Sudah 5 hari berlalu tersisa 2 hari untuk menentukan Rara akan menerima lamaran keluarga Sakti atau tidak.
Selama 5 hari itu juga Sakti tidak pernah sekalipun menghubungi Rara, memang benar terlihat bahwa Sakti tidak tertarik dengan dirinya. Hal itulah yang membuat Rara ragu sampai hari ini. Padahal ia selalu dimimpikan Sakti setiap tidur malamnya.
Hari ke 3, Rara bermimpi dirinya dan Sakti terlihat beradu pendapat. Raut wajah Sakti saat itu terlihat sangat menyeramkan, bahkan lebih seram dari biasanya. Sedangkan Rara hanya tertunduk sesekali tersenyum namun tampak ia menahan tangisnya di pelupuk mata.
Hari ke 4, tampak 2 orang anak kecil laki laki dan perempuan lari ke arah Rara. Mereka tampak mirip dengan dirinya dan juga Sakti. Anak anak itu memanggil Rara dengan sebutan "Buna", mereka tampak tertawa bersama. Tak lama Sakti ikut bergabung, anak anak itu dengan bahagia memanggil Sakti dengan sebutan "Yayah". Tampak mereka semua bahagia saat itu. Tak beberapa lama mimpi itu berubah, hanya ada Rara seorang yang sedang menangis sendiri di dalam kamar.
Begitulah mimpi yang selalu hadir di setiap tidur Rara. Namun belum ada keyakinan bahwa itu tanda harus menerima Sakti atau tidak. Rara hanya meyakini itu hanya bunga tidur saja, karena selama itu juga orang tuanya lebih intens menanyakan soal Sakti dan jawaban Rara. Jadi mungkin akhirnya tanpa sadar terbawa ke dalam mimpi.
Tanpa sadar Rara sudah sampai di Sekolah, ia menghembuskan nafas sedikit panjang. Ia berharap hari ini tidak ada yang memberatkan dirinya. Setelah diyakini dia siap, iapun segera turun dari mobilnya.
Rara berjalan di koridor, nampak beberapa murid yang menyapanya dengan sopan. Ternyata perlakuan Rara selama ini diterima baik oleh siswa siswi disini. Mereka sangat menghormati Rara, bahkan ada beberapa murid yang sering mengadakan sesi curhat dadakan. Entah itu permasalahan keluarga, pertemanan, bahkan hubungan percintaan.
"Bu Adira!" Panggil seseorang yang ternyata adalah Bu Intan, ya kini Bu Intan sudah seperti sahabat bagi Rara.
"Assalamualaikum Bu Intan yang cantik" sapa Rara balik.
"Heee waalaikumsalam, lupa harus salam dulu. Eh kamu kenapa tidak pernah cerita kalau sudah mau menikah?" Tanya Bu Intan sontak membuat Rara terkejut. Menikah? Bahkan dia belum menentukan, makanya dia tidak bercerita. Tapi kenapa Bu Intan malah mengatakan seolah olah Rara pasti akan menikah.
"Belum menentukan Bu, tapi itu gosip darimana?" Tanya Rara
"Lah, itu calon suami kamu sendiri yang cerita. Tujuan aku ketemu kamu kan karena mau kasih tau calonmu menunggu diruanganmu" ucap Bu Intan, sontak Rara membelalakkan matanya.
"Baik saya permisi ya Bu Intan, terima kasih." Ucap Rara setelah itu ia melangkahkan kakinya secepat mungkin untuk sampai di ruangan.
"Aduh aduh sebegitu rindukah sampek lupa salam?" Protes Bu Intan yang masih berdiri ditempatnya sambil tersenyum menggoda.
Rara sudah berada di depan ruangannya, ia sedikit merapihkan bajunya dan menarik nafas panjang sebelum membuka pintu.
"Ada perlu apa dia kemari? Tidak memberi kabar, bercerita seenaknya. Manusia aneh" gerutu Rara sambil membuka pintunya.
"Assalamualaikum" salam Rara sambil melihat ke arah Sakti yang ternyata tengah tertidur, entah benar tertidur atau hanya memejamkan mata.
"Assalamualaikum Mas Sakti!" Salam Rara lagi sedikit mengeraskan suaranya kali ini.
"Tidak usah berteriak saya tidak tuli" ucap Sakti sambil membenarkan posisinya.
"Oh maaf saya fikir Mas Sakti tengah tertidur" jawab Rara
"Kalaupun saya tidur, apa benar cara membangunkannya?" Protes ketus Sakti
"Lalu saya harus bagaimana?" Tanya Rara tak kalah ketus.
"Sudah berani mengeluarkan jati diri rupanya" ucap Sakti sambil melirik ke arah Rara.
"Astagfirullahhalazim ini manusia maunya apa? Sabar Rara sabar" ucap batin Rara.
ns 15.158.61.22da2