x
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMiFeKgk2Ao
Di pagi yang cerah, Kampung Angin kedatangan seorang pemuda yang sudah lama tak terlihat. Dani, pria yang dulu tumbuh besar di desa ini, akhirnya kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di ibu kota. Dengan langkah santai dan senyum hangat, ia melangkah melewati jalanan desa yang sudah lama ia tinggalkan.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡt4JdWPdky6
Begitu melihatnya, para warga langsung menyambutnya dengan antusias. "Dani! Sudah lama sekali kau tak pulang!" seru seorang bapak tua di warung kopi. Para ibu-ibu yang sedang berkumpul pun ikut menyapa, mengingat betapa anak itu dulu sering membantu mereka sebelum pergi merantau.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡjnqaZ6f4DW
Dani menyambut semua sapaan itu dengan ramah. Ia memang bukan orang asing di sini—namanya dikenal sebagai pemuda yang baik hati dan suka membantu. Warga bangga melihatnya kembali setelah menuntaskan pendidikan, meskipun ada juga yang bertanya-tanya, mengapa ia memilih kembali ke desa setelah kuliah di kota besar?
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPteojW6ig2
Namun, Dani hanya tersenyum setiap kali ditanya. Ia punya alasan tersendiri untuk kembali ke tempat yang membesarkannya. Sebuah alasan yang mungkin belum disadarinya sepenuhnya.
-----------------------------------------
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6r1yPOoSqk
Sejak kepulangannya, Dani tak hanya berdiam diri. Ia mulai ikut andil dalam berbagai kegiatan desa, membantu memajukan pertanian dan memberi ide-ide baru untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Kehadirannya perlahan membawa perubahan—dan tanpa disadari, membawa dirinya lebih dekat dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡouwn77eXs2
Hari itu, Dani mendapat tugas dari ibunya untuk membeli banyak barang kebutuhan di warung desa. Dengan santai, ia berjalan menuju warung kecil di ujung jalan, tak menyangka bahwa warung itu kini dikelola oleh seseorang yang sudah berubah.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIkEpfjUJDr
Saat ia mendorong pintu kayu warung dan masuk, suara tegas langsung menyambutnya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXtnKt5zXog
"Mau beli apa? Cepat bilang, jangan melamun di depan pintu!"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBMm2bWHouZ
Dani tersentak, kaget mendengar nada ketus itu. Ia menoleh dan menemukan Rina, sosok yang dulu ia kenal sebagai wanita lembut, kini berdiri di balik meja kasir dengan tatapan tajam. Ia mengenali wajah itu, tapi auranya kini berbeda—lebih keras, lebih berwibawa, lebih… galak.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡeaaQpd5O8s
"Bu Rina?" Dani mengerjap, berusaha memastikan penglihatannya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYrvVcAOkmV
"Siapa lagi? Hantu?" Rina menyilangkan tangan di dada. "Kamu Dani, kan? Anak Bu Siti. Sudah gede ternyata."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfGYchXAJ5i
Dani mengangguk, masih agak terkejut. "Iya, Bu. Lama nggak pulang. Dulu warung ini bukan punya Bu Rina, ya?"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0oDi5qdbIh
"Dulu lain, sekarang lain." Rina menyodorkan kantong plastik kosong. "Mau beli apa? Cepat daftar belanjaannya. Saya nggak punya waktu untuk orang yang cuma berdiri bengong."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHbP504anc1
Dani terkekeh kecil, kini mulai paham. "Wah, Bu Rina sekarang galak, ya."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbV5bWJglok
Rina mendelik. "Kenapa? Nggak boleh? Mau saya usir sekalian?"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9kYOSGpKNc
Dani mengangkat tangan menyerah. "Bukan gitu, Bu. Cuma… beda aja dari dulu."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfh2bcr90f1
Rina mendengus, lalu mulai mengambil barang-barang yang Dani sebutkan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang muncul. Dani yang dulu bocah kecil, kini sudah jadi pria dewasa. Dan entah kenapa, meskipun ia tetap ingin galak, ada sesuatu yang mengusik hatinya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmpuhWPTxv6
Sementara Dani, meski sempat terkejut, akhirnya hanya bisa tersenyum. Rina memang berubah—tapi mungkin, itu bukan hal yang buruk.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSfe4NT5yk3
Saat Dani melangkah pergi, suara lonceng kecil di atas pintu warung berbunyi pelan. Rina masih berdiri di balik meja, matanya tanpa sadar mengikuti punggung pemuda itu yang semakin menjauh.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡccyUxsYm1Y
Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Rasa bersalah. Bukan karena ia galak—tapi karena ia merasa tak seharusnya bersikap seperti itu kepada Dani.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡUSDRwD4xIh
Matanya melirik ke meja kayu di depannya. Ada gelas teh yang sejak tadi belum ia sentuh. Teh yang tadi masih mengepul, kini sudah dingin. Seperti hatinya yang tiba-tiba terasa kosong.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4jRMGq0B6N
Ia menghela napas panjang. Angin sore berhembus pelan dari jendela warung, mengibarkan tirai tipis berwarna krem. Seakan membawa sesuatu yang tak terlihat—sebuah perasaan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVS5AYBRUEM
Dani sudah pergi, tapi bayangan wajahnya masih tertinggal di dalam kepala Rina.
