#1 Pembukaan119Please respect copyright.PENANAJCzEKRDHHv
119Please respect copyright.PENANAa0J8MOQWBH
“Umi cuma punya dua tangan!” Seruku kepada mereka berdua yang sibuk ke sana-kemari. “Abi, makan dulu, ih!” seruku lagi kepada suamiku sambil membolak-balik ayam di penggorengan dengan gemercik minyak yang meletup-letup kecil.119Please respect copyright.PENANAbtG7fC54tg
119Please respect copyright.PENANAqjs9ILvdY0
“Abi gak ada waktu, mi. Udah telat!” Jawab Suamiku, Dimas. Ia terlihat sibuk membenarkan dasinya yang sedikit miring. “Abi berangkat dulu.” Dimas menghampiriku dan memelukku dari belakang, tak lupa ia mengecup puncak kepalaku dengan mesra.119Please respect copyright.PENANAaBbkEwstgj
119Please respect copyright.PENANACRNWAEj4Q1
“Adit jangan sampe telat!” Kata Dimas kepada Adit, anakku.119Please respect copyright.PENANAr85jvrHByr
119Please respect copyright.PENANA71QE2tm4A2
Adit mengangguk. “Hati-hati, Bi.” Ia duduk di meja makan dengan seragam rapi. Dimas tersenyum dan kemudian menghilang dari meja makan.119Please respect copyright.PENANAn9LQQ3sfto
119Please respect copyright.PENANAoZntTrT5Ah
Aku meletakan dua ayam goreng di meja makan, lalu duduk berhadapan dengan Adit, anakku satu-satu-nya. Adit sangat mirip dengan suamiku, dari wajahnya, sifatnya, pun caranya makan, seperti kloningan sempurna tanpa cacat.119Please respect copyright.PENANA59AAJmDRC5
119Please respect copyright.PENANAxtz4zBfVvm
Adit menyendok Nasi ke piringnya dan mengambil satu goreng ayam bagian paha.119Please respect copyright.PENANATKwWnFPMlh
119Please respect copyright.PENANAlbW2IOTEhf
“Jangan buru-buru, sayang.” Aku menuangkan air ke gelas dan menyodorkan kepadanya.119Please respect copyright.PENANAlbkbzqfJ6T
119Please respect copyright.PENANAP5YncLueH8
“Takut telat, bun,” kata Adit. Hari senin memang sangat sakral bagi sebagian anak SMA kelas tiga seperti anakku ini.119Please respect copyright.PENANAMjuT98IbA6
119Please respect copyright.PENANAOXptFY0FkS
“Nanti keselek, lho,” kataku, memperingatinya.119Please respect copyright.PENANA117aX01RcR
119Please respect copyright.PENANAwjd9tp9OzQ
Adit menghiraukan. Ia makan dengan terburu-buru. Tak lama kemudian, ia berdiri. “Adit berangkat dulu, ya, bun.” Ia menghampiriku. Aku berdiri dan mengulurkan tangan. Dengan takzim Adit mencium punggung tanganku.119Please respect copyright.PENANAWoI0tfvKW1
119Please respect copyright.PENANAjRQXrtZUAk
“Hati-hati, sayang,” kataku sambil mengusap rambutnya. “belajar yang giat.” Adit tersenyum, lalu melangkahkan kakinya keluar rumah.119Please respect copyright.PENANAAxG7mpTZ2h
119Please respect copyright.PENANAMsw4X2L27a
ia berangkat ke sekolah menggunakan motor. Walaupun aku tak membenarkan hal seperti itu, sebab ia sendiri tidak memiliki SIM. Tapi, aku selalu memperingatinya untuk selalu menggunakan Helm. Lagian, suamiku terlalu sibuk untuk mengantar-jemputnya. Aku sendiri? Tak bisa mengendarai motor maupun mobil.119Please respect copyright.PENANAobWljPsEEx
119Please respect copyright.PENANAGWhirBrU66
Dari jaman kuliah, aku selalu menggunakan Taxi atau alat transportasi lainnya. Dahulu, Umiku selalu berkata, Laras, kamu harus belajar nyetir. Mau sampe kapan kamu bergantung sama Abi? Aku hanya tersenyum dan mengganguk. Abi pun begitu, Mbak, mau diajarin nyetir mobil? tanya Abi kepadaku, sewaktu-waktu. Aku hanya menggeleng. Menolak.119Please respect copyright.PENANA7ZBGuUuNdv
119Please respect copyright.PENANAuq5IzxRbxq
Aku mempunyai ketakutan tersendiri soal berkendara. Sewaktu aku masih kelas 4 Sd, aku menyaksikan anak yang seumuranku tertabrak mobil, tepat di hadapanku. Dan itu sungguh menyeramkan sekali. Apalagi untuk anak yang usianya baru menginjak 10 tahun. Sampai sekarang, kejadian tersebut masih terlintas di pikiranku. Tidak bisa menghilang, dan menghantui terus menerus, seperti sebuah pembelajaran yang harus kuingat-ingat.119Please respect copyright.PENANAm5m8IKnu6O
119Please respect copyright.PENANA4bOkgCOdy3
Seperti ibu rumah tangga pada umumnya, aku menghabiskan sebagian waktuku di rumah, berkemas, berbelanja keperluan dapur, dan sebagainya. Di usiaku yang ke 38 tahun, aku harus tetap produktif dan terus melakukan kewajibanku sebagai istri sekaligus ibu.119Please respect copyright.PENANALLAniG4S3L
119Please respect copyright.PENANAsy8wQPP9Mf
Aku teramat bahagia sepanjang pernikahanku dengan Dimas. Aku bersyukur sekali menikahi lelaki yang ku kenal sejak dari bangku perkuliahan itu. Dimas, adalah sosok lelaki yang penyabar, sholeh, dan penuh tanggung jawab. Tidak seperti di film-film, kami tak pernah bertengkar hebat, palingan bertengkar karena masalah sepele. Dimas juga sosok imam yang baik, ia selalu memperingatkanku terhadap kewajibanku terhadap Tuhan. Apapun yang terjadi, bunda gak boleh ninggalin solat. Begitulah ia sering menasehatiku.119Please respect copyright.PENANAl5S7aMQuMq
119Please respect copyright.PENANAglffQybynU
