Rara tidak pernah mengira lamaran pertamanya oleh seorang laki laki ternyata tidak se sweet seperti drama yang suka ia tonton.
Bahkan lamarannya jauh dari kata kata manis, justru kata kata yang sedikit menyakitkan walau sebenarnya Rara tidak terlalu memasukkannya ke hati.
Namun bukan berarti Rara menerima begitu saja kalimat kalimat yang di lontarkan oleh Sakti, dia masih punya hak untuk berbicara.
"Maaf sebelumnya mmm Mas Sakti begitu saja saya panggil ya. Sebenarnya saya juga tidak menyetujui perjodohan ini, bukan karena saya tidak percaya dengan pilihan orang tua saya. Tapi lebih kepada hak masing masing dari kita. Dan ternyata Mas Sakti sendiri merasa ini sebuah beban, dan sepertinya juga Mas Sakti sangat tidak menyukai saya walau saya masih tidak tahu alasan sebenarnya" Rara berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya, ia terus memohon kesabaran dan ketabahan pada Allah.
"Namun saya percaya takdir yang Allah siapkan bagi setiap hambanya, bahkan takdir buruk sekalipun. Maka dari itu saya tidak mengambil keputusan secara gegabah, saya masih menghormati para orang tua dan juga saya masih meminta petunjuk dari Allah. Walau akhirnya nanti misal saya menerima atau menolak maka saya dengan ikhlas akan menjalaninya apapun itu" Rara menghentikan kata katanya untuk melihat mimik wajah Sakti, yang ternyata ada perubahan dari yang sebelumnya mengeras kini terlihat lebih santai.
"Saya juga tidak memaksakan untuk Mas Sakti mengenal saya lebih jauh selama seminggu ini. Maka dari itu saya sudah menyiapkan sedikit informasi tentang diri saya. Silahkan Mas baca jika tertarik atau mas hiraukan saya juga tidak masalah. Yang jelas saya tidak akan menuntut hal yang sama kepada Mas Sakti karena saya percaya pilihan orang tua saya tidak salah" ucap Rara di akhir pidatonya malam itu.
Kini mereka sudah pulang ke rumah masing masing.
Namun ada yang berbeda kali ini, Sakti terus mengingat setiap kalimat Rara yang terdengar sangat santun bahkan tidak menjatuhkannya sama sekali. Padahal dirinya saja blak blakan mengatakan tidak suka pada Rara.
"Aaah dia kan Guru, pantas pandai berbicara" ucap Sakti menepis sendiri pendapatnya tentang Rara yang hampir berubah.
Setelah itu ia letakkan informasi Rara di atas mejanya, eits jangan salah Sakti baca semuanya tanpa terlewat sedikktpun.
Keesokan harinya, Rara sedang sarapan bersama keluarganya sebelum berangkat kerja.
"Bagaimana pertemuan semalem Ra?" Tanya Ayah memecah keheningan.
"Lancar alhamdulillah" jawab Rara
"Alhamdulillah, jadi bagaimana pendapatmu?" Tanya Ayah lagi
"Masih belum tau Yah, itu pertemuan singkat saja. Masih ada sisa 5 hari lagi kan?" Jawab Rara untuk menghentikan pertanyaan pertanyaan lainnya.
Setelah itu suasana kembali hening, hanya suara sendok yang beradu dengan piring dan garpu.
"Rara berangkat ya Yah, Nda." Pamit Rara sambil mencium punggung tangan orang tuanya.
"Kamu nebeng lagi dek?" Tanya Rara melihat ke arah adiknya Farhan yang sedang asik dengan ponselnya.
"Nggak mba duluan aja, ini dosen aku batalin pertemuan bimbingan. Padahal tinggal nunggu acc dari beliau aja" gerutu Farhan dan sedikit curhatannya.
"Sabar dinikmati terus doa biar dosennya terbuka hatinya" ucap Rara menenangkan, kemudian iapun segera berangkat.
Diperjalanan Rara terus mengingat mimpinya semalam, itu adalah mimpi pertama yang di dapat oleh Rara setelah 2 hari dia shalat istikharah.
Di mimpi Rara ia melihat Sakti dengan wajah yang sangat hangat, ia tersenyum dengan tulus sambil menatap ke arah Rara. Dan mimpi itu berakhir begitu saja, tanpa Rara tau apa maksudnya.
771Please respect copyright.PENANAKhcguxTx6l