"Akhirnya ya Wan, Mey kita menjadi besan menjadi keluarga" ucap Om Gagah.
"Alhamdulillah Gah" ucap Ayah dan Bunda Rara bersamaan.
"Ntar kamu tinggal dirumah Papa sama Mama dulu kan Ra, Ti?" Tanya Mama Marwah
Rara hanya diam sambil melirik ke arah suaminya Sakti, karena belum sama sekali membicarakan ini.
"Sakti mau ajak Rara tinggal di apartemen deket Kantor" jawab Sakti, Rara tidak berkomentar sedikitpun walaupun sebenarnya dia agak keberatan karena sedikit jauh dari tempatnya bekerja. Namun apa boleh buat jika itu ajakan suaminya.
"Kejauhan sayang, kasian Rara kalo berangkat kerja. Kalo rumah kitakan tengah tengah" rayu Mama Marwah
"Rara emang nggak keberatan?" Tanya Papa Gagah
"Kalo itu sudah keputusan Mas Sakti Rara ikut saja. Soal jauhnya kalau masih bisa di tempuh nggak papa Pah, Mah" jawab Rara menenangkan orang tua mereka.
"Sudah lah Gah, Wah. Mereka mau mandiri, mungkin Sakti ingin mendidik Rara sebagai istrinya. Kalau tinggal bersama kalian mereka akan serba salah, karena kalian akan ikut campur secara tidak langsung karena kamipun akan begitu" ucap Ayah Rara menengahi dan memberikan wejangannya.
"Benar juga, tapi sebelum kalian mandiri singgahlah dulu 2 - 3 hari yaaa" Mama Marwah masih merayu, dia ingin dekat dengan menantunya itu.
"Maaf tidak bisa Mah, karena Sakti sudah ada scedule. Sakti hanya mengajukan cuti 2 hari ini saja" jawab Sakti, Rara sedikit kecewa karena Sakti terlalu cepat mengambil cuti. Padahal dirinya saja ambil cuti seminggu karena dia berfikir akan bermalam dirumahnya terakhir kali, bermalam di rumah mertuanya. Ia lupa bahwa pernikahannya tidak seperti kebanyakan pasangan.
"Cepat sekali? Toh itu perusahaan kamu Sakti. Apa kamu tidak mau ajak Rara bulan madu, orang menikah biasanya seminggu ambil cuti" protes Mama Marwah
Rara menjadi tidak enak pada keluarga besarnya, sehingga iapun memengahi.
"Mah, tidak apa apa. Lagian Rara juga nggak bisa ambil cuti lama lama. Karena sebentar lagi akan ada ujian tengah semester jadi Rara harus menyiapkan soal soal ujian" ucap Rara sedikit berbohong walaupun soal ujian itu benar adanya namun ia sudah mengerjakan sebelum pernikahannya.
"Oh begitu, Mamah lupa anak Mamah seorang guru" jawab Mama Marwah akhirnya menyerah.
"Maaf ya Mah, Pah, Ayah, Bunda. Rara sedikit berbohong agar kalian tidak terlalu kecewa. Kami belum menjadi pasangan suami istri yang kalian inginkan. Pernikahan ini masih karena keterpaksaan bagi Mas Sakti, tetapi kalau Rara insyaallah semua karena Allah. Doakan Rara bisa mewujudkan keinginan kalian dan doakan Rara agar kuat mengahadapi badai yang akan menerjang kelak" batin Rara.
Disisi lain Sakti agak sedikit terpukau dengan jawaban Rara yang berusaha melindunginya dari tuntutan kehidupan yang sebenarnya.
Sakti merasa Rara bisa jadi sahabatnya bukan sebagai istrinya, karena ia selalu bisa tau apa yang Sakti fikirkan. Mereka seperti memiliki sebuah koneksi antara satu sama lain.
"Baiklah aku akan memperlakukan kamu sebagai sahabatku untuk sekarang" ucap Sakti didalam batin.
Sakti terlalu naif, dia tidak tahu bahwa laki laki dan perempuan tidak bisa menjadi sahabat. Apalagi mereka akan hidup berdua dalam satu atap yang setiap hari akan bertemu. Bagaimanapun ikatan mereka lebih dari seorang sahabat, mereka suami istri yang semua menjadi halal dan ladang pahala bagi mereka.
Pernikahan tidak sesimple ikatan persahabatan bestie Sakti 😁.
Kita lihat saja benteng pertahanan Sakti akan kokoh atau bakal runtuh dengan mengatas namakan sahabat.
Dan apakah Rara mampu meruntuhkan benteng pertahanan Sakti?
526Please respect copyright.PENANAvweqTOLkIp