Sewaktu kuliah, Dimas adalah kating-ku. Dimas lebih tua dua tahun di atasku. Ia sering ikut organisasi. Kami bertemu di salah satu organisasi literasi. Aku masih ingat ketika pertama kali ia menghampiriku dan berkata, saya mau mengenal kamu lebih jauh, tapi, saya gak mau mengajak kamu dalam kemaksiatan. Mengingat-ingat itu, membuatku tergelitik. Kemudian, pendekatan kami terus berlanjut. Kami tidak pernah memiliki hubungan yang disebut pacaran, aku sendiri menghindari sebuah maksiat yang dinamakan Zina. Sedari kecil, aku sudah dibentuk oleh agama yang kuat, Abiku pemilik pesantren, jadi tidak heran aku selalu menjalani kehidupan seusai syariat agamaku.119Please respect copyright.PENANANZiQ7yZBqc
119Please respect copyright.PENANAB0zP6mi6Q5
Begitupun Dimas, ia memegang teguh norma-norma agama. Tidak pernah sekalipun ia menyentuhku sebelum menikah. Satu tahun setelah aku Wisuda, Dimas segera melamarku. Hari-hari indah itu masih jernih dalam ingatanku. Ia datang bersama keluarganya. Dimas tampak elegan dengan baju koko dan senyum yang tergores di wajahnya.119Please respect copyright.PENANA4zdrLlMwVd
119Please respect copyright.PENANAkY5eeJf3n8
Di ruang tamu rumahku keluargaku dan Dimas berkumpul. Saling tertawa dan membahas perihal tujuan kedatangan keluarganya. Aku hanya mengulum senyum dan menunduk di antara keramaian. Gimana, mbak? Tanya Abi kepadaku perihal lamaran Dimas. Aku mengangguk dan tersipu. Menerima lamarannya.119Please respect copyright.PENANAuRFFpHSnvb
119Please respect copyright.PENANApn22WUAoOy
Malam pertama kami begitu kakuk. Kami duduk di ranjang tanpa bercakap sepatah-kata. Dimas sama sekali tak bergerak untuk menyetubuhiku. Begitupun aku, aku sama sekali tidak mempunyai pengalaman perihal sex. Maka, malam pertama kami, tidak ada persetubuhan, kami sama-sama tertidur pulas sebab letih menyambut tamu.119Please respect copyright.PENANAkQbNvZZJUw
119Please respect copyright.PENANALXGe4p624D
Di minggu pertama, Dimas merenggut perawanku. Aku bahagia bisa memberi mahkotaku kepada suamiku, bukan kepada orang lain. Dan sebagai orang yang sudah menikah, menyenangkan suami tentu saja mendapatkan sebuab imbalan berupa pahala.119Please respect copyright.PENANALI82l5OpL1
119Please respect copyright.PENANAFQe6NzoBmF
Tahun-tahun berlalu. Pernikahan kami semakin erat sampai detik ini. Hasil dari pernikahan kami adalah Adit, anak cowokku, dan satu-satu-nya.119Please respect copyright.PENANAdAR3l55ryR
119Please respect copyright.PENANAIJUt4yrzVr
Adit, anakku, tergolong anak yang sopan dan sholeh. Aku selalu mengajarkannya etika-etika mendasar yang harus ia pahami. Di masyarakat sekarang, banyak sekali hal-hal melenceng yang jauh dari Etika-etika dan norma yang berlaku. Aku, sebagai ibu, tidak ingin anakku sampai terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dinamakan kemaksiatan.119Please respect copyright.PENANA5nnLhWXUAw
119Please respect copyright.PENANAuI4AQZEpc8
Aku termasuk selektif kepada anakku. Aku tidak ingin dia berteman dengan sembarangan orang. Remaja-remaja seumurannya pastilah ingin mencari jati diri. Tapi, sebagai ibu aku tidak ingin dia terlampau jauh. Seperti mengikuti tawuran, narkoba, sex bebas, dan sebagainya. Oleh karena itu aku membatasi pergaulannya.119Please respect copyright.PENANAEm7dBFtSFa
119Please respect copyright.PENANAXvGSJTx1TS
Yang aku tahu, Adit, hanya memiliki satu sahabat, Namanya, Fajar. Aku sendiri mengenal Fajar sudah lama. Ia adalah sahabat anakku sedari kecil. Aku mengenal baik Remaja bernama Fajar itu, bahkan aku sudah menganggapnya sebagai anakku sendiri. Selain ia periang dan sopan kepada yang lebih tua. Ia juga sering mengarahkan Adit ke hal-hal yang bersifat positif. Aku memang cukup dekat dengan Fajar, kami sering berbincang, sebab ia sering berkunjung ke rumahku. Selain ia sahabat anakku sedari kecil, ia juga satu sekolah dengan Adit. Oleh karena itu aku sering bertanya perihal perkembangan Adit di sekolah.119Please respect copyright.PENANAP07w4y8UeD
119Please respect copyright.PENANA7zpnxUiE63
Aku juga menaruh simpati kepada Fajar. Ia hidup hanya berdua dengan neneknya. Sepengetahuanku, ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Ayahnya sendiri adalah pria yang tidak bertanggung jawab, yang lepas tangan ketika ibunya hamil.119Please respect copyright.PENANAg9qGq99qLK
119Please respect copyright.PENANAGA7GYrjBRQ
Fajar, cukup dewasa untuk anak seusianya. Ia sudah bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Walaupun ia bekerja serabutan. Kadang, aku juga sering mengantar makanan ke rumahnya. Simpatiku kepadanya mendapat dukungan dari Suamiku. Sesama manusia kita memang harus berbagi, mi. Kata Dimas kepadaku. Abi bangga sama Umi.119Please respect copyright.PENANARHX1FNqX3J
119Please respect copyright.PENANAFf4v64rpas
Seperti biasa, sepulang sekolah, Adit dan Fajar sering menghabiskan waktu bermain PS. Aku tak mempermasalahkan hal tersebut, asalkan mereka masih ingat waktu untuk ibadah. Seperti yang di lakukan mereka sore ini. Selepas pulang sekolah, Adit lekas menghambur ke kamarnya, diikuti oleh Fajar. Aku hanya menggeleng melihat tingkah dua remaja itu.119Please respect copyright.PENANACJo2wySYs0
119Please respect copyright.PENANAETEpg2h1kN
Terdengar deru langkah. Aku menoleh ke belakang. Fajar tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya.119Please respect copyright.PENANAKC9Ca8tgBD
119Please respect copyright.PENANAUQnwbigPX5
