Matthea melirik jam tangan yang masih melilit di tangannya. Ia baru sadar bahwa dirinya semalaman tertidur dan masih lengkap dengan setelan bepergiannya. Matthea dan keluarga pergi ke bandara untuk menjemput Om nya pulang dari luar kota. Setelah itu, dilanjutkan dengan makan malam. Kemudian, berbelanja keperluan sehari-hari ke supermarket langganan.
Ia segera membersihkan dirinya, kemudian menyalakan laptop guna persiapan online learning. Selama beberapa minggu kedepan, ia sepertinya memang harus belajar di rumah, dikarenakan beberapa dosen pengampu mata kuliah nya harus berangkat ke Amsterdam untuk mewakili prodinya, guna workshop secara rutin serta bergantian antar negara, dan membahas keberlanjutan kerjasama program dual degree. Matthea berusaha untuk tetap dapat mencerna segala materi yang diberikan, walaupun kantuk masih terasa olehnya. Sayup-sayup ia dengar di ruang tamu ada suara Jardine dan guru homeschooling nya yang sedang belajar.
Matthea berhasil melalui 2 jam pertemuan dengan sukses. Sebelum menutup laptop miliknya, ia terfikirkan tugas yang baru saja diberikan sang dosen. Tanpa berfikir panjang, ia kembali menyalakan laptop dan langsung mengerjakannya. Pada dasarnya, Matthea memang bukan tipikal orang yang suka menunda-nunda, ia lebih suka mengerjakan diawal, agar setelahnya ia banyak memiliki waktu luang. Apalagi, tiba-tiba ia ingat akan janji pada sahabatnya untuk meet up hari ini.
Sesampainya di cafe, Matthea mencari-cari sahabatnya. Ia menunggu di salah satu meja dan membolak-balikkan menunya. 5 menit kemudian, seorang waitress datang menghampiri mejanya, “Kak Matthea, udah dateng ya. Lagi ada di meja kasir tuh!”, Matthea mengucapkan terimkasih dan meninggalkan mejanya.470Please respect copyright.PENANACJmqi8JFzk
“Eh, ada kembarannya Satine Zaneta…”
“Apaan sih, Ra? Umur aja jauh, kembarnya darimana coba?”
“Ya kan lagi zaman tuh sekarang The, adik - kakak ketemu gede. Bisa aja kan, kembar ketemu gede?”
“Ih, ngga jelas banget… Lagi ngapain sih? Sibuk amat nih kayaknya, biasanya juga…”
“Juga apa?”
“Lagi pacaran. Jarang-jarang nih, bisa ketemu yang punya cafe di cafenya sendiri. Emang…”
“Udah putus kali, The…”
“Hah? Putus lagi? Kapan?”
“Baru 2 hari yang lalu.”
“Kok kamu ngga cerita sama aku?”470Please respect copyright.PENANALOfigw0eTP
Matthea melihat wajah perempuan di depannya, Kara, dengan seksama. Ia berusaha untuk melihat ekspresi wajah Kara. Ia menyentuh kedua tangan Kara dan berkata, “Stop Ra, stop. Udah ya… sekarang nih, kamu keluar dulu deh dari kasir ya, biar karyawan kamu yang handle lagi. Kita ngobrol yuk. Mau dimana? Disini atau diluar?”, suara Kara begitu kecil, hampir tak terdengar oleh Matthea jawaban atas pertanyaannya. Namun, ia tahu, bahwa Kara ingin pergi keluar. Sebagai sahabat, ia menuruti permintaan Kara.470Please respect copyright.PENANAeGSs12xM1A
“How do you feel?”
“Ah, gapapa kok, The… gue baik-baik aja, santai lah!”
“Yakin? Duh, Ra… kamu ngapain sih lagian, pake masuk kerja segala? Biasanya juga kan jarang kesini. Udah ada karyawan juga.”
