
Tubuh Widya menegang untuk beberapa saat sebelum ia membuka mata dan kami saling tatap.
"Ini ... rasanya lebih dalem dari tadi ...," rintihnya.
Aku membelai pahanya sampai ke perut. "Gue juga ngerasain, Wid. Posisi ini lebih enak."
Widya menatap ke bawah, tempat di mana kedua kelamin kami berciuman. "Terus ... terus gue harus apa?"
"Gerak, Wid."
"Gerak gimana?"
"Gerak naik turun." Aku menggoyangkan pinggangku ke atas dan bawah, dia mengerang sedikit. "Kayak di film-film porno gitu. Katanya udah pernah liat."
"Iya tapi ...." Dia kelihatan ragu. "Yang di video kan ... itu, mereka udah profesional."
"Ya awalnya kan amatir."
"Tapi aku—"
"Udah gerak aja, Wid." Aku mendorong pinggulku ke atas, agak keras.
"Ahh!" desahnya.
Tangannya menyentuh perutku dalam persiapan gerakan naik dan turun. Jari-jari lembut Widya bergetar, begitu pula dengan bibirnya.
"S-sorry kalo kurang enak."
Aku tersenyum tanpa sadar. "Lo diem aja udah enak banget, apalagi gerak. Pede aja, Wid, biar Vino makin sange. Percaya sama gue."
Aku yakin kata-kata itu berpengaruh. Buktinya, Widya menarik napas panjang dan mulai mengangkat pinggul. Ia meringis dengan kening berkerut.
Perlahan pula, pinggulnya bergerak turun.
"Euummhhh ...," gumamnya menikmati sensasi kontolku yang kembali masuk.
Kemudian dia memejamkan mata, terus bergerak lambat seperti itu.
"Emmhh ... ahh ... ahh ... ahh ...."
Gerakannya makin cepat. Kalau dibandingkan dengan Bu Alvi, jelas Bu Alvi jauh lebih pandai. Namun, ini sudah cukup bagiku. Widya masih pertama kali ngentot, dan dia berani duduk di depan pasangannya, memamerkan dua bola dada dan tubuh seksinya, aku sudah puas sekali.
"Ohhh Wid, enak banget ...." Aku pun memejamkan mata. Tanganku bergerak menyusuri pinggang ke atas sampai tiba di ujung toket indahnya. Meremas, memijit, memilin.
"Aahh ... ahhh!!!" Desahan Widya makin keras. Kurasakan tubuhnya makin panas.
Makin lama, kurasa kepercayaan dirinya kian menebal. Dia kini sanggup membuka mata dan menentang pandanganku. Tatapan sayu penuh gairah, bibir terbuka seolah menantang untung dihisap lagi.
Dari posisi ini, aku dapat melihat betapa memek Widya dengan rakus melahap kontolku sampai jauh. Baru kusadari Widya dengan memek perawannya mampu menelan kontol sebesar ini—memang agak sombong, tapi aku yakin kontolku besar—dia dia masih mampu goyang tanpa mengeluh kesakitan.
"Wid, lo beneran nggak apa-apa?" Aku mulai khawatir. Goyangannya makin cepat dan ganas. "Wid? Widya? Wid!!"
"Ahh ... ahh ... ahh!!"
Seperti orang yang tak sadar, dia terus memandangku dengan sayu tanpa menjawab pertanyaanku. Ia terus menggenjot ke atas dan ke bawah, menciptakan suara becek menggairahkan. Tapi aku khawatir dengan memeknya!
"Wid, memek lo udah nggak sakit, kan? Wid, lo—ahh, ohh!!"
Aku semakin dibuat keenakan.
Dengan gerakan yang cukup kacau, memeknya memeluk kontolku erat. Justru karena kekacauan gerakan ini, membuat kenikmatan aneh yang entah mengapa aku suka.
"Widya ahh ahh!!" Aku mendongak, memejamkan mata.
"Aahhh ... ouuhh ... lo lucu banget kalo dilihat-lihat, Lan. Ahhh hahah, lo ternyaa ganteng juga."
Dia menegakkan tubuh, masih terus menggenjot. Tangannya bergerak ke belakang, menekan kedua lututku.
"Aahh ... ahhh ... ahhh ... Lihat gue anjing! Lo masih ngentot sama gue kenapa malah merem ... Ahhh!!"
Aku spontan membuka mata dan kaget sekali. Widya sudah memamerkan seluruh badan depannya yang telanjang bulat. Dadanya membusung percaya diri, kakinya diangkat menjejak kasur sehingga aku dapat melihat seluruh bagian paha bawah dan memek yg sibuk mengulum kontolku.
Makin ke atas, kulihat wajah sange Widya yang tak tertahankan. Mulutnya terbuka makin lebar, wajahnya merah luar biasa. Beberapa juntai anak rambut melekat di dahi karena keringat.
Ya, keringat!
"Ahhh seksi banget lo."
Aku suka keringatnya!
Tubuhnya makin mengkilap dengan keringat yang semakin kaya. Putingnya yang keras mengacung tegak, toketnya memantul-mantul menggemaskan. Tapi yang paling menggairahkan adalah, lumuran keringat itu!
"Akkhh ... akkhhh!!" Aku mengerang karena gigitan memek Widya makin hebat. "Lo ngeri banget ternyata, Wid."
Tampak seringai tipis di wajahnya, seringai bangga.
"Ahh .. auuhh ... ahh!!"
Dia mempercepat gerakannya. Makin lama ia lebih beradaptasi dan jadi semakin teratur. Gerakan naik turun yang membuat suara nakal bersamaan desahan nikmat.