“Udahan main PS-nya?” Tanyaku.119Please respect copyright.PENANAWop48NJGWb
119Please respect copyright.PENANAldOQh5YVt0
Fajar duduk di hadapanku. Meja menjadi penengah di antara kami. “Udah, tan,” jawabnya.119Please respect copyright.PENANA0zqk0YsL4R
119Please respect copyright.PENANAsbin9eOPuB
Aku dan Fajar memang selalu mengobrol. Sekedar membahas buku-buku baru-baru ini yang kami baca, atau sedikit berdiskusi perihal hal-hal tentang kehidupan. Fajar, jauh lebih dewasa dari anakku, terlihat dari bacaan nya yang berat, dan juga pemikirannya yang sering kali membuatku terpukau.119Please respect copyright.PENANApoqwDqz2sT
119Please respect copyright.PENANAZXPwUx9pnb
“Novel Kafka yang kemarin udah dibaca habis, Tan?” tanya Fajar.119Please respect copyright.PENANAi5b8c3EPJm
119Please respect copyright.PENANAS8JOtYerFr
“The Castle, udah,” kataku. “Kalau Metamorfosis, baru setengah halaman.”119Please respect copyright.PENANAvGnm3ynWB7
119Please respect copyright.PENANAEd7TdE47d0
Fajar mengangguk.119Please respect copyright.PENANAelmXzJNscU
119Please respect copyright.PENANAvIqm1zB9qE
“Kamu udah makan?” tanyaku. “Kalau belum, tante ambilin, mau?”119Please respect copyright.PENANAfiwnmSaTID
119Please respect copyright.PENANAJuVrCJ8AuH
Fajar tersenyum lebar. “Belum, Tan.” Ia terkekeh.119Please respect copyright.PENANALpIXeXjLWU
119Please respect copyright.PENANA1N0ihAlg70
Aku mengernyitkan wajah dan tersenyum kepadanya. “Dasar kamu.” kataku, kemudian berdiri. “Ayo.”119Please respect copyright.PENANA4zAff47Azl
119Please respect copyright.PENANALivwWa86Sq
Kami berpindah ke meja makan. Aku meletakan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng di meja. Dengan lahap Fajar menyantap masakanku. Aku tersenyum melihatnya makan dengan lahap.119Please respect copyright.PENANAt6XMXe3SVj
119Please respect copyright.PENANAqVi4H1uuDu
Aku menuangkan air dan menyodorkan kepadanya. “Kalau kamu laper, jangan sungkan datang ke sini, Jar.” Aku beranjak duduk.119Please respect copyright.PENANAEkRVG3xnCu
119Please respect copyright.PENANAA4hc6tjgUp
Fajar menjawab dengan mulut yang penuh, “Makasih, Tan.”119Please respect copyright.PENANAz4yBoyt403
119Please respect copyright.PENANAA3BRP28h0T
“Udah, habisin dulu makanannya, baru ngomong,” kataku.119Please respect copyright.PENANAFT1wbyhtsD
119Please respect copyright.PENANAwdPJYOe8J1
“Tante baik banget, tambah sayang, deh,” Ia tersenyum kepadaku dengan piring yang sudah kosong. Ludes tak bersisa.119Please respect copyright.PENANApHWPojIkbc
119Please respect copyright.PENANAtBTwUx5weB
“Tante, kan, memang baik,” kataku, bangga.119Please respect copyright.PENANAr5LIAD2O8Z
119Please respect copyright.PENANAq1X3VTUHQ0
Fajar meneguk air. “Semoga kelak dapet istri kaya tante, amin,” Ia melayangkan senyum riang kepadaku.119Please respect copyright.PENANAx1HWAowxOF
119Please respect copyright.PENANAPVg2Xc47uS
Aku terkekeh. “Makanya, sekolah yang bener, kejar cita-cita. Biar kelak sukses, dan dapat pasangan yang setara.”119Please respect copyright.PENANAhQ7DncaCFX
119Please respect copyright.PENANAVHzNsuCQUi
Fajar menatapku, dalam. Kemudian tertawa. Aku menatapnya bingung, “Kenapa, ih?” tanyaku. “Wajah tante aneh, ya?” Aku mengeluarkan ponselku dan berkaca di layar hitam, sekiranya ada sesuatu yang menempel di wajahku.119Please respect copyright.PENANASiO3MKlxPl
119Please respect copyright.PENANAZYmL4wCsA5
Fajar malah terkekeh. “Tante cantik, banget.”119Please respect copyright.PENANAOPcxJdDUu9
119Please respect copyright.PENANA014lCPAMTy
Aku malah tersipu. Agak malu, aku bertanya, “Kamu belajar gombalan dari mana?”119Please respect copyright.PENANANVnPJH2LYS
119Please respect copyright.PENANAG1BkEdjHRH
Fajar berdehem. “Dari sini.” Ia menunjuk dadanya. “dari hati.”119Please respect copyright.PENANAmCBHGKxR4X
119Please respect copyright.PENANA3sx4T9ytxn
Aku menggeleng. Fajar tidak seperti biasanya. Baru kali ini ia berani menggombaliku. Aku tak menganggap serius, mungkin ia bermaksud bercanda dan mencarikan suasana.119Please respect copyright.PENANAVtYZuLcyN6
119Please respect copyright.PENANAtrDj7WC4Ip
Fajar sendiri memiliki tampang wajah yang menurutku lumayan tampan. Yang membuatnya menarik adalah, tingginya yang berkisar 178 Cm, yang jika aku berjalan bersampingan dengannya, aku terlihat pendek sekali. Remaja sepertinya memang masih dalam masa-masa pertumbuhan. Mungkin di kalangan remaja putri, sosok fajar adalah yang diidamkan-idamkan.119Please respect copyright.PENANA7CuJ213dwg
119Please respect copyright.PENANA7ZwsKHIQU1
Aku mengambil piring bekas Fajar makan. Ruang makan dan dapurku menyatu. Selain hemat tempat, juga lebih Efisien. Aku membuka keran. Percikan air membasahi piring, tak lupa aku usap lembut dengan spons.119Please respect copyright.PENANAxppT4KlnWA
119Please respect copyright.PENANASWzUBtsWgR
Fajar menghampiriku. Bahu kami saling bersentuhan. Aku memang sudah menganggapnya anakku sendiri, tapi, kami bukanlah muhrim. Tentu saja aku merasa risih. Tapi, entah kenapa ada perasaan tidak nyaman di hatiku jika aku bergeser.119Please respect copyright.PENANA2NzgtVqvhd
119Please respect copyright.PENANAJMHBQbqSOd