------------------------------
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡL6Ie91ppZW
Sejak pertemuan pertama itu, Dani semakin sering datang ke warung Rina. Bukan karena ia sengaja, tapi karena ibunya kini kerap menyuruhnya membeli berbagai keperluan untuk arisan, masakan, atau sekadar titipan ibu-ibu lain.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMJi4ov24ED
Awalnya, Rina tetap bersikap ketus setiap kali Dani datang. Namun, perlahan, ia mulai mengubah nada bicaranya. Tidak lagi terlalu kasar, meskipun masih berusaha menunjukkan sikap acuh.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡe6SaIjbe9W
"Beli lagi? Emangnya di rumah nggak ada makanan?" gumam Rina suatu hari saat Dani datang lagi.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKG2zyTBQBB
Dani hanya terkekeh. "Ibu saya sibuk, jadi saya disuruh beli ini itu. Kalau merepotkan, saya bisa ke warung lain, Bu."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡH9rTdPzpCh
Rina meliriknya tajam. "Siapa yang bilang kamu merepotkan? Kalau mau beli, ya beli aja. Nggak usah banyak omong."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSjaqC6Kzo1
Dani tersenyum, menerima kantong belanjaan dengan santai. Ia bisa merasakan perubahan dalam sikap Rina. Meski masih berusaha keras terlihat dingin, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan dan cara bicaranya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡL5luJVhx6Z
Di sisi lain, Rina sendiri mulai merasa aneh. Kenapa setiap kali Dani datang, dadanya terasa sedikit lebih hangat? Namun, ia tetap memaksa dirinya untuk bersikap biasa saja.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDUPf1TRXwF
Hari demi hari berlalu, dan Dani tetap menjadi pelanggan setia warungnya—meski bukan atas kehendaknya sendiri. Ia selalu datang dengan alasan titipan ibunya, tetapi dalam hati, ia tidak keberatan.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXIDekg3C08
Sementara itu, Rina mulai menyadari sesuatu. Ia memang masih galak, masih berusaha menjaga jarak, tapi… entah kenapa, saat Dani pergi, warungnya terasa lebih sepi dari biasanya.