Beberapa kali Widya memejamkan mata, tapi lebih sering terbuka untuk memastikan aku sedang memandangnya.
"Aauhh ... ahh ... kontol lo gila! Gede banget, sialan!"
"Daritadi lo ngentotin itu!!" Aku menggertakkan gigi. "Eerggh ... gak kuat gue!"
"Apa?" Widya dengan wajah kebingungan, masih terus menggenjot.
Aku memegang pinggangnya, menghentikan gerakannya dengan paksa. "Gue nggak kuat, akkhh!!" Dan entah datang dari mana skill ini, tiba-tiba pinggulku bergerak ke atas dengan keras untuk menyodok memek Wudya lebih jauh.
"Aaaahhhh!!" pekik Widya kaget. "Aaahhh!! Gila lo!"
"Salahin lo sendiri, lo cantik banget anjing!" Aku menekuk lutut, Widya memegangnya erat.
Aku menggenjot ke atas dengan keras sekali sampai membuat tubuh Widya terpantul-pantul tak karuan. Desahannya makin keras dan berisik, tapi aku suka sekali.
"Ahhh, ahhh ahh!" Mulutnya terbuka lebar.
Untuk ronde dua ini, aku merasa tidak selama ronde pertama. Entah mengapa, padahal kalau dengan Bu Alvi, ronde setelah ronde pertama pasti jadi lebih lama.
Mungkin karena keseksian gadis perawan ini, aku jadi tergoda dan tak tahan.
"Gue ngecrot, Wid!"
"Aahhhh crotin lah bangsat!!"
Plokk ... Plokk ... Plookkkkk!!
"Uuhhh!!"
"Aaaaaahhhhh!"
Tepat di saat-saat terakhir, aku mencabut kontol. Tak sampai satu detik, menyemburlah spermaku dengan kegirangan.
Kontolku terjepit di antara dua bokong Widya, sehingga spermaku menyemprot ke belakang gadis itu, membasahi kasur.
Pundak Widya bergetar hebat, dia masih mengatur napasnya.
"Enak ... ngentot enak ...," gumamnya. "Besok lo harus ke sini lagi ... awas kalo enggak. Habis lo!"
Napasku pun masih terengah. Kutatap tubuh Widya lama-lama. Makin lama, rasa sangeku turun dan seolah tubuh seksi itu menjadi tidak seseksi ketika awal kali ia membuka kaos. Aku sudah kelelahan, tak mampu lagi melanjutkan ronde tiga.
Atau setidaknya, harus istirahat selama beberapa waktu seperti yang biasa kulakukan dengan Bu Alvi.
Widya tersenyum. "Makasih udah ngajarin gue."
"Nikmatin badan lo."
Widya cemberut pura-pura. "Dasar." Dia menampar pipiku pelan.
Lalu, wajahnya memerah dan mukanya tertunduk malu-malu. "Lo ... lo ... lo serius bilang semua itu? Gue seksi, cantik, dan ... dan ... dan enak gak ngentot sama gue?"
"Gue jujur, Wid," balasku apa adanya. "Dan yah, enak banget sumpah. Gue harus sering main ke sini."
"Cowok sialan! Brengsek lo!"
"Lo yang ngajak, hei!"
Kami tertawa bersamaan.
Beberapa saat berlalu dan aku baru sadar. Dengan muka serius, kulempar pertanyaan padanya. "Loh, Wid, lo nggak ngecrot sama sekali?"
Dia justru memasang ekspresi bingung. "Ngecrot gimana?"
__________
Aku pulang dengan segala ketidaknyamanan. Dua ronde dengan Widya, dan gadis itu sama sekali tidak mencapai klimaks. Aku jadi merasa bersalah.
Aku disuruh pulang olehnya karena memang sudah larut, hampir jam 11. Aku sebenarnya masih ingin di sana, siapa tahu libidoku muncul lagi dengan terus berada di dekatnya yang masih telanjang. Tapi, Widya mencari jalan aman. Walau kini kedua orang tuanya tidak pulang dan dia yakin, tapi tak cuma sekali mereka datang tiba-tiba.
Jadi sebenarnya, sejak awal kami sudah bermain api dan ada kemungkinan kami ketahuan.
"Gila lo, Wid," gumamku saat tiba di depan rumah Bu Alvi.
Widya pun ingin membayarkanku ojek online untuk perjalanan pulang, tapi kutolak itu. Rasanya agak jahat setelah aku memperawani anak orang, bahkan membuatnya menggila, lalu tanpa keluar biaya sama sekali.
Tak ada mobil Pak Wan di sana, berarti belum pulang.
Saat aku melewati jalan samping menuju kamar kos, tiba-tiba pintu rumah samping Bu Alvi terbuka dan wanita itu berdiri di sana menggunakan kaos putih serta celana pendek ketat.
"Sini masuk, Nak," katanya dengan senyum memikat ketika ia mengajakku ngentot. "Suami nggak pulang malam ini, ayo seneng-seneng sama Ibu."
Dalam hati, aku berbisik. "Mati gue, cok."
_____
Akhirnya tamat juga broo😂
Just info, mungkin ini bakal berlanjut ke season berikutnya, kalau enggak yaudah selesai. Tapi kalo berlanjut ya lanjut.
Kemungkinan bisa berlanjut, atau author bakal bikin cerita model kek gini yg lain, atau enggak, hahaha, smua kemungkinan ada😂
Yang jelas, bulan puasa gk up sama sekali.
Dah gitu aja bro😁
ns 15.158.61.23da2