“Fajar aja yang cucinya, tan.” Fajar meraih piring dari tanganku. “Tante duduk aja.”119Please respect copyright.PENANAHDB9x2z2sG
119Please respect copyright.PENANA3jmxciTTNM
Aku mengiyakan. Lalu duduk di bangku meja makan. Tak lama, Fajar menyusul, duduk di sebelahku. Hening sejenak. Tidak ada obrolan. Hanya bunyi detik jam dari kejauhan yang mengisi keheningan. Sampai akhirnya, Fajar memecah hening.119Please respect copyright.PENANAUjgpVbxYLc
119Please respect copyright.PENANA9IY35UwLjE
“Makasih, tan,” Ia melirikku. “Tante baik banget sama Fajar.”119Please respect copyright.PENANAthPuY1lZa1
119Please respect copyright.PENANApYHIJYsxbn
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Jar, udah kewajiban manusia untuk berbuat baik sesamanya,” kataku. “Lagian, kamu juga udah bantu tante banyak, kok.”119Please respect copyright.PENANASBptANPiKH
119Please respect copyright.PENANAYy2HuIm2KV
Mata kami bertemu. lima detik kami saling bertatapan. Tidak ada yang mau mengalah. Entah kenapa wajahku kaku, enggan untuk berpaling.119Please respect copyright.PENANAH9wePJl8Cg
119Please respect copyright.PENANAgvVAZfRIP5
“Cie pacaran.”119Please respect copyright.PENANAIDJyiwUZWW
119Please respect copyright.PENANAnWmu76gv8K
Sontak aku memalingkan wajah, beralih menatap anakku yang beranjak duduk di hadapan kami.119Please respect copyright.PENANAreFqSEW6C7
119Please respect copyright.PENANAM97fliRyHH
“Mi.” Adit menggaruk kepalanya. ia terkekeh ringan. Jika sudah begini, pastilah ada yang diinginkannya. “Boleh gak Adit ikut camping sama teman sekolah?” tanyanya, kemudian.119Please respect copyright.PENANASWJMVukv1l
119Please respect copyright.PENANABmVJzEsGod
Aku menghela nafas. “Camping sekolah?” tanyaku menyelidik. “kalau kalian yang adain acaranya, Umi engga kasih izin.”119Please respect copyright.PENANAToaiJVQWXy
119Please respect copyright.PENANAiQ6TwfBrOp
Adit terlihat berfikir sejenak, kemudian berkata, “Dari sekolah, Mi. Acara pramuka,” jawabnya. “Iya, kan, Jar?” ia melirik Fajar.119Please respect copyright.PENANAO1eSZeXDOG
119Please respect copyright.PENANAcZMWaooVyI
Aku menatap tajam ke arah Fajar, memintanya hendak berkata jujur. Fajar terkekeh dan berkata, “Engga, tan. Adit bohong. Kemah pramuka udah selesai bulan kemarin.”119Please respect copyright.PENANA3EMZzuwJou
119Please respect copyright.PENANAKKND5zqLcz
Aku balik menatap Adit. Adit menunduk. “Kenapa bohong sama Umi?” tanyaku, sedikit galak. “kamu gak boleh bohong sama orang tua. Dosa.”119Please respect copyright.PENANAZ4ehRdAyOy
119Please respect copyright.PENANAUmNyU6vQy3
Sambil menunduk, Adit berkata, “Maaf, bun. Lagian kalau Adit jujur, Umi engga kasih izin juga.”119Please respect copyright.PENANAk1mEnQueOr
119Please respect copyright.PENANASfD4vo1FjY
“Tapi, bukan berarti kamu harus bohong, kan?” Aku menghela nafas lagi, cukup dalam. “yaudah, kali ini Umi izinin. Tapi, awas aja kamu macem-macem.”119Please respect copyright.PENANAxyPD1H7sd8
119Please respect copyright.PENANAnorHttZeGC
Adit mendongak menatapku dengan binar di mata. “Makasih, Umi. Sayang Umi banyak-banyak.”119Please respect copyright.PENANASWvMZclzfU
119Please respect copyright.PENANAwxrDSKy6oo
Aku tertawa ringan, lalu menoleh ke Fajar. “Kamu awasi Adit, Jar.”119Please respect copyright.PENANAg5XRwN8X8a
119Please respect copyright.PENANA1Qx4zGeAKi
“Fajar gak ikut, tan.”119Please respect copyright.PENANAgmPMtDrkcW
119Please respect copyright.PENANAb6y1jWvPs7
Adit menimpali, “Fajar sama Adit gak satu kelas, Mi. Acara ini, khusus buat kelas Adit aja.”119Please respect copyright.PENANAFyBzd42T9V
119Please respect copyright.PENANAUCttGISXZ3
Aku mengangguk, paham. “Yaudah. Kamu jangan aneh-aneh, ya, sayang.” Kataku sambil tersenyum menatap Adit.119Please respect copyright.PENANAnWtzNshuaD
119Please respect copyright.PENANA3INxIhlLF7
Adit menggangguk, antusias. “Siap Umi.”119Please respect copyright.PENANAaalRqsvAKI
119Please respect copyright.PENANAPW2BNLjlik
***119Please respect copyright.PENANAlfQRrK0NiQ
119Please respect copyright.PENANAhRWWzx6bwl
Minggu pagi adalah hal yang paling di tunggu. Terutama bagiku. Di minggu pagi, aku bisa merehatkan tubuhku sejenak, bisa bermain ponsel sepuasnya, atau bisa membaca buku dengan khidmat. Seperti yang aku lakukan sekarang, di ruang tamu di sebelah suamiku.119Please respect copyright.PENANAgc6EdavwzD
119Please respect copyright.PENANAJoqzaozGYl
Suamiku, Dimas, sibuk dengan laptop di pangkuannya. Ia cukup sibuk sekalipun adalah hari minggu. Dimas memang tipe-tipe Pekerja yang ambisius. Berkerja di bidang hukum membuatnya harus ekstra mengeluarkan tenaga. Terkadang, ia tak ingin di ganggu perihal kerjaannya.119Please respect copyright.PENANAW38AlLQRon
119Please respect copyright.PENANAevbRDFqZtN
Aku menghela nafas, bosan. “Bi, ke toko buku, yuk.” Aku meraih lengannya, dan menyandarkan kepalaku di bahunya. “Umi mau beli buku itu lho, yang best seller itu.”119Please respect copyright.PENANAWTJM1litiN
119Please respect copyright.PENANAFrC6DtBVtq
“Apa?” Dimas masih fokus menatap layar laptop.119Please respect copyright.PENANAj0KfXQfzHv
119Please respect copyright.PENANAVbgdptx098
