Hati-hati, sayang,” kataku sambil mengusap rambutnya. “belajar yang giat.” Adit tersenyum, lalu melangkahkan kakinya keluar rumah.116Please respect copyright.PENANAPPT55KhThI
116Please respect copyright.PENANAc7Pb4GBvmo
ia berangkat ke sekolah menggunakan motor. Walaupun aku tak membenarkan hal seperti itu, sebab ia sendiri tidak memiliki SIM. Tapi, aku selalu memperingatinya untuk selalu menggunakan Helm. Lagian, suamiku terlalu sibuk untuk mengantar-jemputnya. Aku sendiri? Tak bisa mengendarai motor maupun mobil.116Please respect copyright.PENANAM2pCNV8X77
116Please respect copyright.PENANAElU6VpnYmU
Dari jaman kuliah, aku selalu menggunakan Taxi atau alat transportasi lainnya. Dahulu, Umiku selalu berkata, Laras, kamu harus belajar nyetir. Mau sampe kapan kamu bergantung sama Abi? Aku hanya tersenyum dan mengganguk. Abi pun begitu, Mbak, mau diajarin nyetir mobil? tanya Abi kepadaku, sewaktu-waktu. Aku hanya menggeleng. Menolak.116Please respect copyright.PENANAIQzNZ4cveN
116Please respect copyright.PENANAi5kcgBiQNr
Aku mempunyai ketakutan tersendiri soal berkendara. Sewaktu aku masih kelas 4 Sd, aku menyaksikan anak yang seumuranku tertabrak mobil, tepat di hadapanku. Dan itu sungguh menyeramkan sekali. Apalagi untuk anak yang usianya baru menginjak 10 tahun. Sampai sekarang, kejadian tersebut masih terlintas di pikiranku. Tidak bisa menghilang, dan menghantui terus menerus, seperti sebuah pembelajaran yang harus kuingat-ingat.116Please respect copyright.PENANAJpEHAfdsTx
116Please respect copyright.PENANAPhM1EVRtcq
Seperti ibu rumah tangga pada umumnya, aku menghabiskan sebagian waktuku di rumah, berkemas, berbelanja keperluan dapur, dan sebagainya. Di usiaku yang ke 38 tahun, aku harus tetap produktif dan terus melakukan kewajibanku sebagai istri sekaligus ibu.116Please respect copyright.PENANAcSgqwts4NL
116Please respect copyright.PENANAsi3xHAOPG6
Aku teramat bahagia sepanjang pernikahanku dengan Dimas. Aku bersyukur sekali menikahi lelaki yang ku kenal sejak dari bangku perkuliahan itu. Dimas, adalah sosok lelaki yang penyabar, sholeh, dan penuh tanggung jawab. Tidak seperti di film-film, kami tak pernah bertengkar hebat, palingan bertengkar karena masalah sepele. Dimas juga sosok imam yang baik, ia selalu memperingatkanku terhadap kewajibanku terhadap Tuhan. Apapun yang terjadi, bunda gak boleh ninggalin solat. Begitulah ia sering menasehatiku.116Please respect copyright.PENANAvSd7d4gv3Y
116Please respect copyright.PENANAMY2xqOrDEa
Sewaktu kuliah, Dimas adalah kating-ku. Dimas lebih tua dua tahun di atasku. Ia sering ikut organisasi. Kami bertemu di salah satu organisasi literasi. Aku masih ingat ketika pertama kali ia menghampiriku dan berkata, saya mau mengenal kamu lebih jauh, tapi, saya gak mau mengajak kamu dalam kemaksiatan. Mengingat-ingat itu, membuatku tergelitik. Kemudian, pendekatan kami terus berlanjut. Kami tidak pernah memiliki hubungan yang disebut pacaran, aku sendiri menghindari sebuah maksiat yang dinamakan Zina. Sedari kecil, aku sudah dibentuk oleh agama yang kuat, Abiku pemilik pesantren, jadi tidak heran aku selalu menjalani kehidupan seusai syariat agamaku.116Please respect copyright.PENANAUwbxzubDOE
116Please respect copyright.PENANAv7hxfZwdbN
Begitupun Dimas, ia memegang teguh norma-norma agama. Tidak pernah sekalipun ia menyentuhku sebelum menikah. Satu tahun setelah aku Wisuda, Dimas segera melamarku. Hari-hari indah itu masih jernih dalam ingatanku. Ia datang bersama keluarganya. Dimas tampak elegan dengan baju koko dan senyum yang tergores di wajahnya.116Please respect copyright.PENANABRscaSb48E
116Please respect copyright.PENANAunQAItzKZo
Di ruang tamu rumahku keluargaku dan Dimas berkumpul. Saling tertawa dan membahas perihal tujuan kedatangan keluarganya. Aku hanya mengulum senyum dan menunduk di antara keramaian. Gimana, mbak? Tanya Abi kepadaku perihal lamaran Dimas. Aku mengangguk dan tersipu. Menerima lamarannya.116Please respect copyright.PENANAGl9skTYN8U
116Please respect copyright.PENANA1JEp7pRtkP
Malam pertama kami begitu kakuk. Kami duduk di ranjang tanpa bercakap sepatah-kata. Dimas sama sekali tak bergerak untuk menyetubuhiku. Begitupun aku, aku sama sekali tidak mempunyai pengalaman perihal sex. Maka, malam pertama kami, tidak ada persetubuhan, kami sama-sama tertidur pulas sebab letih menyambut tamu.116Please respect copyright.PENANA38IgPiMWgr
116Please respect copyright.PENANANPuQa4ezlg
Di minggu pertama, Dimas merenggut perawanku. Aku bahagia bisa memberi mahkotaku kepada suamiku, bukan kepada orang lain. Dan sebagai orang yang sudah menikah, menyenangkan suami tentu saja mendapatkan sebuab imbalan berupa pahala.116Please respect copyright.PENANA7NRXrFPT3E
116Please respect copyright.PENANArKZMtYb1lO
Tahun-tahun berlalu. Pernikahan kami semakin erat sampai detik ini. Hasil dari pernikahan kami adalah Adit, anak cowokku, dan satu-satu-nya.116Please respect copyright.PENANAPW8wuvfAOG