-------------------------------
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDU5ySDI6Zm
Saat Dani sedang memilih sayur yang disuruh ibunya, tiba-tiba Rina keluar dari dalam rumah dengan wajah sedikit panik.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHcp0rnvJ8I
"Dani! Kamu bisa cek listrik nggak?" tanyanya cepat, suaranya terdengar lebih mendesak dari biasanya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡw4ZdZd1J2V
Dani menghentikan tangannya yang sedang memilah tomat. "Kenapa, Bu?"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡay0c3rMjZt
"Listrik di rumah saya kayaknya konslet. Tadi sempat mati sendiri, terus nyala lagi. Saya takut ada yang korsleting."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNaQTXTMKl7
Dani langsung meletakkan sayurannya. "Wah, itu bahaya, Bu. Coba saya cek dulu."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡp12ntYkygr
Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam rumah Rina yang menyatu dengan warung. Begitu melihat panel listriknya, Dani bisa langsung menebak masalahnya. Kabel-kabel di rumah ini sudah usang, beberapa terlihat menghitam karena sering terkena arus berlebih.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡaABO3MFSbH
"Bu Rina, ini harus diganti, kabelnya udah tua. Bisa bahaya kalau dibiarkan."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmVtfPrCRq2
Rina menghela napas, terlihat sedikit cemas. "Aduh… saya nggak ngerti soal ginian. Bisa kamu benerin nggak, Dani?"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTmZwr3DqvS
Dani mengangguk. "Saya ambil perkakas dulu di rumah. Tunggu sebentar!"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmxdaoRAuLa
Tanpa menunda waktu, Dani langsung pulang untuk mengambil peralatan listrik yang ia simpan. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan gulungan kabel baru dan peralatan lain.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡLjAkbv8xnE
Dengan cekatan, Dani mulai bekerja. Ia melepas kabel lama, mengganti dengan yang baru, dan memastikan semua sambungan aman. Tangannya terampil, sesekali ia mengusap keringat di dahinya. Rina, yang biasanya hanya galak, kini berdiri agak canggung di dekat pintu, melihat Dani bekerja tanpa banyak bicara.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡS1mpfgHALw
Di dalam hatinya, ia merasa sedikit aneh melihat Dani begitu serius dan terampil dalam pekerjaannya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9iYzIR6fjb
Setelah selesai memperbaiki listrik, Dani menghela napas lega. "Udah beres, Bu. Sekarang harusnya nggak ada masalah lagi."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEVDgti4vaY
Rina, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Dani. Kamu emang bisa diandalkan."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDsLmo8tjuq
Dani hanya tertawa ringan. "Sama-sama, Bu. Untung nggak sampai korslet besar."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡK5eYuElD1Y
Tanpa banyak bicara, Rina masuk ke dalam dan kembali dengan beberapa lembar uang. Ia menyodorkannya ke Dani. "Ini upahnya. Kamu udah nolongin saya."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVLDXDgnIvD
Dani menatap uang itu sejenak, lalu menerimanya dengan senyum santai. "Wah, rezeki nomplok, nih. Makasih, Bu Rina!"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡnTr4DRIe0j
Setelah itu, ia kembali ke warung untuk melanjutkan belanjaannya. Tangannya cekatan memilih sayuran yang tadi sempat tertunda. Setelah semuanya terkumpul, ia berjalan ke meja kasir dan merogoh dompetnya.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuyIguf55Ah
"Berapa semuanya, Bu?" tanyanya sambil bersiap membayar.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6gwybvWzbo
Namun, yang tak ia sangka, Rina justru menggeleng sambil tersenyum tipis.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDjeqHGRuCw
"Gratis. Anggap aja bonus karena udah nolongin saya."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡeVTfItwh6N
Dani mengerjap, agak terkejut. "Hah? Beneran, Bu?"
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMw28WxlEDi
"Saya kelihatan bercanda?" Rina menyilangkan tangan di dada, tapi kali ini tidak dengan ketus. Ada ekspresi berbeda di wajahnya—lebih lembut, lebih tulus.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlWdXXxtTsJ
Dani tersenyum lebar. "Kalau gitu, terima kasih banyak, Bu Rina! Saya pamit dulu, ya."
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiZ645aXiBa
Dengan langkah ringan, Dani keluar dari warung, meninggalkan aroma kehadirannya yang masih terasa di ruangan.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHHoAUL2CjZ
Rina menatap punggungnya yang semakin menjauh, dan tanpa sadar, dadanya terasa hangat—seperti ada sesuatu yang perlahan mencair di dalam sana.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVtztBqndbR
Angin sore bertiup pelan, mengelus pipinya dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Matanya terus mengikuti langkah Dani, sampai pemuda itu benar-benar hilang di tikungan jalan.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡD7It6cN7rF
Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang bahkan tak ia sadari.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡj5Tsv0BgkT
Hati Rina bergetar. Ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNvyUw64cp9
Sebuah perasaan yang lama ia kubur dalam-dalam… kini mulai bangkit kembali.
646Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAtZu6VNSV4