Aku mendengus. “Karyanya Eka Kurniawan, Cantik itu luka.”119Please respect copyright.PENANAFwtwA9ycs4
119Please respect copyright.PENANAyjEkwFAVcQ
“Jangan, umi,” Bunyi ketukan keyboard terdengar. “gaya bahasanya vulgar. Gak cocok sama umi.”119Please respect copyright.PENANAzajVQregKl
119Please respect copyright.PENANAwj3qB16Lj1
Sedikit sebal, aku melepaskan lengannya dari pelukku. Tapi, Dimas sama sekali tak menggubris kekesalanku. “Abi, Ih.” aku merengek sambil memanyunkan bibir. “Umi ngambek, lho, ini.”119Please respect copyright.PENANArq45MhKEAv
119Please respect copyright.PENANA8xgw2fXg7w
Akhirnya Dimas menoleh ke arahku. Ia tersenyum, kemudian mendaratkan tangannya di puncak kepalaku. mengelus kepalaku yang terbalut jilbab. “Abi lagi ngerjain laporan. Minta antar sama Adit, ya?”119Please respect copyright.PENANA4lbOBFfM08
119Please respect copyright.PENANAuXMAzyq7Vu
Aku mengangguk, terpaksa. Tak lama terdengar suara melengking Dimas memanggil Adit. Yang di panggil segera hadir.119Please respect copyright.PENANAHMbHSAgrLb
119Please respect copyright.PENANAtpLwMF9s9L
“Kamu anterin umi ke toko buku,” Kata Dimas kepada Adit.119Please respect copyright.PENANAVHcyvH82m6
119Please respect copyright.PENANAZt96svco57
Sambil berdiri, Adit berkata, “Adit bentar lagi berangkat, bi. Mau camping. Minta antar sama fajar aja, ya?”119Please respect copyright.PENANA2f97CWJaBL
119Please respect copyright.PENANAC7d2oPHXBY
Dimas berfikir sejenak, kemudian suaranya melengking ke penjuru ruang, memanggil Fajar.119Please respect copyright.PENANAS6SEqt8zXH
119Please respect copyright.PENANAiyhB7DOEvC
Setiap minggu, Fajar memang selalu berkunjung ke rumahku. Dan suamiku sendiri tidak mempersalahkan kehadiran Fajar. Bagi Dimas, Fajar adalah sosok remaja yang ulet sopan. Kadang ada beberapa pekerjaan rumah yang ia selesaikan. Sewaktu dulu, ketika atap genteng bocor, Fajar lah yang menambalnya. Ketika keran air rusak, Fajar yang memperbaiki. Sikap Fajar yang seperti itu, membuat suamiku menyukainya.119Please respect copyright.PENANAwVuBnB39Wz
119Please respect copyright.PENANAdYuvs4FDCR
“Jar, kamu anterin Umi ke toko buku, ya.” Kata Dimas kepada Fajar yang berdiri di sebelah anakku. “Kamu bisa nyetir, kan” Dimas meletakan kunci mobil di atas meja, di samping vas bunga.119Please respect copyright.PENANAfXe070wwT7
119Please respect copyright.PENANAL3xisDMPcW
Fajar mengangguk. “Bisa, om.”119Please respect copyright.PENANAZkVim30KkS
119Please respect copyright.PENANAA83PGjRoxb
Fajar memanggil aku dan suamiku dengan kata ganti, “Om-tante”, padahal Dimas menyuruhnya untuk memanggil nama kami dengan, “Abi-umi”, tapi ia menolak.119Please respect copyright.PENANAjt9zJV8R2w
119Please respect copyright.PENANAd8ABwFaP3m
“Umi ke toko bukunya sama Fajar aja, ya,” kata Dimas kepadaku.119Please respect copyright.PENANAWPSNhH7cfy
119Please respect copyright.PENANA198Bi9Sm4K
Aku mengangguk.119Please respect copyright.PENANA0I6yQtAbdo
119Please respect copyright.PENANAr1YQlDQ438
“Umi, Abi, Adit berangkat dulu.” Adit menghampiri kami berdua, lalu mencium punggung tanganku dan Dimas, bergantian.119Please respect copyright.PENANAT4scvs6rof
119Please respect copyright.PENANAPqZq0mDUhh
“Hati-hati, jangan macam-macam,” kataku kepadanya.119Please respect copyright.PENANAzIMCgcHizZ
119Please respect copyright.PENANADeX8vrY3gs
“Siap, Umi,” jawab Adit dari kejauhan. Tak lama terdengar suara knalpot motor.119Please respect copyright.PENANAGD09yxSvVk
119Please respect copyright.PENANAm2USRbFSAq
Aku segera berdiri, “Jar, duduk dulu, tante mau ganti baju,” kataku kepada Fajar. Fajar mengangguk sambil duduk di hadapan suamiku.119Please respect copyright.PENANAb409TYDLhm
119Please respect copyright.PENANAoxOWHTDVrX
Aku memutuskan untuk mengenakan gamis pink serta jilbab yang warnanya sama. Aku meliukkan tubuhku kanan-kiri di depan kaca lemari. Di usiaku yang tidak muda lagi, aku masih memiliki tubuh yang masih bagus, terawat, dan juga bersih. Bisa dibilang, aku selalu menjaga tubuhku bagian luar maupun dalam. Mungkin karena itu, teman-temanku selalu berkata, Laras dari masih gadis sampai punya anak satu, tubuhnya gak berubah, masih bagus. Tentu saja aku tersanjung dipuji seperti itu.119Please respect copyright.PENANAAz8tHgJVCU
119Please respect copyright.PENANAreCIkk7daL
Di ruang tamu, Fajar dan Dimas, masih asik mengobrol, aku lekas menghampiri mereka.119Please respect copyright.PENANA4vZLA7TBoh
119Please respect copyright.PENANAE6x43tZNsh
“Ayo, jar,” kataku kepada Fajar. “tante udah siap.”119Please respect copyright.PENANACWYYiYzE3f
119Please respect copyright.PENANAgAewSBCoNg
Fajar berdiri. “Om, saya anterin tante dulu, ya.” ia menunduk sopan ke suamiku.119Please respect copyright.PENANAFz8XQuS6Tg
119Please respect copyright.PENANAnAgDrqZfHV
Dimas membalas sambil tersenyum. “Hati-hati.”119Please respect copyright.PENANAtuNRXxAQZs
119Please respect copyright.PENANAByaTwdjRAQ
***119Please respect copyright.PENANAzJubfuzRrn
119Please respect copyright.PENANALC9zoPKR0j
