Seminggu berlalu sejak pertemuan Matthea dengan Georgette, begitu juga dengan sahabatnya, Thomas. Tak terasa, Matthea sudah ‘bertemu’ lagi dengan weekend. Tanpa sadar, jam digital nya sudah berbunyi sedari 30 menit lalu. Matthea bangun dari tidurnya dan mematikan bunyi jam tersebut. Lalu, ia bergegas untuk salat subuh. Sesudahnya, ia memasukkan buku-buku di meja ke tas ransel miliknya. Kemudian, ia berjalan ke arah lemari pakaiannya untuk berganti baju olahraga dan mengambil waistbag dari gantungan tas, guna memasukkan beberapa barang seperti botol minum, tissue, kapas dan obat merah, serta saputangan. Sembari menunggu hingga pukul 6 pagi, Matthea duduk di sofa kamarnya. Ia seperti sedang menghafal sesuatu, terkadang pun ia berdiri, dan tak hanya duduk. Pemilik rambut dark brown itu terus berjalan kesana-kemari,
Ketika jam 5 pagi tiba, ia keluar dari kamar, dan mencari Oma dan Opa nya. Matthea meminta izin untuk berolahraga pagi, sebelum dirinya berangkat. Ia pun memulai pemanasan, yang dilakukannya di teras depan rumah. Usai pemanasan, ia langsung lari pagidi sekitar kawasan perumahannya. Ia tak sendiri, namun ada juga 1 keluarga dengan seorang atau 2 orang anak yang sedang gowes, dan seorang remaja yang sedang latihan men-dribble bola basket. Selama 20 menit lari pagi, Matthea duduk sejenak di kursi kayu umum pinggir jalan. Setelah menghabiskan satu botol air minum, ia pulang ke rumah untuk membersihkan diri, sekaligus bersiap-siap untuk pergi ke daerah Petogogan - Jakarta Selatan.527Please respect copyright.PENANA1uRRFATKLA
“Thea, ini bekalnya ya, Oma udah siapin nih.”
“Duh, Oma… makasih banyak ya, Thea jadi ngerepotin.”
“Gapapa The, sekali-kali lah Oma bikinin sarapan buat kamu berangkat, buat bekal. Kamu kan suka ga sarapan. Inget, kamu ada sakit maag lho, The.”
“Iya Oma, Thea inget kok. Yaudah, Thea berangkat dulu ya, ojolnya udah jemput nih. Bye, Oma.”527Please respect copyright.PENANATKHl6k9t8V
Agar lebih rileks, di dalam kereta Matthea mendengarkan lagu berjudul “Sendiri” milik Dengarkan Dia. Karena lapangnya kursi gerbong yang ia duduki, serta sepinya penumpang KRL hari ini, ia bebas memilih untuk duduk di kursi manapun. Matthea memilih untuk duduk di kursi biasa dan paling ujung kursi dekat pintu, agar bisa menyenderkan kepala, katanya. Semalam, ia memang sedikit merasa pusing, Oma sudah menyarankannya untuk tidak usah berangkat pagi ini, namun ia tetap ingin berangkat. Oleh karena itu, Oma membuatkannya sarapan berupa Roti Panggang Alpukat dan Telur Orak-arik Sayur Kale, sebagai bekal untuk cucunya tersebut selama 4 jam berada di luar rumah.
Sekitar 1 jam 30 menit perjalanan waktu tempuh, Mattea sampai di tempat tujuannya. Ia pun langsung memasuki gedung tersebut. Matthea melihat jam di HP nya, masih ada waktu sekitar 30 menit untuk dirinya sarapan. Ia menaruh tasnya di dalam suatu ruangan, kemudian berlalu membawa sekotak bekal makanannya ke kantin. Setelah sarapan, ia kembali ke tempat dimana tasnya berada, dengan sebuah botol air mineral yang masih tersisa. Ia siap untuk 4 jam kedepan.
Sesaat 2 jam berlalu, Matthea kembali keluar dari ruangan itu. Langkah kakinya berjalan ke sebuah ruangan lain dengan banyak buku-buku di dalamnya. Tempat itu sepi, terlihat dari beberapa pasang sepatu yang singgah, hanya ada 3 pasang. Setelah ia memasukinya, 3 sepatu itu terdiri atas kepemilikan sang penjaga ruangan, serta 2 pengunjung lain selain Matthea. Saat ia ingin menuliskan namanya di buku tamu, HP nya berdering. “We were both young when I first saw you, I close my eyes and the flashbck starts… I’m standin’ there”, nada dering berlagu “Love Story” nya Taylor Swift bersenandung.527Please respect copyright.PENANA2pEa5qy45s
“Bonjour. Je suis Matthea, avec qui est-ce?”