116Please respect copyright.PENANAAbCEyyU1Yr
Adit, anakku, tergolong anak yang sopan dan sholeh. Aku selalu mengajarkannya etika-etika mendasar yang harus ia pahami. Di masyarakat sekarang, banyak sekali hal-hal melenceng yang jauh dari Etika-etika dan norma yang berlaku. Aku, sebagai ibu, tidak ingin anakku sampai terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dinamakan kemaksiatan.116Please respect copyright.PENANAgFoZ7CMV0s
116Please respect copyright.PENANALr8MbzlH25
Aku termasuk selektif kepada anakku. Aku tidak ingin dia berteman dengan sembarangan orang. Remaja-remaja seumurannya pastilah ingin mencari jati diri. Tapi, sebagai ibu aku tidak ingin dia terlampau jauh. Seperti mengikuti tawuran, narkoba, sex bebas, dan sebagainya. Oleh karena itu aku membatasi pergaulannya.116Please respect copyright.PENANAQkfW80m3pI
116Please respect copyright.PENANANHADr8hyLV
Yang aku tahu, Adit, hanya memiliki satu sahabat, Namanya, Fajar. Aku sendiri mengenal Fajar sudah lama. Ia adalah sahabat anakku sedari kecil. Aku mengenal baik Remaja bernama Fajar itu, bahkan aku sudah menganggapnya sebagai anakku sendiri. Selain ia periang dan sopan kepada yang lebih tua. Ia juga sering mengarahkan Adit ke hal-hal yang bersifat positif. Aku memang cukup dekat dengan Fajar, kami sering berbincang, sebab ia sering berkunjung ke rumahku. Selain ia sahabat anakku sedari kecil, ia juga satu sekolah dengan Adit. Oleh karena itu aku sering bertanya perihal perkembangan Adit di sekolah.116Please respect copyright.PENANAEbJVhruS5C
116Please respect copyright.PENANAaHQlEtGOFO
Aku juga menaruh simpati kepada Fajar. Ia hidup hanya berdua dengan neneknya. Sepengetahuanku, ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Ayahnya sendiri adalah pria yang tidak bertanggung jawab, yang lepas tangan ketika ibunya hamil.116Please respect copyright.PENANAA9NdnDwlfN
116Please respect copyright.PENANALCQshWW8Zv
Fajar, cukup dewasa untuk anak seusianya. Ia sudah bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Walaupun ia bekerja serabutan. Kadang, aku juga sering mengantar makanan ke rumahnya. Simpatiku kepadanya mendapat dukungan dari Suamiku. Sesama manusia kita memang harus berbagi, mi. Kata Dimas kepadaku. Abi bangga sama Umi.116Please respect copyright.PENANAxurQTXDiRb
116Please respect copyright.PENANAzWTA3jrlOl
Seperti biasa, sepulang sekolah, Adit dan Fajar sering menghabiskan waktu bermain PS. Aku tak mempermasalahkan hal tersebut, asalkan mereka masih ingat waktu untuk ibadah. Seperti yang di lakukan mereka sore ini. Selepas pulang sekolah, Adit lekas menghambur ke kamarnya, diikuti oleh Fajar. Aku hanya menggeleng melihat tingkah dua remaja itu.116Please respect copyright.PENANAh1hHQ6NdaP
116Please respect copyright.PENANAtnbtJJCTWh
Terdengar deru langkah. Aku menoleh ke belakang. Fajar tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya.116Please respect copyright.PENANAeL7Jk8XDYx
116Please respect copyright.PENANAmoqvaPEslg
“Udahan main PS-nya?” Tanyaku.116Please respect copyright.PENANAWuLPoDT42m
116Please respect copyright.PENANAyjPkmK5ARm
Fajar duduk di hadapanku. Meja menjadi penengah di antara kami. “Udah, tan,” jawabnya.116Please respect copyright.PENANADpsVUACIA4
116Please respect copyright.PENANATXAp1eceLq
Aku dan Fajar memang selalu mengobrol. Sekedar membahas buku-buku baru-baru ini yang kami baca, atau sedikit berdiskusi perihal hal-hal tentang kehidupan. Fajar, jauh lebih dewasa dari anakku, terlihat dari bacaan nya yang berat, dan juga pemikirannya yang sering kali membuatku terpukau.116Please respect copyright.PENANAYctrlJPcAh
116Please respect copyright.PENANAZo7ZzRAT0F
“Novel Kafka yang kemarin udah dibaca habis, Tan?” tanya Fajar.116Please respect copyright.PENANAbT0pu88lm6
116Please respect copyright.PENANACRwpUw9aH7
“The Castle, udah,” kataku. “Kalau Metamorfosis, baru setengah halaman.”116Please respect copyright.PENANAd7lKNAWg5f
116Please respect copyright.PENANAdqzxV5wfAu
Fajar mengangguk.116Please respect copyright.PENANA6mwbl4tz5T
116Please respect copyright.PENANAhnyNevWXAs
“Kamu udah makan?” tanyaku. “Kalau belum, tante ambilin, mau?”116Please respect copyright.PENANAn0E2RV3P6M
116Please respect copyright.PENANA0IYrco1aWi
Fajar tersenyum lebar. “Belum, Tan.” Ia terkekeh.116Please respect copyright.PENANAouCVeNWn1v
116Please respect copyright.PENANAuSILv2tqE8
Aku mengernyitkan wajah dan tersenyum kepadanya. “Dasar kamu.” kataku, kemudian berdiri. “Ayo.”116Please respect copyright.PENANAyhnLPO9JUq
116Please respect copyright.PENANAs2NUI3zLKZ
Kami berpindah ke meja makan. Aku meletakan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng di meja. Dengan lahap Fajar menyantap masakanku. Aku tersenyum melihatnya makan dengan lahap.116Please respect copyright.PENANAxpZ6XkOM89