Fajar memarkirkan mobil di tepian jalan. Di samping Toko Buku. Toko Buku ini memang kerap aku kunjungi semasa aku kuliah dulu. Lekas, aku dan Fajar masuk ke dalam. Aku menuju rak buku dengan label di atasnya bertuliskan: Novel sejarah. Akhir-akhir ini aku memang kerap membaca Novel berlatar sejarah. Sementara Fajar, beranjak menuju lantai dua Toko Buku ini. Aku membiarkannya dan fokus mencari buku yang ingin ku beli.119Please respect copyright.PENANAbxC6U0O23Z
119Please respect copyright.PENANAkDPlaY0z79
Aku memutuskan untuk membeli empat buku, karyanya Pramoedya Ananta Toer. Fajar sendiri tampaknya sedang asik memilah buku. Sambil memeluk empat buku, aku menaiki anak tangga, menyusul Fajar.119Please respect copyright.PENANANWsZaS5Kjr
119Please respect copyright.PENANAT70TVTjhZq
Tiba di lantai dua, aku memperhatikan Fajar yang sibuk berpindah dari Rak buku ke rak buku lainnya. Aku menghampirinya. “Kamu kalau mau beli buku, beli aja, Jar. Tante bayarin,” kataku.119Please respect copyright.PENANAd4dyFLqLUO
119Please respect copyright.PENANAoZVtvHvXFj
Fajar berbalik. “Mau beli dua boleh?” ia tersenyum.119Please respect copyright.PENANAlqBUlX8EDn
119Please respect copyright.PENANARPXFhCboU9
Aku terkekeh. Yang membuat aku menyukai sahabat anakku ini adalah karena sifatnya yang jujur. Ia bukan tipe remaja yang sungkan atau malu-malu. Fajar adalah tipe remaja yang jika berkata tidak, maka tidak, bukan berkata tidak, untuk sekedar menolak sebab perasaan tidak-enakan.119Please respect copyright.PENANArSpAzpOKwr
119Please respect copyright.PENANAYlpED1K14K
“Mau beli seratus juga boleh,” kataku, bercanda.119Please respect copyright.PENANAV5F1gsFw0o
119Please respect copyright.PENANA66hUbwlRWH
Fajar terkekeh. Lekas ia menuju Rak buku yang bersandar di dinding. Aku menelan ludah, sebab ia mengambil sebuah kitab yang aku tau adalah Bible. Bukannya aku bermaksud Sara atau semacamnya, sepengetahuanku, Agama Fajar adalah Islam. Aku ingin lekas bertanya kepadanya, tapi urung, suasana dan tempat tidaklah mendukung.119Please respect copyright.PENANAK4gfuHiFF8
.119Please respect copyright.PENANAILxVEuvg5D
119Please respect copyright.PENANAXow7R5L0l3
Fajar beranjak menuju Rak buku di sebelahnya. Aku berdiri di sampingnya sambil memperhatikan gerak-gerik-nya. Kemudian ia mencomot satu buku berjudul: Eksistensialisme adalah humanisme-Derida. Fajar memang menyukai buku-buku Filsafat, kadang beberapa kali ia menawarkan kepadaku sebagai bahan bacaan. Filsafat membantu kita bernalar dengan baik, lho, tan, kata Fajar sewaktu-waktu.119Please respect copyright.PENANA9Z4EaqOq5W
119Please respect copyright.PENANA5Q2prlCYPt
Fajar menoleh ke arahku, ia mengangkat bukunya setinggi dada. “Udah, tan,” katanya sambil tersenyum. Kami berdua lekas menuju meja kasir.119Please respect copyright.PENANANsMP3Ffxa7
119Please respect copyright.PENANALKt5RxWUfh
Aku memutuskan untuk tidak pulang terlebih dahulu. Aku ingin bersantai pagi ini.119Please respect copyright.PENANAelI2hZM46q
119Please respect copyright.PENANAClmEAPG4kh
Di satu meja, saling berhadapan, kami berdua menikmati Es kelapa muda yang telah dikeruk dan dipindahkan ke gelas kaca. Rasa manis dari gula kirik menyentuh lidahku. Terik matahari yang membakar kepalaku seakan lenyap bersamaan dengan air kelapa yang berseluncur di tenggorokan.119Please respect copyright.PENANAZlhbKG6jMb
119Please respect copyright.PENANAN5iWfUyEWa
Aku memperhatikan Fajar sejenak, kemudian terkekeh geli. “Bukunya, kok, di bawa terus, gak bakal hilang, jar.” aku melirik bukunya di atas meja, samping gelasnya.119Please respect copyright.PENANAlpbIrFnMSH
119Please respect copyright.PENANAIzWbStDST4
Fajar menyeka bibirnya dengan lengan, sebab sebagian isi kelapa tersangkut di bibirnya. “Gak sabar bacanya, tan.”119Please respect copyright.PENANAJBhtgrNJjR
119Please respect copyright.PENANA8IK0rpzH5m
Aku menggeleng-menggeleng, heran, kemudian terbesit di pikiranku untuk bertanya kenapa ia membeli kitab bible. “Kamu jangan tersinggung, ya, Jar,” aku berusaha merangkai kata sehalus mungkin. “Kamu kenapa beli kitab bible? Bukannya kamu muslim?”119Please respect copyright.PENANAelJMcCxrse
119Please respect copyright.PENANAFuwWWQukh9
Fajar malah terkekeh. “Aku kan kristen, tan.”119Please respect copyright.PENANAIhfCjDKkni
119Please respect copyright.PENANApRpyZ87VuQ
Aku yang sedang menyesap Es kelapa tiba-tiba terbatuk. Refleks Fajar mengambil tisu dan menyodorkan kepadaku. Aku mengelap sekitar bibirku. “Kok bisa?” tanyaku. “kamu jangan aneh-aneh, deh, Jar.”119Please respect copyright.PENANAqaY9sHiAok
119Please respect copyright.PENANAnjfhRlz7I8
Fajar menghela nafas, dalam. “Aku murtad dua tahun yang lalu, tan,” Ia sedikit menunduk. “tante kecewa?”119Please respect copyright.PENANAEwmK992s3H
119Please respect copyright.PENANAU73hwxdnTc
Aku tersenyum menatapnya. Aku hanyalah manusia biasa, yang tidak mempunyai hak untuk mengatur pilihan manusia lainnya. Lagian, keyakinan adalah sebuah pilihan, bukan paksaan.119Please respect copyright.PENANAMxe1sY4TLH
119Please respect copyright.PENANA9XCIwElLiy
“Jar, semua pilihan ada di tangan kamu,” kataku, lembut. “kalau kamu mutusin buat pindah agama, itu kan hak kamu. Tapi, tante kecewa dikit, sih.”119Please respect copyright.PENANAIaXLFVy4Jb
119Please respect copyright.PENANApEsPuFPHau