“Hah? Matthea kan ini? Gue Georgette. Maaf, gue kurang ngerti lo ngomong apa. Itu bahasa Perancis ya?”
“Eh, maaf ya kalo gitu. Iya, aku Matthea. Ini Georgette? Kok tahu ini contact aku?”
“Dikasih sama Thomas. Gapapa kan kalo aku telfon?”
“Aku?”
“M… maksud… maksudnya gue Matt, iya… gue. Boleh kan kalo gue telfon lo?”
“Iya, boleh. Gapapa kok.”
“Matthea lagi dimana? Kata Thomas, biasanya jam segini lagi di rumah nonton film.”
“Oh, ngga, Gett. Aku sekarang lagi di IFI, Institut Francais d’Indonesie.”
“Hmm, Matthea lagi les?”
“Iya, kok Georgette tahu?”
“Temen pernah les juga disana, tapi bukan yang di Jakarta, cuma kata dia kalo di Jakarta cabangnya ada 2. Kamu yang dimana?”
“Aku lesnya yang di cabang Petogogan, Jaksel.”
“Oh, yang di Jalan Wijaya itu? Lesnya sampai jam berapa?”
“Iya, disitu. Sampe jam 12 siang sih, Gett.”
“Okay, gue boleh kesana ngga?”
“Kamu mau les juga? Mau daftar, Gett?”
“Ngga, tapi pengen jemput Matthea. Boleh, Matt?”
“Boleh aja, kamu naik apa?”527Please respect copyright.PENANAuCrFSqK72O
Mendengar pertanyaan Matthea, Georgette tertegun. Lalu, ia terdiam sebentar, berfikir untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya. Kemudian, ia melanjutkan obrolannya.527Please respect copyright.PENANAgMqcMo9OS1
“Mobil. Bisa parkir mobil kan disana?”
“Hmm, bisa sih. Cuma, kayaknya kamu kesininya mending naik motor deh.”527Please respect copyright.PENANAOQLZpnatGA
Kening Georgette sedikit berkerut, mendengar jawaban Matthea diujung sana. Ia heran, tak sadar mengucapkan sebuah kalimat dalam hati, “Kok tumben? Jarang nih ada yang minta gue buat ganti kendaraan gini”.
“Okay, Matt. Aku nanti naik motor ya kesananya, kir…”
“Aku? Lagi?”
“Eh… ngga Matt, ngga, gue. Iya, gue, kesananya bakal naik motor. Kira-kira berapa jam ya kalo ke IFI Wijaya?”
“Kurang lebih sekitar 35 menit.”
“Kok cepet banget, Matt?”
“Iya, itu kalo kamu kesininya lewat Jalan Margasatwa tuh, terus masuk daerah Pondok Labu, habis itu belok kanan ke arah Jalan TB Simatupang, Gett. Nanti kamu ngarah jalannya lagi Jalan Antasari sama Jalan Prapanca Raya ya, Gett. Masih inget ngga?”
“Masih, dulu kan shoot foto buat poster lomba antarkelas, kelas kita di daerah Prapanca Raya.”
“Good! Nah, nanti kamu belok kanan ke Jalan Wijaya ya Gett setelahnya. Kamu tinggal cari-cari aja IFI Wijaya.”
“Bentar… bentar, kayaknya IFI Wijaya itu dekat sama lokasi kantornya kakak gue deh, Matt. Gue pernah kesana sih beberapa kali kalo pulang ke Depok, diajak kakak gue kesana.”
“Hmm, gitu. Tapi, nanti kalo Georgette bingung atau udah lupa, kamu tunggu aja ya di Starbucks Wijaya. Nanti aku yang jalan kesana, deket kok, cuma 700 meter dari IFI Wijaya.”
“Tenang, pasti ketemu kok, Matt.”
“Yakin kamu? Hahaha… yaudah ya Gett, aku udah harus balik ke kelas nih, 5 menit lagi mau masuk kelas sesi 2. Gapapa ya?”
“Sure, maaf ya mendadak gini, Matt.”
“Nevermind, it’s okay. See you, G!”527Please respect copyright.PENANAmkJA3KESpo
Sambungan terputus. Walaupun sambungan telfon sudah terputus, si penelfon masih terus saja memegangi HP nya, seolah-olah masih telfonan dengan Matthea. Ia tersentak ketika mendengar sebuah suara dari luar kamarnya, berhasil membuat HP digenggamannya terlepas dan jatuh ke bawah tempat tidurnya, “Alhamdulillah ya Allah, untung pake softcase nih HP gue. Kelar hidup gue kalo sampe LCD nya kenapa-kenapa”.527Please respect copyright.PENANAVcmWy9sJDN
“Gett! Udah bangun belum kamu?”
“Aduh Mami, udah Mi, Georgette udah bangun.”