116Please respect copyright.PENANAxwMgwMWkmX
Aku menuangkan air dan menyodorkan kepadanya. “Kalau kamu laper, jangan sungkan datang ke sini, Jar.” Aku beranjak duduk.116Please respect copyright.PENANAut7fm8Q6I8
116Please respect copyright.PENANA0t92Lsw9Yl
Fajar menjawab dengan mulut yang penuh, “Makasih, Tan.”116Please respect copyright.PENANAPrNu2tvtOv
116Please respect copyright.PENANAkJCR3h0ZnO
“Udah, habisin dulu makanannya, baru ngomong,” kataku.116Please respect copyright.PENANA8x25gzVjx4
116Please respect copyright.PENANA4MGwDnQaTv
“Tante baik banget, tambah sayang, deh,” Ia tersenyum kepadaku dengan piring yang sudah kosong. Ludes tak bersisa.116Please respect copyright.PENANAvBtoxUBGTP
116Please respect copyright.PENANAP2xMryHFtU
“Tante, kan, memang baik,” kataku, bangga.116Please respect copyright.PENANA5Drmuwftzh
116Please respect copyright.PENANAn8RwZ8SQ4J
Fajar meneguk air. “Semoga kelak dapet istri kaya tante, amin,” Ia melayangkan senyum riang kepadaku.116Please respect copyright.PENANAuUbES2wf8y
116Please respect copyright.PENANAeHPX8YKzU7
Aku terkekeh. “Makanya, sekolah yang bener, kejar cita-cita. Biar kelak sukses, dan dapat pasangan yang setara.”116Please respect copyright.PENANAa8OZ3ELJmH
116Please respect copyright.PENANAr8WaeVNblJ
Fajar menatapku, dalam. Kemudian tertawa. Aku menatapnya bingung, “Kenapa, ih?” tanyaku. “Wajah tante aneh, ya?” Aku mengeluarkan ponselku dan berkaca di layar hitam, sekiranya ada sesuatu yang menempel di wajahku.116Please respect copyright.PENANALQxZ6Jniuz
116Please respect copyright.PENANAwdLzdOPqO1
Fajar malah terkekeh. “Tante cantik, banget.”116Please respect copyright.PENANAL6spGMaosD
116Please respect copyright.PENANAW1yp2KH14x
Aku malah tersipu. Agak malu, aku bertanya, “Kamu belajar gombalan dari mana?”116Please respect copyright.PENANArQiEJQDYi9
116Please respect copyright.PENANAJYxn9mhIWO
Fajar berdehem. “Dari sini.” Ia menunjuk dadanya. “dari hati.”116Please respect copyright.PENANA8mEDqhB0SX
116Please respect copyright.PENANA3dzNQVPwxN
Aku menggeleng. Fajar tidak seperti biasanya. Baru kali ini ia berani menggombaliku. Aku tak menganggap serius, mungkin ia bermaksud bercanda dan mencarikan suasana.116Please respect copyright.PENANA523g8YisvJ
116Please respect copyright.PENANABr9ihlHV95
Fajar sendiri memiliki tampang wajah yang menurutku lumayan tampan. Yang membuatnya menarik adalah, tingginya yang berkisar 178 Cm, yang jika aku berjalan bersampingan dengannya, aku terlihat pendek sekali. Remaja sepertinya memang masih dalam masa-masa pertumbuhan. Mungkin di kalangan remaja putri, sosok fajar adalah yang diidamkan-idamkan.116Please respect copyright.PENANANz9UeBdmED
116Please respect copyright.PENANABsdcwbWfTD
Aku mengambil piring bekas Fajar makan. Ruang makan dan dapurku menyatu. Selain hemat tempat, juga lebih Efisien. Aku membuka keran. Percikan air membasahi piring, tak lupa aku usap lembut dengan spons.116Please respect copyright.PENANAI1IUfuRVDI
116Please respect copyright.PENANAVMWjbhdzt1
Fajar menghampiriku. Bahu kami saling bersentuhan. Aku memang sudah menganggapnya anakku sendiri, tapi, kami bukanlah muhrim. Tentu saja aku merasa risih. Tapi, entah kenapa ada perasaan tidak nyaman di hatiku jika aku bergeser.116Please respect copyright.PENANAHWd5tVKB68
116Please respect copyright.PENANAiZsPwCDrrg
“Fajar aja yang cucinya, tan.” Fajar meraih piring dari tanganku. “Tante duduk aja.”116Please respect copyright.PENANANJELqPYHwG
116Please respect copyright.PENANAddi0U0rL2a
Aku mengiyakan. Lalu duduk di bangku meja makan. Tak lama, Fajar menyusul, duduk di sebelahku. Hening sejenak. Tidak ada obrolan. Hanya bunyi detik jam dari kejauhan yang mengisi keheningan. Sampai akhirnya, Fajar memecah hening.116Please respect copyright.PENANAVoVAwJkM26
116Please respect copyright.PENANASYIW6tP4c4
“Makasih, tan,” Ia melirikku. “Tante baik banget sama Fajar.”116Please respect copyright.PENANAl5Ldn5jFgB
116Please respect copyright.PENANAFffkXhwNyN
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Jar, udah kewajiban manusia untuk berbuat baik sesamanya,” kataku. “Lagian, kamu juga udah bantu tante banyak, kok.”116Please respect copyright.PENANAknQ1yPSizl
116Please respect copyright.PENANAzfa1LdT0x7
Mata kami bertemu. lima detik kami saling bertatapan. Tidak ada yang mau mengalah. Entah kenapa wajahku kaku, enggan untuk berpaling.116Please respect copyright.PENANA82N4joVZU3
116Please respect copyright.PENANAtlN1RVweJZ
“Cie pacaran.”116Please respect copyright.PENANAYrgAEilacz
116Please respect copyright.PENANAc8Rgn0tPRn
Sontak aku memalingkan wajah, beralih menatap anakku yang beranjak duduk di hadapan kami.116Please respect copyright.PENANA3puqQ6c5Mq
116Please respect copyright.PENANAimSLR1IGkU
