Sekolah selesai pukul 2 sore, Rara dan Guru lainnya bersiap untuk pulang.
Rara sudah berada di mobilnya menuju rumah, jalanan cukup lengang sehingga ia tidak butuh waktu lama sampai di rumahnya.
Sesampainya di rumah, ia segera membersihkan diri untuk bersiap shalat ashar. Setelah shalat ashar Rara merebahkan tubuhnya sejenak, hari ini cukup melelahkan di hari pertamanya bekerja.
"Bener yang dibilang Bu Intan aku harus ekstra sabar, murid di sekolah itu sungguh luar biasa. Perbedaannya cukup jauh dari zamanku sekolah dulu" celoteh Rara sendiri sambil membayangkan beberapa kejadian di ruang kelas dan ruang kerjanya.
Tanpa sadar Rarapun tertidur, cukup lama ia tertidur. Hingga dia terbangun sudah azan magrib.
"Astagfirullah, uda magrib. Ini karena capek banget." Ucap Rara seraya masuk kedalam kamar mandinya untuk mengambil air wudhu. Setelah itu ia segera melaksanakan shalat magrib.
Rara segera bersiap untuk menemui Sakti, ia menggunakan gamis berwarna toska dengan jilbab senada, tak lupa Rara menyematkan riasan natural seperti biasanya.
"Loh anak Bunda cantik begitu mau kemana tumben?" Tanya Bunda yang ternyata berada di ruang keluarga.
"Astagfirullah Bunda ngagetin aja deh. Rara kira bunda uda istirahat di kamar." Ucap Rara
"Bunda baru aja sampek rumah, terus lagi nunggu Ayah pulang. Kamu mau kemana?" Tanya Bunda lagi mengulang pertanyaannya yang belum terjawab.
"Rara mau ketemu Sakti, ada yang ingin disampaikan katanya" jawab Rara sejujurnya.
"Alhamdulillah, Bunda kira Sakti menyerah gitu aja ngadepin kamu, ya udah Bunda titip salam ya. Hati hati Ra" ucap Bunda
Rara sudah melajukan mobilnya menuju Restaurant yang Sakti tuju untuk pertemuan mereka.
Selama perjalanan Rara mempersiapkan segala sesuatu yang bisa saja terjadi tanpa ia bisa duga. Namun, ia belum menyiapkan jawaban untuk setuju menikah dengan Sakti atau tidak. Karena sampai detik ini hatinya belum yakin, dan belum muncul tanda tanda hasil shalat istikharahnya.
Kini Rara sudah sampai di Restaurant yang ternyata Sakti sudah menunggu disana dengan tab ditangannya, ia mengetikkan sesuatu yang sepertinya pekerjaannya.
"Assalamualaikum" sapa Rara setelah sampai di meja tempat Sakti duduk.
"Waalaikumsalam, macet ya sampek saya nunggu setengah jam" ucap sinis Sakti tanpa melihat ke arag Rara.
Rara yang mendengar itu terkejut, apa iya Sakti sudah menunggu selama itu? Ia jadi merasa bersalah.
"Maaf, tadi saya......" Belum selesai Rara memberikan alasan, Sakti segera menyela sambil meletakkan Tabnya diatas meja.
"Saya tidak perlu tau alasan kamu. Kita langsung saja. Jadi saya mengajak kamu bertemu bukan karena saya siap dengan pernikahan itu. Salah satu alasannya karena saya disuruh Mama untuk menemui kamu." Ucap Sakti terdengar sangat tegas, Rara hanya mendengarkan dengan seksama sambil sesekali memainkan ujung jilbabnya.
"Sebenarnya saya belum siap untuk menikah, saya masih mau bekerja. Bekerja saja saya sudah pusing, apalagi saya harus menikah. Ditambah lagi sama kamu, jujur saya masih tidak suka dengan kamu dari dulu sampai sekarang walau ini pertemuan pertama setelah kita dewasa." Tutur Sakti tanpa basa basi.
Rara agak sedikit tersentak karena ketidak sukaan Sakti dimasa kecil dulu terhadap dirinya masih bertahan hingga saat ini. Sebenarnya ada apa diantara mereka dulu? Apa Rara pernah melakukan sebuah kesalahan terhadap Sakti? Rara masih belum mengingat kenangan itu.
"Saya mau menolak, tapi karena saya adalah anak sulung yang pengharapan orang tua saya dibebankan kepada saya maka saya menerima itu. Terserah kalau kamu mau menolak saya sangat senang hati, mau menerimapun silahkan tapi saya ingatkan jangan berharap lebih pada saya. Mungkin kita bisa bersandiwara di depan orang tua bahkan keluarga masing masing, selebihnya saya ya saya kamu ya kamu. Bagaimana?" Tanya Sakti setelah penuturannya yang panjang.
Rara menghela nafasnya panjang.
Huffft.........
ns 15.158.61.16da2