“Bagus… udah mandi, Gett?”
“Hmm… udah Mi, saya udah mandi.”
“Kapan mandinya, Gett?”
“Ampun… tadi subuh Mi, abis salat subuh.”
“Setelah itu?”
“Ya tidur lagi dong, Mi…”
“Gett… gett, kamu tuh main bola kek, apa kek, futsal, basket, gitu. Tidur terus perasaan abis salat.”
“Mami nih, ada-ada aja. Main futsal itu ga ada ceritanya mulai jam 5 pagi, Mi… ada juga senam aerobik tuh, Mami sama temen-temen Mami tuh, ibu-ibu komplek sini.”
“Kenapa, Gett? Kamu mau ikutan Mami senam sama ibu-ibu komplek?”
“Ya Allah, Mi… ga gitu juga maksud saya, Mi…”
“Mami mau pergi nih ketemu temen, ikut yuk, Get. Kakak kamu ga bisa tuh nemenin Mami.”527Please respect copyright.PENANAcNizQxCdDR
Georgette mengambil guling di sebelah kanan tempat tidurnya, ia gunakan untuk menutupi muka bantal nya yang menahan gemas pada Mami nya tersebut. Georgette menghembuskan nafas, kemudian merespon ajakkan sang Mami.527Please respect copyright.PENANAnON4VSXtbl
“Maafin Georgette ya Mi, saya kayak kakak nih kayaknya, ga bisa juga nemenin Mami, ampun ya, Mi…”
“Baru kayaknya kan, Get?”
“Ga bisa kayaknya nih, emang musti keluar kamar gue, buat klarifikasi sama Mami”, Georgette menepuk dahinya. Beberapa kali ia melatih bibirnya untuk mencoba tersenyum, sebelum keluar kamar menemui Mami.
“Emang kak Dikta kemana, Mi?”
“Pergi hiking tuh kakak kamu sama temen-temennya.”
“Kok saya ga diajak, Mi?”
“Georgette kan masih kuliah, liburnya masih pendek-pendek waktunya.”
“Tapi kan saya dari Jumat udah di rumah, Mi.”
“Itu kan emang kamu aja yang nekat pulang pergi Bandung - Depok naik motor setelah kuliah, iya kan, Nak?”
“Iya sih Mi, tapi kan saya mau ikutan hiking juga…”
“Iya deh, nanti Mami bilang sama kakakmu ya, supaya ajak-ajak kamu lain kali. Yaudah, Georgette sekarang siap-siap ya…”
“Siap-siap mau kemana?”
“Ikut Mami dong, Gett. Masa tidur lagi…”
“Saya ga bisa ikut, Mi. Kan tadi udah bilang.”
“Kan masih kayak...”
“Fix, Mi. Fix pokoknya. Fix banget, saya ga bisa ikutan, udah ada janji soalnya, Mi.”527Please respect copyright.PENANARJzx4rtP5j
Mami Raisa mulai melirik-lirik anaknya. Ia melirik anak bungsunya tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seperti mencari kebenaran dari ucapan anaknya itu, tak lupa menggoda-goda anaknya.527Please respect copyright.PENANA8wfZ7v4wgk
“Hayo… janjian sama siapa?”
“Sama temen, Mi…”
“Pacar kali, Gett…”
“Bukan, Mami…”
“Kamu belum putus kan, Gett…”
“Ga tahu ah Mi, saya bingung!”
“Awas jatoh, Gett…”
“Mami nih! Udah ah, saya mau tidur aja. Mami titidije ya.”
“Hahaha, iya nak, kamu juga hati-hati nanti ya Gett di rumah, Mami bentar lagi pergi.”527Please respect copyright.PENANAkGzQn461xz
Setelah Mami menyerahkan kunci lain pada Georgette, Georgette berlalu secepat kilat dari hadapan Mami. Ia kembali tidur dan mematikan lampu kamarnya.
***527Please respect copyright.PENANA4da17Sn4Pw
Georgette menyeruput pelan segelas jus melon ditangannya, sembari bersandar diatas stang motor miliknya. Ia mengetukkan jari-jarinya. Beberapa kali ia menoleh kebelakang, namun yang ditunggu tak kunjung datang. Hingga kali ini, ia menemukannya. Dia yang ditunggunya, melambaikan tangannya dan tersenyum kearahnya.
527Please respect copyright.PENANA6RsfPHC9D4
“Hai, Matt.”
“Gett… hai, udah lama sampenya?”
“Belum kok, baru aja sampe sekitar 15 menit yang lalu.”
“Hmm, okay. Kamu bawa 2 helm kan?”
“Bawa, tenang aja.”
“Sip, yuk pulang, Gett.”
“Pulang? Gue kesini buat jemput lo, sekalian kita ngobrol-ngobrol, Matt.”