“Mi.” Adit menggaruk kepalanya. ia terkekeh ringan. Jika sudah begini, pastilah ada yang diinginkannya. “Boleh gak Adit ikut camping sama teman sekolah?” tanyanya, kemudian.116Please respect copyright.PENANAm438CMuwte
116Please respect copyright.PENANAZRPkML8JGt
Aku menghela nafas. “Camping sekolah?” tanyaku menyelidik. “kalau kalian yang adain acaranya, Umi engga kasih izin.”116Please respect copyright.PENANANcfpUlcxpX
116Please respect copyright.PENANADkujXzevmz
Adit terlihat berfikir sejenak, kemudian berkata, “Dari sekolah, Mi. Acara pramuka,” jawabnya. “Iya, kan, Jar?” ia melirik Fajar.116Please respect copyright.PENANAtThXnuAgF2
116Please respect copyright.PENANAZYjCaMH5Yz
Aku menatap tajam ke arah Fajar, memintanya hendak berkata jujur. Fajar terkekeh dan berkata, “Engga, tan. Adit bohong. Kemah pramuka udah selesai bulan kemarin.”116Please respect copyright.PENANAmzL1sCcTjd
116Please respect copyright.PENANAViVIbQGPwM
Aku balik menatap Adit. Adit menunduk. “Kenapa bohong sama Umi?” tanyaku, sedikit galak. “kamu gak boleh bohong sama orang tua. Dosa.”116Please respect copyright.PENANA82Cipe47oe
116Please respect copyright.PENANAOdQfgYZFgP
Sambil menunduk, Adit berkata, “Maaf, bun. Lagian kalau Adit jujur, Umi engga kasih izin juga.”116Please respect copyright.PENANAXio0SGk7r7
116Please respect copyright.PENANAO9oGBfIN5V
“Tapi, bukan berarti kamu harus bohong, kan?” Aku menghela nafas lagi, cukup dalam. “yaudah, kali ini Umi izinin. Tapi, awas aja kamu macem-macem.”116Please respect copyright.PENANAdzk36T4ykl
116Please respect copyright.PENANAk1beBymcVm
Adit mendongak menatapku dengan binar di mata. “Makasih, Umi. Sayang Umi banyak-banyak.”116Please respect copyright.PENANA6ImSGPC6Ad
116Please respect copyright.PENANAFiSFOjmvWb
Aku tertawa ringan, lalu menoleh ke Fajar. “Kamu awasi Adit, Jar.”116Please respect copyright.PENANAvtNsaZp94Q
116Please respect copyright.PENANAVNT3LCy90D
“Fajar gak ikut, tan.”116Please respect copyright.PENANAYIE7vVqRd9
116Please respect copyright.PENANASVGNWj3T0Q
Adit menimpali, “Fajar sama Adit gak satu kelas, Mi. Acara ini, khusus buat kelas Adit aja.”116Please respect copyright.PENANA8zK5PVcLZi
116Please respect copyright.PENANAc3nlS3FYKM
Aku mengangguk, paham. “Yaudah. Kamu jangan aneh-aneh, ya, sayang.” Kataku sambil tersenyum menatap Adit.116Please respect copyright.PENANAOsCniYBILo
116Please respect copyright.PENANAwXfNt4NG7g
Adit menggangguk, antusias. “Siap Umi.”116Please respect copyright.PENANApd7Xnbmn5z
116Please respect copyright.PENANAlYaOsWa3ra
***116Please respect copyright.PENANA9c3cWbaTmq
116Please respect copyright.PENANAXaN1CWfyGR
Minggu pagi adalah hal yang paling di tunggu. Terutama bagiku. Di minggu pagi, aku bisa merehatkan tubuhku sejenak, bisa bermain ponsel sepuasnya, atau bisa membaca buku dengan khidmat. Seperti yang aku lakukan sekarang, di ruang tamu di sebelah suamiku.116Please respect copyright.PENANAbIg4nqjLb8
116Please respect copyright.PENANAda7P0JULCO
Suamiku, Dimas, sibuk dengan laptop di pangkuannya. Ia cukup sibuk sekalipun adalah hari minggu. Dimas memang tipe-tipe Pekerja yang ambisius. Berkerja di bidang hukum membuatnya harus ekstra mengeluarkan tenaga. Terkadang, ia tak ingin di ganggu perihal kerjaannya.116Please respect copyright.PENANACljo4GKa6h
116Please respect copyright.PENANAjmZsMEiaGv
Aku menghela nafas, bosan. “Bi, ke toko buku, yuk.” Aku meraih lengannya, dan menyandarkan kepalaku di bahunya. “Umi mau beli buku itu lho, yang best seller itu.”116Please respect copyright.PENANA6n1HBu8tNe
116Please respect copyright.PENANAqeVMGFPJd6
“Apa?” Dimas masih fokus menatap layar laptop.116Please respect copyright.PENANAFgOtbEocGB
116Please respect copyright.PENANAzs4rssvTAD
Aku mendengus. “Karyanya Eka Kurniawan, Cantik itu luka.”116Please respect copyright.PENANAgbbS6vVGiF
116Please respect copyright.PENANAWlPq9lvtJn
“Jangan, umi,” Bunyi ketukan keyboard terdengar. “gaya bahasanya vulgar. Gak cocok sama umi.”116Please respect copyright.PENANAi4WjYiiu1l
116Please respect copyright.PENANAsf1k1elHYx
Sedikit sebal, aku melepaskan lengannya dari pelukku. Tapi, Dimas sama sekali tak menggubris kekesalanku. “Abi, Ih.” aku merengek sambil memanyunkan bibir. “Umi ngambek, lho, ini.”116Please respect copyright.PENANA7NcwhVvrO5
116Please respect copyright.PENANAGhAsG4Uknk
Akhirnya Dimas menoleh ke arahku. Ia tersenyum, kemudian mendaratkan tangannya di puncak kepalaku. mengelus kepalaku yang terbalut jilbab. “Abi lagi ngerjain laporan. Minta antar sama Adit, ya?”116Please respect copyright.PENANAtu1cNsSWzn
116Please respect copyright.PENANALjMQ7MUy6f
Aku mengangguk, terpaksa. Tak lama terdengar suara melengking Dimas memanggil Adit. Yang di panggil segera hadir.116Please respect copyright.PENANAzeMrPy93v7
116Please respect copyright.PENANAvmcWWNkXbv
“Kamu anterin umi ke toko buku,” Kata Dimas kepada Adit.116Please respect copyright.PENANAf5AfY41Q5o
116Please respect copyright.PENANAgEiv6g5Tuz
