"Adira Azzahra keterangan Lulus" begitulah pengumuman penerimaan sebagai Guru disalah satu Sekolah Negeri di Tanjung Karang. Rara langsung sujud syukur melihat namanya tersemat di kertas pengumuman. Bagaimana tidak ini sudah kesekian kalinya ia mengikuti tes namun selalu gagal dan gagal lagi. Dan berakhirlah usahanya kini, Rara diterima sesuai dengan keinginannya selama ini.
"Assalamualaikum Yah. Mamah di samping Ayah nggak?" Tanya Rara lewat sambungan telfon, ia segera menelfon keluarganya.
"Alhamdulillah Yah, Rara keterima jadi guru di SMA N 2." Ucap Rara yang masih terdengar sangat bahagia, begitu pula keluarga Rara disebrang telfon tidak kalah bahagianya mendengar berita dari Rara.
"Iya ini Rara uda mau jalan pulang. Ya uda sampai ketemu di rumah, assalamualaikum" Rara mengakhiri panggilan telfonnya.
Setelah itu iapun bergegas menuju rumahnya, tak lupa ia sempatkan mampir untuk membelikan beberapa kudapan untuk keluarganya di rumah.
Rara adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, Kakaknya Aisyah sudah berkeluarga dan tinggal di luar Kota bersama suami dan anaknya 2 orang Abay dan Dila. Sedangkan adiknya masih menjadi mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di Lampung. Namanya Farhan, ia adalah anak laki laki satu satunya. Karena itu pula ia sangat manja apalagi kepada Rara. Ayah Rara, Suhendra kini sudah berumur 55 tahun yang saat ini masih menjalankan usaha dalam bidang peralatan tukang yang sudah memiliki beberapa cabang dan alhamdulillah terkenal. Sedangkan Bunda Rara, Fatimah kini sudah berumur 53 tahun masih setia menjadi ibu rumah tangga dan bisnis toko kuenya yang tidak pernah sepi. Begitulah sekilas info tentang keluarga Rara yang sederhana dan penuh kehangatan yang saling menyayangi satu sama lain.
Tanpa terasa kini Rara sudah sampai di depan rumahnya yang lumayan megah, pintu gerbang di bukakan segera oleh Pak Agus satpam terpercaya di rumah Rara. Rara segera memarkirkan mobilnya dan turun segera untuk menemui keluarganya.
"Assalamualaikum" salam Rara saat memasuki rumah yang terlihat sepi, "aneh" itu kata pertama yang terlintas di benak Rara.
"Yah, Nda, Rara pulang nih ada cemilan traktiran Rara" ucap Rara lagi namun tetap tidak ada tanda tanda kehadiran keluarganya.
"Mba Rara, itu Ibu sama Bapak...... Eeeeee anu.... Itu...." Ucap Bi Diah asisten rumah tangga yang sudah bekerja selama belasan tahun.
"Apa Bi? Kenapa? Ada apa?" Tanya Rara kebingungan.
"Anu, Mba Rara disuruh ke taman belakang sama Ibu." Ucap Bi Diah
"Ooooh gitu aja Bibi sampek bingung ngasih taunya" timpal Rara dan segera berlalu menuju taman belakang sambil membawa kudapan yang ia bawa tadi.
"Assalamualaikum......." Suara dan langkah Rara terhenti karena penampakan di depannya saat ini.
Ramai dan berpakaian rapih, itulah kesan pertama Rara. Ia tidak tahu siapa saja yang ada disana, kecuali Om Gagah dan Tante Marwah. Mereka adalah sahabat Ayah dan Bunda Rara. Selebihnya ia tidak tahu lagi.
"Waalaikumsalam, nah ini Ibu guru yang ditunggu-tunggu dari tadi" ucap Ayah dan Bunda yang segera menjemput Rara untuk duduk disampingnya.
Perasaan Rara mulai tidak tenang, seperti akan ada sesuatu yang terjadi setelah ini.
"Oh iya, maaf ini Rara cuma bawa sedikit cemilan. Nggak tau kalau bakal banyak tamu" ucap Rara sopan dan ramah.
"Nggak papa Ra, lagian Bundamu udah nyiapin banyak" jawab Tante Marwah sambil tersenyum ramah seperti biasanya. Rarapun membalas dengan senyuman. Namun ada tatapan yang sangat mengganggu Rara, sedari tadi menatap ke arahnya dengan tajam.