“Ngobrol-ngobrol? Sama aku?”
“Iya, sama lo lah.”
“Tapi, kenapa sama aku?”
“Udah deh, jalan sekarang yuk!”527Please respect copyright.PENANA15EuW4JNhw
Georgette memegang pundak Matthea, mendorongnya pelan-pelan untuk duduk diatas motornya. Ia memakaikan 1 helm yang dibawanya untuk Matthea. Matthea yang dibonceng dibelakang merasa kebingungan, “mau kemana sih sebenernya?”, ujarnya dalam hati. Namun, karena hari masih siang, ia berfikir, “mungkin Georgette mau ngajak aku keluar makan sebentar sebelum pulang”, dan ia memilih untuk tetap diam sepanjang perjalanan.527Please respect copyright.PENANAMJEMRr0yTa
***527Please respect copyright.PENANAZeAib0eTeb
Sesampainya di parkiran, Matthea terpaku akan pemandangan tempat yang didatangi oleh dirinya dan Georgette. Pria berkumis tipis yang memiliki scruffy beard tersebut membantu melepaskan helm yang dipakai gadis kecil disebelahnya. Georgette mengelus wajah Mattea dengan sebelah tangan kanannya.527Please respect copyright.PENANAvdvlAYJRK1
“Georgette! Apaan sih?”
“Sorry… sorry, abisnya lo diem aja sih. Kenapa? Belum pernah kesini?”
“Udah kok, Gett. Udah pernah.”
“Terus… kenapa kayak kaget gitu?”
“Kamu ga inget?”527Please respect copyright.PENANAAgAJdvHkMU
Kali ini, Georgette yang termenung untuk beberapa saat. Sembari ia berusaha mencerna jawaban dari pertanyaan Matthea, pun ia sekaligus memperhatikan rambut Matthea yang terombang ambing ke kiri dan kanan, “Dia ga pernah berubah ya, selalu lucu kalo kayak gini”, gumamnya dalam hati.527Please respect copyright.PENANAKzcfbyaWUv
“Gett, sorry… aku ga inget. Emangnya kenapa sama tempat ini?”
“Kita pernah kesini, Matt.”
“Kita? Kapan?”
“Dulu, waktu pas masih sekolah. Ini Titik Temu kan?”
“Oh… iya, dulu banget ya pas SMA.”
“Kamu kenapa ngajak aku kesini, Gett?”
“Ya… sesuai namanya, Titik Temu. Kata beberapa anak angkatan yang kenal lo, yang namanya Matthea itu ngga suka kopi. Tapi, gue malah nemuin lo ada disana. Lo masih suka ke Ubud? Sendirian…, Matt?”527Please respect copyright.PENANAICwDMfXeIE
Saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Georgette, langkah kaki Matthea terhenti. Sebelah kakinya tergantung dan sebelahnya lainnya tidak, dengan kedua tangannya yang terselip dalam kedua saku jumpsuit milkcream selututnya. Matthea tertunduk, ia tersenyum kecil, dan lanjut berjalan kedalam meninggalkan Georgette dibelakang.
Ingin sekali Georgette meraih tangannya, kemudian berkata, “Tunggu!”, namun… ia hanya bisa mengepalkan tangannya dan menurunkannya lagi. Ia mengikuti langkah Matthea memasuki Titik Temu Jenggala. Matthea mengamati seisi coffeeshop tersebut, yang sebenarnya dia sedang membayangkan Titik Temu Ubud dalam kepalanya. Ia memilih duduk disebuah sofa putih dengan satu meja kayu didepannya, dan sekotak kayu yang menjadi tempat duduk dibelakang meja itu. Ia memesan Matcha dan Hojicha. Tanpa menghiraukan Georgette didepannya, ia meyeruput salah satu minuman miliknya dan terus memandangi berbagai pohon yang tertanam didepan matanya.527Please respect copyright.PENANAdqCWv6Lx6T
“Lo masih pengen tahu, kenapa gue ngajak lo kesini?”, tanya Georgette.
“Masih. Karena harusnya, aku ngga berada disini, Gett”, jawab Matthea usai meletakkan minumannya.
“Okay, 4 tahun lalu kita mulai semuanya di tempat yang sama, Titik Temu… dan sebelum coffeeshop ini tutup, gue mau mulai lagi semuanya dari awal, sama lo. That’s why I bring you here”, Georgette berusaha keras menatap mata Matthea, memberanikan diri untuk tepat menatap manik matanya.
“Kita ngga pernah mulai apa-apa, Gett…”, Matthea mulai merasa bingung. Apa maksudnya Georgette?
“Dulu kita sahabat Matt, sebelum gue yang ngerusak itu…”, Georgette tertunduk.
ns 15.158.61.23da2