Sambil berdiri, Adit berkata, “Adit bentar lagi berangkat, bi. Mau camping. Minta antar sama fajar aja, ya?”116Please respect copyright.PENANAYyQ0pofBEU
116Please respect copyright.PENANACe9lyCudCu
Dimas berfikir sejenak, kemudian suaranya melengking ke penjuru ruang, memanggil Fajar.116Please respect copyright.PENANARdlNHq8N1c
116Please respect copyright.PENANAoqZPDZGXow
Setiap minggu, Fajar memang selalu berkunjung ke rumahku. Dan suamiku sendiri tidak mempersalahkan kehadiran Fajar. Bagi Dimas, Fajar adalah sosok remaja yang ulet sopan. Kadang ada beberapa pekerjaan rumah yang ia selesaikan. Sewaktu dulu, ketika atap genteng bocor, Fajar lah yang menambalnya. Ketika keran air rusak, Fajar yang memperbaiki. Sikap Fajar yang seperti itu, membuat suamiku menyukainya.116Please respect copyright.PENANAWDmEWL19Mc
116Please respect copyright.PENANASUbLZp0C9I
“Jar, kamu anterin Umi ke toko buku, ya.” Kata Dimas kepada Fajar yang berdiri di sebelah anakku. “Kamu bisa nyetir, kan” Dimas meletakan kunci mobil di atas meja, di samping vas bunga.116Please respect copyright.PENANAB41OQlsip5
116Please respect copyright.PENANAeSVkwITwMi
Fajar mengangguk. “Bisa, om.”116Please respect copyright.PENANAobckb1qom9
116Please respect copyright.PENANAKwOZM6iT4z
Fajar memanggil aku dan suamiku dengan kata ganti, “Om-tante”, padahal Dimas menyuruhnya untuk memanggil nama kami dengan, “Abi-umi”, tapi ia menolak.116Please respect copyright.PENANAEO7E63cMdS
116Please respect copyright.PENANAkiz7kRGmCS
“Umi ke toko bukunya sama Fajar aja, ya,” kata Dimas kepadaku.116Please respect copyright.PENANAYHmAsHykip
116Please respect copyright.PENANAbSd5JCVRWy
Aku mengangguk.116Please respect copyright.PENANA3COwCotST1
116Please respect copyright.PENANAXFNOorCrbi
“Umi, Abi, Adit berangkat dulu.” Adit menghampiri kami berdua, lalu mencium punggung tanganku dan Dimas, bergantian.116Please respect copyright.PENANAVwJiQf743I
116Please respect copyright.PENANARFxRfElwOE
“Hati-hati, jangan macam-macam,” kataku kepadanya.116Please respect copyright.PENANAgtBDIolXZE
116Please respect copyright.PENANA8DvPDGP0jw
“Siap, Umi,” jawab Adit dari kejauhan. Tak lama terdengar suara knalpot motor.116Please respect copyright.PENANAJj48Ag5TJ5
116Please respect copyright.PENANAoLJ2oUrXfO
Aku segera berdiri, “Jar, duduk dulu, tante mau ganti baju,” kataku kepada Fajar. Fajar mengangguk sambil duduk di hadapan suamiku.116Please respect copyright.PENANALkXCulGfJ5
116Please respect copyright.PENANA41rmYPujqo
Aku memutuskan untuk mengenakan gamis pink serta jilbab yang warnanya sama. Aku meliukkan tubuhku kanan-kiri di depan kaca lemari. Di usiaku yang tidak muda lagi, aku masih memiliki tubuh yang masih bagus, terawat, dan juga bersih. Bisa dibilang, aku selalu menjaga tubuhku bagian luar maupun dalam. Mungkin karena itu, teman-temanku selalu berkata, Laras dari masih gadis sampai punya anak satu, tubuhnya gak berubah, masih bagus. Tentu saja aku tersanjung dipuji seperti itu.116Please respect copyright.PENANAaZkBUYw8pG
116Please respect copyright.PENANAVcQ8XMF9ct
Di ruang tamu, Fajar dan Dimas, masih asik mengobrol, aku lekas menghampiri mereka.116Please respect copyright.PENANAsxutOu1n2L
116Please respect copyright.PENANAZLNpsqosIn
“Ayo, jar,” kataku kepada Fajar. “tante udah siap.”116Please respect copyright.PENANApraibxuXFv
116Please respect copyright.PENANAYfeHcOC0U8
Fajar berdiri. “Om, saya anterin tante dulu, ya.” ia menunduk sopan ke suamiku.116Please respect copyright.PENANA352uvVSDkQ
116Please respect copyright.PENANAkIFXmHpw8t
Dimas membalas sambil tersenyum. “Hati-hati.”116Please respect copyright.PENANA5gJYNGyvzJ
116Please respect copyright.PENANAz69GfV6DGF
***116Please respect copyright.PENANA64S7dxa85C
116Please respect copyright.PENANAuk03nCNYvj
Fajar memarkirkan mobil di tepian jalan. Di samping Toko Buku. Toko Buku ini memang kerap aku kunjungi semasa aku kuliah dulu. Lekas, aku dan Fajar masuk ke dalam. Aku menuju rak buku dengan label di atasnya bertuliskan: Novel sejarah. Akhir-akhir ini aku memang kerap membaca Novel berlatar sejarah. Sementara Fajar, beranjak menuju lantai dua Toko Buku ini. Aku membiarkannya dan fokus mencari buku yang ingin ku beli.116Please respect copyright.PENANA3miJ1ULVp1
116Please respect copyright.PENANAGTWBjo1Y1X
Aku memutuskan untuk membeli empat buku, karyanya Pramoedya Ananta Toer. Fajar sendiri tampaknya sedang asik memilah buku. Sambil memeluk empat buku, aku menaiki anak tangga, menyusul Fajar.116Please respect copyright.PENANAdW3kh6eWeq
116Please respect copyright.PENANA4kSHDP91w0
Tiba di lantai dua, aku memperhatikan Fajar yang sibuk berpindah dari Rak buku ke rak buku lainnya. Aku menghampirinya. “Kamu kalau mau beli buku, beli aja, Jar. Tante bayarin,” kataku.116Please respect copyright.PENANAmmuKiY4MwV
116Please respect copyright.PENANAJP0RYb0B0t