“Eh, kata siapa? Gue udah mulai sering kesini kali, lo nya aja yang tiap gue ajakkin, ngga pernah bisa.”
“Kan aku lagi fokus kuliah. Tahu sendiri kan, Oma sama Opa udah lansia? Masa aku masih gini-gini aja, Ra?”
“Hmm, justru gue malah lupa, rasanya kuliah tuh gimana ya?”
“Ya lupa lah, udah lama cuti kuliah kan?”
“Hehehe… iya, mendingan bahas kampus yuk daripada bahas-bahas soal gue putus.”
“Ngga Ra, ngga. Cerita dulu, kenapa putus lagi sih?”
“Biasa, klasik The, ngga bisa LDR.”
Matthea menatap sendu wajah sang sahabat. Jauh dalam hatinya, ia membatin, “Kenapa Kara harus ngerasain hal yang sama kayak aku ya?”, ia menarik nafasnya. Lalu, memeluk Kara dan mengusap-usap pundaknya. Sejenak, datang lah salah satu waitress yang mengantarkan minuman Matthea dan Kara.
“Kamu kenapa ga balikan aja sama Thomas?”
“Hah? Ga salah, The? Sama dia?!”
“Ya… iya, sama dia. Seru kan, kalo kita bertiga bisa main-main lagi? Barengan gitu, kamu ga kangen emangnya, Ra?”
“Lo ngga tahu aja sih… dulunya dia kayak gimana, The. Kalo aja dia ngga secuek itu…”
“Kamu ngga bakal selingkuh, gitu?”
“Nah, itu tahu, The. Sekarang, lo aja deh mending. Gimana sama Georgette?”
“Hah?! Kok kamu tahu?”470Please respect copyright.PENANAv1kOpUUc4M
Kara tertawa kecil, menepuk kepalanya dan menunjukkan sebuah capture foto di HP nya.470Please respect copyright.PENANAWK8oFw7CQW
“Oh, dari Instagram?”
“Iya, sampe di upload lho The, sama Georgette.”
“Kalian saling follow di Instagram?”
“Hmm, dulunya sih ngga, tapi gue iseng aja follow dia, lama tuh sempet ngga di approve. Eh, seminggu lalu baru di approve and follow back ama tuh orang. Ada maunya tuh pasti…”
“Aku ngga peduli juga lagian, Ra.”
“Hahaha… seriusan? Kangen tahu dia sama lo, The. Lo tahu Georgette kan?”
“Tahu apaan sih, Ra?”
“Oh, gue lupa! Lo kan ngga pake Instagram ya, Twitter aja ngga punya. Gini lho The, Georgette itu paling jarang upload foto. Dulu nih, inget ngga sih pas kelas kita ada lomba? Kan tergantung vote gitu kan, dia terang-terangan bilang kalo dia ngga bisa upload di Instagram feeds. Dia cuma bisa upload di story doing buat bantu kelas kita ngumpulin dukungan. Untung aja, kata panitianya nih setelah si Georgette update, likers nya langsung meningkat. The power of kelewat cakep tuh gebetan lo…”
“Bukan, Kara!”
“Bukan lagi maksud lo?”
“Iya, lagian juga udah cerita lama kali, aku udah tutup buku. Ngga ada juga memori bareng dia.”
“Mungkin, memori yang berwujud kayak foto lo dulu sama dia udah ga ada. Tapi, di memori otak lo, pasti masih ada, walaupun udah bertahun-tahun lamanya. Buktinya nih, dia ngajak lo pergi, berarti dia masih pengen ada apa-apa tuh sama lo.”
“Ada apa-apanya gimana sih, Kara? Yang ngga-ngga aja deh…”
“Ya… ada hubungan Thea, hubungan.”470Please respect copyright.PENANAEUL8QOstQ1
Matthea mulai jengah mendengar ocehan ngalor-ngidul Kara, menurutnya. Ia mengambil selembar tissue dan mengusapnya diwajah Kara.
ns 18.68.41.177da2