"Siapa sih itu, serem banget" batin Rara sambil memperhatikan penampilannya karena khawatir mungkin ada sesuatu yang aneh atau lucu.
"Nah, kebetulan karena Raranya udah disini jadi bisa ditanya ulang dan kita dengar jawaban Rara langsung" ucap Ayah yang dibalas dengan tatapan bingung Rara.
"Aaaa betul juga. Jadi gini Ra, kamu masih inget kan sama anak Om si Sakti? Dia baru aja lulus s2 nya di Jawa. Nah sekarang udah kerja nerusin perusahaan Om." Ucap Om Gagah, Rara mendengarkan dengan seksama, dan menerka akan kemana pembicaraan ini.
"Jadi gini Ra, sesuai janji Om dan Ayahmu dulu untuk menikahkan salah satu anak kita. Kebetulan Sakti belum ada calon padahal umurnya sudah mau kepala 3, dan ternyata kamu juga belum ada pasangan. Maka kedatangan Om kemari untuk melamar kamu sebagai istrinya Sakti" kalimat itu berakhir begitu saja, dan Rara hanya bisa terdiam. Fikirannya melayang entah kemana, ia mencoba mengingat sosok Sakti namun tak ia temukan. Ia juga merasa dicurangi oleh Ayah dan Bundanya karena selama ini tidak pernah ada pembicaraan soal perjodohan.
"Ra, Rara?" Panggilan Bunda menyadarkan lamunan Rara.
"Eh iya?" Tanya Rara gugup.
"Jadi apa jawabanmu?" Tanya Bunda dengan tatapan penuh harap.
"Mmmmm Rara bingung harus jawab apa, karena jujur ini sangat tiba tiba sekali. Rara juga belum mengenal Sakti, ingat wajahnyapun tidak. Mungkin Rara butuh waktu seminggu untuk berfikir dan mencari jawaban melalui shalat istikharah" ucap Rara begitu saja. Namun Om Gagah dan Tante Marwa malah tertawa disusul dengan Ayah dan Bunda. Rara semakin bingung, apa kata katanya barusan ada yang lucu atau bagaimana.
"Aduh, kamu sih Sak dari tadi diem aja. Sapa atuh si Raranya" ucap Om Gagah, dan betapa terkejutnya Rara ternyata Sakti ada di situ dan dia adalah orang yang menatap tajam ke arahnya tadi.
"Maaf, assalamualaikum Rara. Saya Sakti putra dari Papa dan Mama" ucap Sakti singkat dan to the point serta kaku.
"Isss kamu malu maluin aja, masa kenalan begitu" protes tante Marwa.
"Nah jadi kamu masih nggak inget sama Sakti, yaaa emang sih kalian dulu terakhir ketemu masih TK, terus tiap ketemu berantem mulu nggak pernah akur" cerita Tante Marwa.
"Ya sudah kalau begitu Om kasih waktu Rara untuk berfikir selama seminggu ini. Tapi selama itu biar kalian lebih mengenal lagi, silahkan obrolkan pernikahan ini berdua saja. Tapi ingat jangan terlewat batas Sakti" ucap Om Gagah sambil menekankan dan menatap ke arah Sakti. Sedangkan Sakti hanya diam dengan wajahnya yang datar tanpa ekspresi itu.
Pertemuan dua keluarga selesai, Rara dan Sakti sudah saling tukar nomer handphone. Kini hanya tingggal Rara dan keluarganya.
"Yah, Nda. Kenapa nggak pernah kasih tau Rara masalah perjodohan ini?" Tanya Rara
"Yaaa awalnya Ayah sama Bunda juga kaget Ra, karena itu janji puluhan tahun yang lalu. Ayah berfikir Om Gagah sudah melupakan itu, tapi ternyata dia ingat. Ayah nggak mungkin nolak dong keluarga mereka keluarga baik baik" jelas Ayah walau Rara kurang puas.
Pembicaran malam itu berakhir, kini Rara sudah berada di kamarnya. Ia berfikir dan mencoba meyakinkan hatinya namun semakin dia berusaha semakin tidak bisa menerima. Akhirnya ia memutuskan untuk shalat istikharah.
1123Please respect copyright.PENANAhye9QD4HjN