Fajar berbalik. “Mau beli dua boleh?” ia tersenyum.116Please respect copyright.PENANAXZI5jOq2oS
116Please respect copyright.PENANAiKZ2L04A0d
Aku terkekeh. Yang membuat aku menyukai sahabat anakku ini adalah karena sifatnya yang jujur. Ia bukan tipe remaja yang sungkan atau malu-malu. Fajar adalah tipe remaja yang jika berkata tidak, maka tidak, bukan berkata tidak, untuk sekedar menolak sebab perasaan tidak-enakan.116Please respect copyright.PENANA9cJXBhZjKv
116Please respect copyright.PENANAkESG8YxGCL
“Mau beli seratus juga boleh,” kataku, bercanda.116Please respect copyright.PENANAMo70SQdbpV
116Please respect copyright.PENANACO0k5xvHQT
Fajar terkekeh. Lekas ia menuju Rak buku yang bersandar di dinding. Aku menelan ludah, sebab ia mengambil sebuah kitab yang aku tau adalah Bible. Bukannya aku bermaksud Sara atau semacamnya, sepengetahuanku, Agama Fajar adalah Islam. Aku ingin lekas bertanya kepadanya, tapi urung, suasana dan tempat tidaklah mendukung.116Please respect copyright.PENANASLxbhBMCXm
.116Please respect copyright.PENANANZB4zndi9X
116Please respect copyright.PENANAzn748jA6GA
Fajar beranjak menuju Rak buku di sebelahnya. Aku berdiri di sampingnya sambil memperhatikan gerak-gerik-nya. Kemudian ia mencomot satu buku berjudul: Eksistensialisme adalah humanisme-Derida. Fajar memang menyukai buku-buku Filsafat, kadang beberapa kali ia menawarkan kepadaku sebagai bahan bacaan. Filsafat membantu kita bernalar dengan baik, lho, tan, kata Fajar sewaktu-waktu.116Please respect copyright.PENANAS1FnQwi63E
116Please respect copyright.PENANAR0nYumxjtC
Fajar menoleh ke arahku, ia mengangkat bukunya setinggi dada. “Udah, tan,” katanya sambil tersenyum. Kami berdua lekas menuju meja kasir.116Please respect copyright.PENANAR9dMeBNBvr
116Please respect copyright.PENANA4g3ZDg0RjK
Aku memutuskan untuk tidak pulang terlebih dahulu. Aku ingin bersantai pagi ini.116Please respect copyright.PENANAiewqMgSjF3
116Please respect copyright.PENANAAWm5YEtvkw
Di satu meja, saling berhadapan, kami berdua menikmati Es kelapa muda yang telah dikeruk dan dipindahkan ke gelas kaca. Rasa manis dari gula kirik menyentuh lidahku. Terik matahari yang membakar kepalaku seakan lenyap bersamaan dengan air kelapa yang berseluncur di tenggorokan.116Please respect copyright.PENANAHmJ1GbdCAz
116Please respect copyright.PENANA19w2Xz8OYc
Aku memperhatikan Fajar sejenak, kemudian terkekeh geli. “Bukunya, kok, di bawa terus, gak bakal hilang, jar.” aku melirik bukunya di atas meja, samping gelasnya.116Please respect copyright.PENANAjoslbeNBMQ
116Please respect copyright.PENANAlRJLykI7zW
Fajar menyeka bibirnya dengan lengan, sebab sebagian isi kelapa tersangkut di bibirnya. “Gak sabar bacanya, tan.”116Please respect copyright.PENANAJ8GRbsWmtV
116Please respect copyright.PENANAJ8be73b01E
Aku menggeleng-menggeleng, heran, kemudian terbesit di pikiranku untuk bertanya kenapa ia membeli kitab bible. “Kamu jangan tersinggung, ya, Jar,” aku berusaha merangkai kata sehalus mungkin. “Kamu kenapa beli kitab bible? Bukannya kamu muslim?”116Please respect copyright.PENANAcTTTsq1DGW
116Please respect copyright.PENANAXtN3mQDhRr
Fajar malah terkekeh. “Aku kan kristen, tan.”116Please respect copyright.PENANAkkevRbpynu
116Please respect copyright.PENANAHViafDfFbX
Aku yang sedang menyesap Es kelapa tiba-tiba terbatuk. Refleks Fajar mengambil tisu dan menyodorkan kepadaku. Aku mengelap sekitar bibirku. “Kok bisa?” tanyaku. “kamu jangan aneh-aneh, deh, Jar.”116Please respect copyright.PENANAvb7cwEibm3
116Please respect copyright.PENANA2wXuodyA8f
Fajar menghela nafas, dalam. “Aku murtad dua tahun yang lalu, tan,” Ia sedikit menunduk. “tante kecewa?”116Please respect copyright.PENANA3e4EtPwgna
116Please respect copyright.PENANAgsSpQ7ImbG
Aku tersenyum menatapnya. Aku hanyalah manusia biasa, yang tidak mempunyai hak untuk mengatur pilihan manusia lainnya. Lagian, keyakinan adalah sebuah pilihan, bukan paksaan.116Please respect copyright.PENANAihIlnvkArI
116Please respect copyright.PENANAKHF9ybPB5N
“Jar, semua pilihan ada di tangan kamu,” kataku, lembut. “kalau kamu mutusin buat pindah agama, itu kan hak kamu. Tapi, tante kecewa dikit, sih.”116Please respect copyright.PENANAZfetToOFhp
116Please respect copyright.PENANAGQRKzU6I0e
Fajar tersenyum. lalu kami memutuskan untuk sibuk dengan es kelapa masing-masing. Berisik knalpot motor dan mobil terdengar di antara kami. Pun riuh suara dari pengunjung lain.116Please respect copyright.PENANAoZTV78gWg9
116Please respect copyright.PENANAP2UJJPFx2Z
“Tante mau mampir dulu ke rumahku?” Akhirnya Fajar bersuara. “baca buku di teras, gitu, nanti kita diskusi juga.” Ajaknya.116Please respect copyright.PENANAA8sc49dQwI
116Please respect copyright.PENANAKEq0TYcE6d
Aku agak ragu untuk mengiyakan. mau bagaimanapun aku dan Fajar adalah lawan jenis. Apalagi jika berduaan dengannya, setan pasti punya celah untuk membisikan kami agar melakukan dosa. Tapi, entah kenapa, ada sebuah dorongan untuk aku mengatakan, iya.116Please respect copyright.PENANAYBer5EG347