Fajar tersenyum. lalu kami memutuskan untuk sibuk dengan es kelapa masing-masing. Berisik knalpot motor dan mobil terdengar di antara kami. Pun riuh suara dari pengunjung lain.119Please respect copyright.PENANA9Uw48ap05V
119Please respect copyright.PENANAFQVjnIh1rG
“Tante mau mampir dulu ke rumahku?” Akhirnya Fajar bersuara. “baca buku di teras, gitu, nanti kita diskusi juga.” Ajaknya.119Please respect copyright.PENANAUNp5ikzqZ2
119Please respect copyright.PENANAlndbjUbuUz
Aku agak ragu untuk mengiyakan. mau bagaimanapun aku dan Fajar adalah lawan jenis. Apalagi jika berduaan dengannya, setan pasti punya celah untuk membisikan kami agar melakukan dosa. Tapi, entah kenapa, ada sebuah dorongan untuk aku mengatakan, iya.119Please respect copyright.PENANAuRgnx9MI36
119Please respect copyright.PENANA0uTrBNRYYf
“Gimana, tan?” Fajar bertanya, lagi.119Please respect copyright.PENANArWUyUlU8gn
119Please respect copyright.PENANA5Jp5sHUhUl
“Bentar, Jar.” Aku merogoh ponsel dari tas tenteng ku. “Mau minta izin sama abi dulu.”119Please respect copyright.PENANAvYb4Rc1ZTz
119Please respect copyright.PENANA6mAQjkyTuO
Fajar mengangguk.119Please respect copyright.PENANAq0I9UViCm3
119Please respect copyright.PENANAWzHO1iu3tB
Aku mengetik deretan huruf dan mengirimnya kepada suamiku.119Please respect copyright.PENANAf51GywsbnZ
119Please respect copyright.PENANAdCO3gtAuPz
Tak luma kemudian: Notif whatsapp berbunyi.119Please respect copyright.PENANArLAQe4GXAF
119Please respect copyright.PENANAPvdmd1Wzw8
Aku meraih ponselku di atas meja, lalu mengetuk notif yang mengambang di atas layar ponsel, sebuah pesan WhatsApp dari suamiku, bertuliskan: Boleh, bun. Abi juga ini lagi di luar, ada meeting sama client. Rumah, abi kunci, kuncinya abi taruh di keset pintu. Pulangnya jangan kemaleman, ya.119Please respect copyright.PENANAxmy9Hobw1m
119Please respect copyright.PENANACUVh64GS3L
Aku menatap Fajar sambil tersenyum. Fajar mengernyitkan sebelah alisnya. Kemudian aku mengangguk. Fajar yang mengerti lekas membalas senyumku. Entah kenapa, ketika senyum itu merambat pada mataku, ada sebuah desir yang tidak bisa kujelaskan, sebuah desir aneh, yang tak pernah kurasakan sebelumnya.119Please respect copyright.PENANAaHL7yMGtRX
119Please respect copyright.PENANA7FW8SQlI1L
***119Please respect copyright.PENANAf4jUl8u9dX
119Please respect copyright.PENANAdp3LIUMr1R
“Masuk, tan,” Fajar membukakan pintu rumahnya, sementara dia berdiri di samping pintu, menungguku masuk terlebih dahulu.119Please respect copyright.PENANAwc5tNtNvKU
119Please respect copyright.PENANAxSWMYWvfWa
“Ada orang di dalam, Jar?”119Please respect copyright.PENANADFqjxiNsHY
119Please respect copyright.PENANAJME86yKr5d
“Nenek lagi kerja,” kata Fajar. “pulangnya sore.”119Please respect copyright.PENANAgiYyFGrR25
119Please respect copyright.PENANAuHEV4P3ld6
Aku mengangguk. “Nenek memang kerja apa?”119Please respect copyright.PENANAyjOwhIe25c
119Please respect copyright.PENANA6ulyZnF0Ri
Fajar menggaruk kupingnya. “Masuk dulu, tan” katanya. “engga enak ngobrol sambil berdiri.”119Please respect copyright.PENANAI6CN44Vm1X
119Please respect copyright.PENANAkNPcKflpsb
Akhirnya aku melangkah masuk. Tercium aroma wangi dari pengharum ruangan yang di tempel di kipas angin atap. Dengan televisi tabung yang di sampingnya berdiri vas bunga, kiri-kanan. Ruang tamu ini di dekor dengan minimalis. Lantai-lantai beralas karpet dengan motif miky mouse. Tembok bercat hijau, dengan dua bangku di samping pintu.119Please respect copyright.PENANA5HOLvEcfk0
119Please respect copyright.PENANAdAqL5GGR6p
Rumah ini sendiri letaknya terpencil. Masuk ke dalam gang dengan luas lima meter, memungkinkan mobil untuk masuk. Jauh dari rumah yang lain, seperti terkucil dari sebuah kelompok.119Please respect copyright.PENANAzusWYSaFyL
119Please respect copyright.PENANAoDN6Z2GTyE
“duduk dulu, Tan,” kata Fajar. “mau teh atau kopi?”119Please respect copyright.PENANALh8diVEOXp
119Please respect copyright.PENANA8898PPRjUp
“Kopi, Jar,” kataku, singkat. Fajar menuju dapur. Aku duduk di bangku, menatap kosong ke arah televisi tabung. Pandanganku terpikat ke sebuah gambar di tembok atas televisi. Seakan ada magnet tertentu, aku beranjak menuju gambar tersebut. Aku Berdiri di hadapan sebuah Foto yang menampilkan Sosok Fajar yang tersenyum sambil memegang sebuah piala yang bertulisan: juara satu lomba baca puisi. Kemudian aku terkekeh. Aku tak menyangka, ternyata Fajar memiliki bakat perihal merangkai kata-kata dan menyulamnya menjadi puisi.119Please respect copyright.PENANA4ESaqx1MC9
119Please respect copyright.PENANA4PjBzTEZKH
“Itu waktu kelas 2 SMA, Tan,” kata Fajar di sampingku, ia membawa nampan dengan dua gelas kopi di atasnya. Kemudian ia meletakan nampan itu di lantai, berhadapan dengan televisi. “Lesehan engga apa-apa, kan?”119Please respect copyright.PENANAqPiiKLr4CL
119Please respect copyright.PENANAio1ESKlMKf
Aku terkekeh ringan. “kaya sama siapa aja.” Aku ikut duduk bersila di sebelahnya. "Tante gak nyangka lho, kamu juara satu baca puisi.” Aku meliriknya sekilas.119Please respect copyright.PENANAT3i6D4edf7
119Please respect copyright.PENANAxSTAvwCQbK