116Please respect copyright.PENANA4CN4rDDNiv
“Gimana, tan?” Fajar bertanya, lagi.116Please respect copyright.PENANAThkb4vyHAl
116Please respect copyright.PENANA8Fp38Kmy9t
“Bentar, Jar.” Aku merogoh ponsel dari tas tenteng ku. “Mau minta izin sama abi dulu.”116Please respect copyright.PENANAmji8seYfT2
116Please respect copyright.PENANA1dJ5Jrkrh7
Fajar mengangguk.116Please respect copyright.PENANAFsYIE8BvUt
116Please respect copyright.PENANAgHqfJ7yrPP
Aku mengetik deretan huruf dan mengirimnya kepada suamiku.116Please respect copyright.PENANAbLxhckxHPv
116Please respect copyright.PENANAQzPbe4zUKd
Tak luma kemudian: Notif whatsapp berbunyi.116Please respect copyright.PENANAayyx6xNtMp
116Please respect copyright.PENANAG1C5YefdyE
Aku meraih ponselku di atas meja, lalu mengetuk notif yang mengambang di atas layar ponsel, sebuah pesan WhatsApp dari suamiku, bertuliskan: Boleh, bun. Abi juga ini lagi di luar, ada meeting sama client. Rumah, abi kunci, kuncinya abi taruh di keset pintu. Pulangnya jangan kemaleman, ya.116Please respect copyright.PENANAqNjWPTWBPG
116Please respect copyright.PENANA6tDyf2bNoH
Aku menatap Fajar sambil tersenyum. Fajar mengernyitkan sebelah alisnya. Kemudian aku mengangguk. Fajar yang mengerti lekas membalas senyumku. Entah kenapa, ketika senyum itu merambat pada mataku, ada sebuah desir yang tidak bisa kujelaskan, sebuah desir aneh, yang tak pernah kurasakan sebelumnya.116Please respect copyright.PENANAAw6YhaUgxo
116Please respect copyright.PENANAah64wm72HU
***116Please respect copyright.PENANA2fJO6TsPU5
116Please respect copyright.PENANAHaabUDG8iN
“Masuk, tan,” Fajar membukakan pintu rumahnya, sementara dia berdiri di samping pintu, menungguku masuk terlebih dahulu.116Please respect copyright.PENANAliEm7xwsKk
116Please respect copyright.PENANA4RsdN99Kz4
“Ada orang di dalam, Jar?”116Please respect copyright.PENANA2Yoz12m3LU
116Please respect copyright.PENANAykPp561XyV
“Nenek lagi kerja,” kata Fajar. “pulangnya sore.”116Please respect copyright.PENANArsNI1z21wt
116Please respect copyright.PENANA3IEdC3qSOn
Aku mengangguk. “Nenek memang kerja apa?”116Please respect copyright.PENANAqyJsAxyKpP
116Please respect copyright.PENANASpR5wGScfo
Fajar menggaruk kupingnya. “Masuk dulu, tan” katanya. “engga enak ngobrol sambil berdiri.”116Please respect copyright.PENANA5cTLxVstAl
116Please respect copyright.PENANAkn9AEcRlWc
Akhirnya aku melangkah masuk. Tercium aroma wangi dari pengharum ruangan yang di tempel di kipas angin atap. Dengan televisi tabung yang di sampingnya berdiri vas bunga, kiri-kanan. Ruang tamu ini di dekor dengan minimalis. Lantai-lantai beralas karpet dengan motif miky mouse. Tembok bercat hijau, dengan dua bangku di samping pintu.116Please respect copyright.PENANABD9Nz3ulig
116Please respect copyright.PENANAoZaIkPMVC9
Rumah ini sendiri letaknya terpencil. Masuk ke dalam gang dengan luas lima meter, memungkinkan mobil untuk masuk. Jauh dari rumah yang lain, seperti terkucil dari sebuah kelompok.116Please respect copyright.PENANAOhqJjYqeIF
116Please respect copyright.PENANAadpvxeqf12
“duduk dulu, Tan,” kata Fajar. “mau teh atau kopi?”116Please respect copyright.PENANAZy8PXcpKyS
116Please respect copyright.PENANACq91tC5sKU
“Kopi, Jar,” kataku, singkat. Fajar menuju dapur. Aku duduk di bangku, menatap kosong ke arah televisi tabung. Pandanganku terpikat ke sebuah gambar di tembok atas televisi. Seakan ada magnet tertentu, aku beranjak menuju gambar tersebut. Aku Berdiri di hadapan sebuah Foto yang menampilkan Sosok Fajar yang tersenyum sambil memegang sebuah piala yang bertulisan: juara satu lomba baca puisi. Kemudian aku terkekeh. Aku tak menyangka, ternyata Fajar memiliki bakat perihal merangkai kata-kata dan menyulamnya menjadi puisi.116Please respect copyright.PENANAfIMiwvJDOz
116Please respect copyright.PENANAOtahLNIU3I
“Itu waktu kelas 2 SMA, Tan,” kata Fajar di sampingku, ia membawa nampan dengan dua gelas kopi di atasnya. Kemudian ia meletakan nampan itu di lantai, berhadapan dengan televisi. “Lesehan engga apa-apa, kan?”116Please respect copyright.PENANAXN2vS70S6H
116Please respect copyright.PENANA3aQIRPBDXg
Aku terkekeh ringan. “kaya sama siapa aja.” Aku ikut duduk bersila di sebelahnya. "Tante gak nyangka lho, kamu juara satu baca puisi.” Aku meliriknya sekilas.116Please respect copyright.PENANATBMaHO5FjH
116Please respect copyright.PENANAVVUCtR6xHc
Dengan senyum bangga, Fajar berkata, “aku memang dilahirkan untuk menjadi pujangga, tan.”116Please respect copyright.PENANAPpHW6hkJbw
116Please respect copyright.PENANAvfN4fyo5hH
Aku terkekeh, geli. “iya, deh, si paling pujangga,” kataku dengan nada mengejek.116Please respect copyright.PENANAvK4b89jlgD
116Please respect copyright.PENANAgtX8dPcIXf
Tak ada pembicaraan setelah itu. Aku menyesap kopi hitam yang disajikan Fajar. Manis dan pahit tertakar dengan seusai, mencipta cita rasa pas di lidah. Ia seakan tahu kadar gula yang pas untuk menikmati kopi di siang hari. Di teriknya matahari yang bisa ku rasakan menembus seng, lalu menyantup kepalaku.116Please respect copyright.PENANAM4RcZYj4OV
116Please respect copyright.PENANAIBFyuDHthO
Ruang terasa lenggang.116Please respect copyright.PENANA2GBoFOGjDE
116Please respect copyright.PENANAcILkqeE4Vu
Fajar merogoh kolong meja televisi, seperti mencari sesuatu. Ia kemudian mengeluar dua stick PS dan satunya ia sodorkan kepadaku. “Bisa main PS, tan?”116Please respect copyright.PENANA4a9JpKiFnH
116Please respect copyright.PENANAuwdhliUSb1
Aku tersenyum bangga. “Gini-gini, tante dulunya jagoan PS,” aku meraih stick PS. Semasa kecil aku memang kerap bermain console game, mulai dari PS satu, Nintendo, ps dua.116Please respect copyright.PENANAx39lwbn7Tn
116Please respect copyright.PENANARcVcgzm8gs
Perlahan televisi menyala dengan layar gambar yang sedikit buram. Suara stick berbunyi. Fajar memilih game yang akan kami mainkan. Ia memilih sebuah game yang sangat aku kuasai: pes 2018.116Please respect copyright.PENANAiPMNl5aLwD
116Please respect copyright.PENANA6PbQBfJpZ8
Aku membenarkan posisi dudukku, aku meliriknya sekilas lalu kembali menatap layar tv. Permainan Di mulai. Aku meliuk-kan jemariku dengan lincah. Begitupun Fajar, ia terlihat antusias, kadang ia berseru, kadang ia mendengus sebab tak bisa menggol bola ke gawangku.116Please respect copyright.PENANAbiFaQf3bi2
116Please respect copyright.PENANAoEDRhXDKT3
Aku pun begitu, entah kenapa aku terbawa suasana. Sudah lama aku tak sebahagia ini ketika bermain console game. Pun bersama Adit, anakku, aku hanya merasa jenuh, berbanding terbalik ketika bermain dengan sahabatnya. Aku mendengus kesal, tidak ada satupun tendanganku yang masuk ke gawangnya.116Please respect copyright.PENANAwuSFDx2XzK
116Please respect copyright.PENANAQeJjIyWaeM
Fajar pun begitu. Kadang ia mengejekku dengan jari jempolnya yang ia ke bawahkan, seakan berkata, kamu cemen Laras. Jiwa kanak-kanak-ku seketika bergejolak, aku balas mengejeknya dengan menjulurkan lidah. Ia malah terkekeh.116Please respect copyright.PENANA60slnqAeFj
116Please respect copyright.PENANA93NAPZGugj
“Yeay, menang.” Aku bersorak gembira sambil mengangkat kedua tanganku ke udara. Permainan selesai dengan skor 1-0. Di menit terakhir aku berhasil menjebol gawangnya. “Kamu terlalu cepat buat ngalahin aku,” kataku mengejeknya dengan senyum bangga.116Please respect copyright.PENANAJq3iLu7sQ7
116Please respect copyright.PENANAvfN98tPqPR
“Aku sengaja,” elaknya, tak terimah. “kalau aku mau, skornya bisa 10-0.”116Please respect copyright.PENANA7pCIkUaGlu
116Please respect copyright.PENANAGZGKPYJ0LL
Bak anak kecil, aku menyangkal. “Mana ada, dasar cupu,” aku kembali mengejeknya, memasang raut wajah meremehkan.116Please respect copyright.PENANA7fxTY740TC
116Please respect copyright.PENANAJRPHwVKhXO
Fajar malah terkekeh. “Aku baru kali ini liat sifat tante yang kekanakan,” ia menatapku, dalam. “gemes, tan.”116Please respect copyright.PENANAtiJHNEqcU5
116Please respect copyright.PENANAPPmSditeVe
Aku malah tersipu. Bisa-bisanya aku tersipu digombali remaja yang seumuran anakku.116Please respect copyright.PENANAKaiE9leZVY
116Please respect copyright.PENANAP7RJbQIMOP
“Cie, salting,” Fajar menggodaku sambil tertawa. “pipinya merah.”116Please respect copyright.PENANAtsQWfF5crQ
116Please respect copyright.PENANAQMcsq4GFO3
Aku lekas menyembunyikan wajahku di kedua telapak tangan. sambil menggelengkan kepala aku berkata, “Engga, ya,” aku terus menyangkal. Fajar membuatku seperti ABG yang sedang jatuh cinta.116Please respect copyright.PENANA359AnDY3WR
116Please respect copyright.PENANAyTFghLThbJ
Fajar masih saja tertawa. Aku sedikit kesal, lalu memukul pelan bahunya. “Ih, jangan ketawa,”116Please respect copyright.PENANAi8H5F99Fnz
116Please respect copyright.PENANAznfY2H3Ecz
“tante KDRT,” Fajar bergeser sedikit. “galak.” Ia mengangkat tangannya di depan dada, seperti orang ketakutan.116Please respect copyright.PENANA2Ez9aw8Qbo
116Please respect copyright.PENANALVA9ucBRsL
Aku malah tertawa melihatnya seperti itu. Fajar ikutan tertawa. Tawa kami menggema di ruang tamu. Bersamaan dengan itu, desir hangat kembali menyapa. Desir hangat yang belum bisa kujelaskan artinya.116Please respect copyright.PENANAgNlcYOT35j
116Please respect copyright.PENANA7I3879Muth
Tidak lama kemudian, Fajar berdiri sambil melirik jam dinding di sampingnya. Ia menoleh ke arahku. “udah pukul 3 sore, tan.”116Please respect copyright.PENANAU5jOgt2Rip
116Please respect copyright.PENANAnEyXMWWngx
Aku berdiri sambil menepuk-nepuk pelan gamisku. “Ayo pulang, Jar,” kataku. Fajar menggangguk, lalu tersenyum.
Bersambung
ns 15.158.61.55da2