Dengan senyum bangga, Fajar berkata, “aku memang dilahirkan untuk menjadi pujangga, tan.”119Please respect copyright.PENANAAi4LKI4PBc
119Please respect copyright.PENANAurGLLtC49I
Aku terkekeh, geli. “iya, deh, si paling pujangga,” kataku dengan nada mengejek.119Please respect copyright.PENANAQekj2AD8e1
119Please respect copyright.PENANAx8n67Ftv7j
Tak ada pembicaraan setelah itu. Aku menyesap kopi hitam yang disajikan Fajar. Manis dan pahit tertakar dengan seusai, mencipta cita rasa pas di lidah. Ia seakan tahu kadar gula yang pas untuk menikmati kopi di siang hari. Di teriknya matahari yang bisa ku rasakan menembus seng, lalu menyantup kepalaku.119Please respect copyright.PENANATgIWngqsgA
119Please respect copyright.PENANAeoHMC9hRcf
Ruang terasa lenggang.119Please respect copyright.PENANAxaQ6XOBZkE
119Please respect copyright.PENANA6l4s25PLKN
Fajar merogoh kolong meja televisi, seperti mencari sesuatu. Ia kemudian mengeluar dua stick PS dan satunya ia sodorkan kepadaku. “Bisa main PS, tan?”119Please respect copyright.PENANAnrh3NfhxnF
119Please respect copyright.PENANAUAeFnpRFyS
Aku tersenyum bangga. “Gini-gini, tante dulunya jagoan PS,” aku meraih stick PS. Semasa kecil aku memang kerap bermain console game, mulai dari PS satu, Nintendo, ps dua.119Please respect copyright.PENANA142pmwF6qf
119Please respect copyright.PENANAdVHNduro7A
Perlahan televisi menyala dengan layar gambar yang sedikit buram. Suara stick berbunyi. Fajar memilih game yang akan kami mainkan. Ia memilih sebuah game yang sangat aku kuasai: pes 2018.119Please respect copyright.PENANAmgcSpD4F9V
119Please respect copyright.PENANAq5otzxH7mJ
Aku membenarkan posisi dudukku, aku meliriknya sekilas lalu kembali menatap layar tv. Permainan Di mulai. Aku meliuk-kan jemariku dengan lincah. Begitupun Fajar, ia terlihat antusias, kadang ia berseru, kadang ia mendengus sebab tak bisa menggol bola ke gawangku.119Please respect copyright.PENANAzZQpfInLIj
119Please respect copyright.PENANAkfqZnGXFMv
Aku pun begitu, entah kenapa aku terbawa suasana. Sudah lama aku tak sebahagia ini ketika bermain console game. Pun bersama Adit, anakku, aku hanya merasa jenuh, berbanding terbalik ketika bermain dengan sahabatnya. Aku mendengus kesal, tidak ada satupun tendanganku yang masuk ke gawangnya.119Please respect copyright.PENANAS9NGjDHQ31
119Please respect copyright.PENANAkZRdgjXLHs
Fajar pun begitu. Kadang ia mengejekku dengan jari jempolnya yang ia ke bawahkan, seakan berkata, kamu cemen Laras. Jiwa kanak-kanak-ku seketika bergejolak, aku balas mengejeknya dengan menjulurkan lidah. Ia malah terkekeh.119Please respect copyright.PENANAL95dVDeQ0p
119Please respect copyright.PENANA30u1JuTmmV
“Yeay, menang.” Aku bersorak gembira sambil mengangkat kedua tanganku ke udara. Permainan selesai dengan skor 1-0. Di menit terakhir aku berhasil menjebol gawangnya. “Kamu terlalu cepat buat ngalahin aku,” kataku mengejeknya dengan senyum bangga.119Please respect copyright.PENANApQKf6idqbD
119Please respect copyright.PENANAiTNJ27d0BY
“Aku sengaja,” elaknya, tak terimah. “kalau aku mau, skornya bisa 10-0.”119Please respect copyright.PENANAAk3C2uYbzZ
119Please respect copyright.PENANA6MRie1J2li
Bak anak kecil, aku menyangkal. “Mana ada, dasar cupu,” aku kembali mengejeknya, memasang raut wajah meremehkan.119Please respect copyright.PENANA8N3cAWlZJK
119Please respect copyright.PENANALEYRbeMfg6
Fajar malah terkekeh. “Aku baru kali ini liat sifat tante yang kekanakan,” ia menatapku, dalam. “gemes, tan.”119Please respect copyright.PENANAdQcxJudnV7
119Please respect copyright.PENANAN9KYuYFbo4
Aku malah tersipu. Bisa-bisanya aku tersipu digombali remaja yang seumuran anakku.119Please respect copyright.PENANAzLmsywKh7H
119Please respect copyright.PENANAaTFnW3YMaB
“Cie, salting,” Fajar menggodaku sambil tertawa. “pipinya merah.”119Please respect copyright.PENANAigaPtzxcoa
119Please respect copyright.PENANACXv8NQ7Ory
Aku lekas menyembunyikan wajahku di kedua telapak tangan. sambil menggelengkan kepala aku berkata, “Engga, ya,” aku terus menyangkal. Fajar membuatku seperti ABG yang sedang jatuh cinta.119Please respect copyright.PENANAd3TgigtE9F
119Please respect copyright.PENANAGKAVZojT43
Fajar masih saja tertawa. Aku sedikit kesal, lalu memukul pelan bahunya. “Ih, jangan ketawa,”119Please respect copyright.PENANA9IgpNjhRIZ
119Please respect copyright.PENANAfjxRhq521J
“tante KDRT,” Fajar bergeser sedikit. “galak.” Ia mengangkat tangannya di depan dada, seperti orang ketakutan.119Please respect copyright.PENANA3lNthxcmGh
119Please respect copyright.PENANAQ7zKlf20Vz
Aku malah tertawa melihatnya seperti itu. Fajar ikutan tertawa. Tawa kami menggema di ruang tamu. Bersamaan dengan itu, desir hangat kembali menyapa. Desir hangat yang belum bisa kujelaskan artinya.119Please respect copyright.PENANAenub5Y0nhH
119Please respect copyright.PENANATdSu67GBx4
Tidak lama kemudian, Fajar berdiri sambil melirik jam dinding di sampingnya. Ia menoleh ke arahku. “udah pukul 3 sore, tan.”119Please respect copyright.PENANAdamU79QolT
119Please respect copyright.PENANACdEDtX4U3T
Aku berdiri sambil menepuk-nepuk pelan gamisku. “Ayo pulang, Jar,” kataku. Fajar menggangguk, lalu tersenyum.
Bersambung
ns 15.158.61.55da2